Chereads / Rena Dreams / Chapter 27 - Gitar Berduet

Chapter 27 - Gitar Berduet

"Rena, kamu dari tadi distu, Nak?" tanya Ika terkejut.

"Dari tadi, Ma. Sejak mama berbicara sendiri,"

Ika bergeming. Ia memutar bola matanya dengan serius. Disaat otaknya mencari alasan ia berbicara sendiri, Rena berjalan dan menarik tangan mamanya.

"Pasti mama kelelahan 'kan? Makanya nyari hiburan dengan berlagak seperti acting? Rena juga suka begini, Ma. Siapa tau dari bakat terpendam bisa ada hasilnya suatu saat,"

Ika tertawa kecil. Akhirnya Rena tidak terlalu mempermasalahkan dan bertanya panjang lebar padanya.

Apa jadinya jika Rena terus mencecarnya alasan berbicara sendiri? Yang ada Rena akan mengetahui jika terjadi hubungan masa lalu antara ayahnya Adit dengan dirinya.

Tidak… cukup hanya Ika dan Reno yang tau. Ika tidak perlu menjelaskan masa lalunya pada anaknya sendiri. Apalagi status lelaki itu adalah ayah dari sahabat anaknya.

"Ma, kita makan bersama, yuk?" bujuk Rena lembut.

"Ayo, Sayang,"

***

Ica jingkrak-jingkrak bahagia saat baru saja sampai di rumahnya. Berhubung orang tuanya masih sangat sibuk diluar negeri. Untuk beberapa waktu ini, Ica akan tinggal di rumah tantenya, Gea. Sekaligus rumah Gea akan menjadi pesta sweetseventeen Ica nanti malam.

Mata Ica sangat berbinar-binar. Dekorasi pesta ulang tahunnya terlihat sesuai harapannya. Terlihat klasik dan estetik. Tidak sia-sia ia meminta uang puluhan juta epada orang tuanya untuk menyewa dekor mewah. Harusnya diadakan di hotel bintang lima. Namun berhubung rangtuanya dan juga tantenya tidak memperbolehkan, terpaksa Ica mengadakannya di rumah gea.

Rumah gea tidak bisa disebut juga rumah sederhana. Suasananya seperti penthouse mewah. Cocok saja menjadi ptempat pesta keponakannya itu.

"Kamu suka semuanya, Ica?" tanya Gea.

"Ya ampun suka banget dong, Tante. Warnanya juga sofr banget. Aduh… jadi sayang kalau acaranya sudah selesai akalan dibongkar. Kalau perlu dekor begini terus saja dong, Tante,"

Gea tertawa mendengar perintah keponakannya yang bertipe manja dan kemauannya harus dituruti.

"Nanti kamu bakal bosan kalau ada yan lebih bagus,"

"Huh, pokoknya untuk yang sekarang, suka yang ini,"

"Oke, nantilah tante Gea bakal pasang. Semua demi untuk kepnakan tant yang tersayang ni,"

Ica memeluk erat tantenya. Tidak lupa cipika-cipiki saking bahagianya.

"Ica jamin nanti malam pestanya akan semakin meriah. DJ Glo sudah siap. Terus nanti malam ada Adit yang datang. Gak sabar mau nyanyi bareng dia, Tante,"

"Iya, Sayang. Pokoknya tante juga akan menjaga biar acaranya tetap kondusif," Ica mengulum senyum manis. Dengan ekspresi yang sangat senang, ia berjalan ke dalam berniat untuk melihat segala hal yang lainnya. Mulai dari konsumsi dan peralatan band nanti malam.

"Ica, tante boleh ajak teman gak ke acara ulang tahumu?" teriak Gea.

"Boleh tante. Kalau perlu ajak satu kumpulan geng sosialita tante," jawab Ica ikut berterak dari dalam.

Gea menaikkan alisnya dan mengukir senyuamn tipis. Ada-ada saja Ica itu. Gea tetap sadar diri, acara anak muda nanti malam, ya tetap yang harusnya dipangil adalah anak muda. Hanya saja, Gea tiba-tiba ingin memanggil satu orang saja. Teman geng sosialitanya selama ini, Keny.

Baru saja Gea ingin menelfon Keny, ca kembali datang ke hadapannya.

"Ada apa, ica?"

"Tante, kok gitarnya gitar murahan begitu? Harusnya gitar listrik yang harga puluhan juta! Masa gitar butut punya satpam yang dipakai? Malu-maluin?" jengkel Ica cemberut.

