Chereads / Red Girl and White Wolf / Chapter 19 - Kamu Bukan Siapa-Siapa

Chapter 19 - Kamu Bukan Siapa-Siapa

Sebelum semua ini berlangsung, mengapa Cleo dengan senang hati menerima permintaan Mr. Rolleen untuk menunggui Lucio pulang, ialah bukan tak lain adalah mencari kesalahan yang cukup fatal guna membuat Mr. Rolleen marah sehingga tanpa peringatan pria tua itu akan mengusir Lucio secepatnya. Di hadapan Mr. Rolleen, Cleo berlagak seolah-olah dirinya tengah mengkhawatirkan Lucio yang tak kunjung pulang, hanyalah alibi yang coba dia bangun untuk meyakinkan Mr. Rolleen.

Namun lihat sekarang, alih-alih membelanya, Mr. Rolleen justru berpihak kepada Lucio seolah-olah pria itu tidak pernah melakukan kesalahan. Sekalipun melakukannya, di mata Mr. Rolleen Lucio tetap lah tidak bersalah.

Mengerikan sekali!

Begitu Cleo merasa lelah berdiam diri dengan makian hebat di dalam hati, dia melangkah memasuki pondok dengan wajah suram. Cleo sangat kecewa. Namun, kekecewaan gadis itu mendadak lebur tergantikan perasaan marah, begitu kedua maniknya berhasil menangkap seluit Lucio yang sedang berdiri sembari menyenderkan punggung di depan pintu kamarnya.

Apakah pria itu sedang menunggunya?

Cleo mengedipkan mata berulang kali, tetapi ketika Lucio mendongak dan menemukan keberadaannya tidak jauh di depan, siapa yang tahu bahwa tepat setelahnya Lucio akan menyeringai sembari menatap Cleo mengejek.

Rasanya Cleo ingin berlari dan mencekik leher Lucio hingga patah saking kesalnya. Dia berharap dengan bertingkah demikian pria itu akan segera mati seketika. Cleo mungkin tidak peduli akhirnya, tentang bagaimana reaksi Mr. Rolleen setelahnya. Sebab yang Cleo tahu bahwa dirinya hanya harus memberi pelajaran agar kekecewaannya tidak berujung sia-sia dengan total.

Sembari menyipitkan mata dengan wajah serius, Cleo membidik kaki Lucio dengan sorot tajam. Gadis itu berniat menjatuhkan Lucio hingga terjerembab di atas lantai. Begitu Cleo berjalan dengan langkah cepat menuju Lucio, siapa menduga bahwa tingkah gadis itu sangat mudah ditebak, terlebih pada Lucio. Dengan mudah Lucio menahan kepala Cleo yang berniat menyundulnya setelah tidak berhasil membuatnya terjatuh. Alhasil, kini penampakan Cleo tak ubahnya dengan seekor banteng liar yang sedang ditawan.

"Kamu gila!" Cleo berteriak tidak tahan. Gadis itu dengan berani menghempaskan sebelah tangan Lucio yang tengah menahan kepalanya.

Lucio terkekeh mengejek. "Sepertinya kamu harus berkaca dan lihat siapa yang gila sebenarnya." Pria itu menarik napas begitu menambahkan, "selain itu, trik murahanmu tadi benar-benar menyedihkan. Apa kamu pikir Mr. Rolleen akan mengusirku setelah mengetahui aku pulang terlambat. Jangan bodoh! Kamu sendiri tahu bahwa kita berdua sudah sering terlambat dan Mr. Rolleen selalu bisa memaafkannya. Sama seperti hari ini, dia pun memaafkanku." Sorot Lucio semakin tajam. "Sebaiknya kamu menyerah untuk membuatku pergi dari sini, karena sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan wasiat terakhir kedua orang tuaku."

Cleo mendelik jengkel. Pada akhirnya, Lucio selalu bisa membaca dirinya dengan mudah, atau mungkin dia lah yang sedari awal telah membuat semua ini menjadi mudah.

"Selama ini Mr. Rolleen tidak pernah marah saat melihat kita terlambat adalah karena aku ada bersamamu. Mr. Rolleen tidak akan marah jika itu menyangkut diriku." Cleo mencoba beralasan.

Lucio tiba-tiba terkekeh sinis. "Jangan bercanda," balasnya sengit, "Mr. Rolleen tidak marah bukan karena dirimu, melainkan karena dia memang tidak berniat untuk marah. Mr. Rolleen hanya akan membuang waktunya bila mengurusi hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting."

Cleo kontan menyipit marah begitu mendengar perkataan Lucio. Pria itu seolah tengah memperjelas keberadaan Cleo yang bukan apa-apa di mata Mr. Rolleen.

