Disaat mereka semua lagi heboh-hebohnya dengan suasana kelas yang seperti pasar, tiba-tiba kedua suara perempuan membuat mereka semua fokus ke arah pitu. Ira dan Suci menepuk tangannya di ambang pintu sana.
"Gaes, bu Dora sudah datang!" kata Ira panik.
"Atur posisi gaes," ucap Suci tak kalah cempreng dari suaranya Ira.
Tak perlu menunggu waktu lama, semua penghuni kelas terdiam dan duduk manis di kursinya masing-masing.
Hari ini adalah mata pelajaran yang akan diampuh oleh salah satu guru terkiller di sekolah mereka, Bu Dora.
Sebenarnya panggilan Bu Dora hanyalah julukan siswa-siswanya. Namanya aslinya Baribella. Tapi karena katanya rambut seperti Dora, maka terciptalah panggilan yang entah asal muasalnya berasal dari siswa mana. Bu Dora adalah guru paling terkiller.
Sebenarnya banyak guru killer di sekolahnya Rena. Tetapi satu kelas kompak mengatakan jika Bu Dora adalah guru paling terkiller.
Jangan ada keributan di kelasnya saat mengajar. Sekali terjadi, bersiap satu kelas berurusan dengan BK dan akan dihukum berlarian ke lapangan. Walaupun hanya satu yang memperbuat, semuanya tetap akan kena tanpa terkecuali.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Dora sambil berjalan masuk dengan sikap tubuh tegak. Tanpa ada senyuman di raut wajahnya.
"Selamat pagi, Bu," ujar satu kelas kompak.
Bu Dora menarik bukunya dan peralatan mengajarnya diatas meja. Namun belum sempat ia terduduk, ia menatap bangku kososng yang tidak terisi tepat dihadpannya. Lalu melihat ke arah Rena, sang pemilik kursi di depannya itu.
"Loh, kok kamu duduk disitu, Rena?" tanya Bu Dora mengerutkan dahinya.
"Iya, Bu. Saya memilih duduk disini,"
"Saya tidak suka ada kursi kosong di depan saya. Kembali duduk di kursimu, Rena!"
Rena terdiam sesaat. Malas sekali rasanya Rena menuruti permintaan bu Dora. Tapi jika tidak dituruti maka itu artinya Rena mengacuhkan perintah bu Dora. Rena menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jujur, ia tidak langsung bergerak karena itu artinya ia akan berdekatan duduk dengan Adit.
Rena kembali memikirkan janjinya juga. Ini semua karena ia pun telah berjanji dengan mamanya. Belum lagi yang membuat Rena semakin malas adalah, Adit ternyata cuek perihal dirinya yang pindah tempat duduk.
Fix! Rena tidak mau menuruti perintah gurunya. Lagi pula, Rena kembali berpikiran, lebih penting mana, menuruti perintah guru atau menuruti perintah orang tua? Ya, begitulah kira-kira pemikiran Rena kali ini.
"Maaf, Bu. Saya memilih duduk disini saja," kata Rena sopan.
Bu Dora langsung mengatur frame kacamatanya yang bertengger dihidungnya. Sebentar lagi mulutnya siap mengoceh kepada Rena. Namun sebelum itu terjadi, Ica yang bersuara lebih dahulu.
"Bu, begini saja. Saya ada usul supaya kursi itu tidak kosong," sahut Ica dngan wajah seriusnya.
Bu Dora malah menjadi penasaran. Seumur-umur, ketua kelasnya 11 Ipa 1 itu memasang wajah serius disana.
"Apa, Ica?"
"Jadi… supaya kursinya tidak kosong, Revan tolong duduk didekat Sury saja. Nanti biar saya yang satu meja dengan Adit,"
"Ih no! Kamu jangan pindah dong, Ica! Kalau lu pindah tempat duduk, gue sama siapa?" timpal dayangnya Ica.
"Noh, lu duduk sama dia," kata Ica menujuk Ica.
Ira langusng bergidik tidak suka.
"Jadi aman 'kan Bu?" tanya Ica menatap gurunya di depan papan tulis.
"Tidak! Kamu ini Ica! Menyesal ibu mendengar arahanmu itu. Di kelas ini tidak boleh ada duduk berduaan dengan lawan jenis," tegas bu Dora menolak arahan Ica.