"Tadi malam tante sudah konfirmasi sama penjualnya, Sayang. Tapi barangnya belum datang sampai sekarang. Makanya kita pakai gitar yang ada dulu,"

"Memangnya tidak ada toko lain yang menjual? Tante cuma cari di satu toko saja?" cecar Ica.

Gea menyengir dihadapannya. Memang benar jika Gea tidak terlalu pusing dengan urusan gitar. Baginya, yang penting alat music itu berfungsi dan menghasilkan suara. Makanya semuanya sudah aman.

"Gak sih, Ica. Tante memang cari di toko itu saja,"

Ica cemberut mendengar. Ia langsung masuk kembali ke mobil. Tantenya dibuat penasaran. Ditahannya Ica sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil.

"Mau kemana, Ica?"

"Mau cari gitar mahal dong Tante. Pokoknya semua harus wow nanti malam. Mau ditaruh dimana muka Ica kalau pakai gitar murahan?"

"Ye, kamu ini sebenarnya mau fokus engan acaramu atau mau fokus dengan hal lain?" selidik Gea sambil senyam senyum.

Ica tertawa mendengarnya. Dengan kepala yang diangguk-anggukan, Ica berbisik lirih disana.

"Sekalian untuk gebetanku, Tante. Masa Adit pakai gitar yang standar doing? Kan sayang. Aapalagi nanti malam Ica akan duet dengan laki-laki si pangeran tampan itu. Cocok 'kan?"

"Mana tante tau cocok atau tidak. Tapi kayaknya feeling tante memang cocok,"

"Ya harus dong! Ica gitu! Wanita cantik dan banyak yang naksir! Tapi ica maunya ke Adit doing,"

Gea mencubit pelan lengan keponakannya.

"Jangan genit! Belajar yang benar, Sayang. Nanti orang tuamu marah kalau tau,"

Ica menjulurkan lidahnya merespon ucapan tantenya. Detik itu juga Ica langsung menutup pintu mobilnya.

"Bye, Tante. Aku pergi dulu. Oh iya, silahkan saja tante telfon temannya tadi," pamit GIca.

"Oke, Sayang,"

Gea pun secepatnya merogoh ponselnya dibalik saku celananya. Ia berniat untuk menelfon Keny.

***

Berkali-kali mamanya Adit memukul stir mobilnya. Bisa-bisanya ia memikirkan segala hal dengan begitu rinci. Ia mengingat bagaimana sakit hatinya Keny untuk pertama kalinya dihancurkan kepercayaannya.

Reno mengatakan padanya saat itu akan mengurus projek di Surabaya, namun aktivitasnya lebih banyak mengejar wanita yang entah ada hubungan apa antara Ika dengan Reno.

Keny tidak terlalu paham akan masa lalu suaminya. Pasalnya, Reno tidak menceritakan apapun. Disaat Keny melajukan mobilnya dengan kencang, dering ponselnya untuk kesekian kalinya berbunyi.

Saking kesalnya Keny, ia malas melihat ponselnya yang tergeletak di samping jok mbil.

"Akh, siapa sih? Ganggu banget!" kesal Keny lalu menarik ponselnya ke telinga.

"Apa?"

Tanpa melihat siapa yang menelfonnya, Keny langsung marah-marah mengangkat panggilannya.

"Wah, ada apa denganmu, Jeng?"

Keny tertegun. Dilihatnya layar pnsel. Nama Gea tertera disana.

Keny menarik nafas panjang. Nada suaranya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Ada apa, jeng? Sorry tadi—"

"Lagi marah-marah? Karena apa, Jeng?" sela Gea disebrang telfon.

"Akh, rumit, Jeng. Malas bahasnya sekarang. Yang ada nanti mobil kepleset kalau dibahas,"

"Astaga, jeng. Hati-hati bawa mobilnya. Jangan mengendarai dalam keadaan emosi," Gea mengingatkan teman sosialitanya itu.

"Aman, Jeng. Oh iya, kenapa, Jeng? Tumben menelfon?"

"Begini, Jeng. Nanti malam acara ulang tahun keponakan saya. Kayaknya temannya Adit juga. Jeng datang ya? Kita ceita-cerita juga. Sudah seminggu lebih kita gak temeu. Barangkali ada gosip-gosip gitu. Atau… jeng mau bahas masalahnya juga tuh. Curhat,"

"Baiklah, Jeng. Nanti malam saya ke rumah, Jeng,"

"Oke, ditunggu ya, Jeng. Take care bawa mobilnya," pamit Gea ditelfon.

TO BE CONTINUED