Hei! Lucio pikir dia siapa? Dia hanyalah pria asing yang kebetulan masuk jalur mudah di pondoknya. Sementara dirinya ... adalah cucu Mr. Rolleen meski mereka tidak sedarah.

"Jangan seenaknya mengatakan hal seperti itu!"

Sekali lagi Lucio menyeringai. "Kenapa? Marah?"

Cleo benar-benar emosi dan dia sudah berniat untuk memberi pelajaran kepada Lucio andai saja Mr. Rolleen tidak datang tepat setelahnya. Sementara itu, Lucio lah yang beranjak dan memasuki kamarnya lebih dulu ketika Mr. Rolleen menegur untuk meminta mereka segera beristirahat. Di saat yang sama Cleo justru tidak bisa bergerak dari posisinya. Telinganya seolah berdengung menyakitkan saat untaian kata terakhir yang dibisikkan Lucio sebelum benar-benar beranjak, sungguh membuatnya ingin menangis.

"Cleo, kamu bukan apa-apa di mataku dan mungkin juga Mr. Rolleen. Faktanya, kamu hanyalah gadis yang cukup beruntung dapat hidup bersama Mr. Rolleen karena dia hanya kasihan padamu." Cleo bahkan sangat ingat bagaimana wajah mencemooh yang Lucio tampilkan di saat-saat terakhir sebelum pria itu akhirnya menutup pintu kamarnya. "Kamu hanya lah beban," sambungnya.

***

Di saat yang sama, di sebuah gang, sekelompok pria berjubah hitam dengan topeng berwarna serupa memasuki gang dengan tergesa. Mereka berbondong-bondong membenahi sisa-sisa mayat yang tidak lagi utuh ke dalam wadah berbahan plastik. Bau anyir darah seketika menyeruak. Tidak ada gambaran lain selain penampakan mengerikan dengan daging-daging terkoyak habis disertai kerangka-kerangka manusia. Mereka sama sekali tidak berbentuk.

Di sisi lain, tidak jauh dari gang yang sedang melakukan evakuasi tersembunyi, sebuah kereta kuda dengan penjagaan ketat oleh sekelompok pria berjubah serta bertopeng hitam serupa, tiba-tiba bergerak dan berhenti tepat di depan mayat-mayat yang sengaja dikumpulkan di atas jalan. Mengingat saat ini sudah lewat tengah malam, keadaan benar-benar sepi. Tidak ada siapapun yang pernah melintas di kawasan ini. Bukan tanpa alasan, mengigat tempat ini adalah salah satu wilayah tertinggal yang tidak lagi berpenghuni. Karena itulah gang-gang sempit di sekitarnya menjadi jauh lebih mengerikan dari yang dapat dibayangkan.

Sampai kemudian, kereta kuda itu berderap terbuka dan menampilkan sosok tak asing tengah menuruni tangga kereta. Tidak lain dan tak bukan, dialah menteri Aran yang terhormat. Kendati pria itu tidak mengenakan jubah hijaunya yang khas, tetapi bahkan di kejauhan seperti ini, tampaknya seseorang dapat dengan mudah mengenalinya.

Menteri Aran berjalan mendekati mayat-mayat tersebut. Begitu sosoknya mendekat, kontan salah seorang pria berjubah dengan topeng hitamnya bergerak cepat membuka salah satu penutup yang memisahkan jarak pandang langsung menuju sisa tubuh yang telah remuk tersebut.

Meringis sembari menutup hidung, menteri Aran memejam sesaat setelah menyaksikan sendiri bagaimana buruknya kondisi tubuh itu.

Menteri Aran sontak berbalik lalu menatap Lux yang sedang menatapnya dalam diam. "Lux, apa kamu yakin kondisi mayat seperti ini benar-benar terjadi karena serangan hewan buas?" tanyanya, antara percaya dan tidak. Namun anggapan itu mulai terpatahkan begitu menteri Aran mendapati anggukan samar yang ditunjukkan kaki tangannya itu.

"Benar, Tuan." Lux melangkah lebih maju, membuka penutup yang ada di sebelahnya dan memperlihatkan satu mayat lainnya. Kondisinya jauh lebih mengerikan bila dibandingkan dengan yang sebelumnya. Sama sekali tidak ada yang tersisa, daging-daging terkoyak seolah gigi-gigi tajam telah mengunyahnya hingga berubah menjadi daging cincang yang tak layak.

"Hewan apa yang bisa melakukan hal sekeji ini?" Menteri Aran menyorot tak percaya ke arah pria berjubah hitam tersebut. "Lihatlah, mereka adalah orang-orang tangguh yang aku latih dan pilih dengan teliti, jadi katakan Lux, hewan apa yang mampu membuat prajurit Black milikku sampai terkoyak tanpa sisa."