"Ih, Ibu. Gak apa-apalah,"
Ica menjadi tidak terima dan langsung beranjak berdiri. Disana ia menarik tas Revan, juga orangnya ke samping Sury. Revan terlihat menyengir. Tidak masalah bagi Revan jika duduk satu meja dengan Sury. Sementara ia langsung duduk disamping Adit. Tidak lupa Ica menampilkan deretan giginya setelah semua urusan menjadi aman terkendali sesuai keinginannya.
Bu Dora sedari tadi bergeming diatas sana. Ia menyaksikan sikap Ica yang sudah berkategori kurang ajar. Namun sayangnya, Ica tidak peduli dengan ekspresi kemarahan bu Dora. Ica sudah lupa ingatan gara-gara ambisinya yang begitu mudah.
Ambisi dimana ada celah bisa satu meja dengan Adit. Ica menoleh ke belakang dan melihat Rena yang berekspresi sedikit was-wasa akan sikap bu Dora nantinya.
"Eh, lu sih sinting, si anak pembantu! Lu duduk dekat Ira biar gak ada kursi kosong di kelas ini. Nanti gue bakal taruh kursi yang lu pakai," titah Ica, sekali lagi tanpa wajah bersalahnya memerintah.
BRAK!
Gebrakan pukulan meja terdengar. Bu Dora sudah kehilangan kesabaran melihat tingkah Ica yang tidak mengharagai sang guru. Semuanya langsung menundukkan kepala. Hanya Ica yang fokus menatap wajah Bu Dora.
"Ica, kamu ini betul-betul seperti bos disitu!"
"Bu, saya ini ketua kelas. Jadi berhak mengatur urusan sepert ini. Ini juga permintaan ibu 'kan yang tidak mau ada kursi menganggur?"
"STOOOOOP!" teriak Bu Dora dengan nada melengking.
"Saya akan lapor kamu ke wali kelasmu, Ica! Kamu tidak pantas menjadi ketua kelas. Jiwa otoritermu terlalu berlebihan. Satu lagi, kamu kembali uduk ke tempat dudukmu! Biar ibu yang atur semuanya !"
"Aduh, Bu. Tidak mau. Kalau berhenti jadi ketua kelas gak apa-apa deh. Asal kalau sdisuruh gak semeja dengan Adit, aku gak mau. Hak paten ini , Bu," ujar Ica bersuara manja.
Bu Dora geleng-geleng melihat tingkah Ica. Refleks satu kelas meminta Ica patuh pada perintah sang guru termasuk Adit.
"Ica, kembali ke tempat dudukmu sebelum Bu Dora makin mengamuk," bisik Adit sangat pelan.
"Tidak, Adit. Aku mau duduk di dekatmu.,"
Bu Dora tidak mau ambil pusing. Ditariknya Sury dan membawa anak itu duduk disamping Ira. Setelah itu, Bu Dora menarik Adit untuk duduk disamping Revan. Ica menjadi tidak terima. Kini ia duduk sendirian dibangku depan.
"Ih, Bu! kok Adit dipindahkan sih?"
"Diam!" jengkel Bu Dora.
Guru itu lalu berjalan ke belakang dan menarik tangan Rena disana. Tidak ada yang bisa mengelak karena tatapan amarah Bu Dora sangat nampak. Dengan tubuh bergemetar ketakutan, Rena pasrah saja ditarik bu Dora.
"Kamu duduk disini Rena, satu meja dengan Ica! Siapa suruh kamu dari tadi disuruh pindah kembali ke kursi tidak mau," ucap Bu Dora kesal pada Rena juga.
Ica mengangga. Rena pun mengigit bibirnya sendiri dengan gemas. Rena tertimpa dua masalah besar disana. Itu artinya tempat duduknya lebih buruk dari sebelumnya.
Tidak pernah terbayang Rena akan satu meja dengan Ica. Lalu… tepat di samping kanan, ujung-ujungnya Rena bersebelahan duduk dengan Adit.
'Ish! Sial!' batin Rena emosi.
Terpaksa Rena tidak ada pilihan lain disana. Begitupun dengan Ica yang langsung memasang wajah paling masamnya. Sengaja Ica menggeser kursinya menjauh dari Rena. Bahkan posisi kursinya sampai melewati batas meja.
TO BE CONTINUED