Chereads / Raka & Alanna / Chapter 14 - "Adam"

Chapter 14 - "Adam"

"Yakin mau lo ngomong kayak gitu?"

"Iya, lo tau apa itu pacaran kan?" tanya balik Alanna untuk mempertegas.

"Tapi -"

"Yah, lo gak mau yah, padahal katanya lo pengen ngelindungin gue."

"Ya udah."

"Apa?"

Raka memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. "Kita pacaran."

"Yes!"

"Lo seneng?"

"Menurut lo?"

Raka masih merasa tidak percaya. "Apa yang membuat lo merasa kita harus pacaran?"

Alanna yang sudah membalikkan badannya untuk pergi menuju anak tangga yang menghubungkan ke kamar nya tersebut kembali berbalik dan mendekat ke arah Raka.

"Karena, gue muak liat lo bohong terus. Lo bohongin banyak orang soal status kita, dan gue dikasih kesempatan buat hidup lagi bukan untuk berbuat dosa."

Hening.

Raka termenung sementara Alanna kini benar-benar pergi menuju ke arah kamarnya.

"Dasar."

~¤~

"Lo gak usah canggung sama gue."

"Ngarang lo."

"Gue ngasih tau bukan nanya."

"Gue gak canggung, emang kalo makan gak boleh sambil ngomong."

Alanna mengerlingkan bola matanya. "Gerak gerik lo juga kaku kok, gak kayak biasanya. Lagian, anggap aja karena kita dalam misi yang sebenarnya, jadi status kita harus jelas agar gak ada salah langkah ke depannya. Lo pasti gak akan biarkan cewek lain masuk saat kita dalam misi ini kan?"

"Maksud lo, ada kemungkinan lo bakal cemburu kalo gue didekatin cewek lain?"

"Entahlah. Bisa iya bisa nggak, tergantung sifat yang lo tunjukkin ke gue."

Raka tidak tahu hal apa yang terjadi tapi sekarang ia merasa tidak bisa banyak mendebat Alanna bahkan untuk masalah sepele seperti ini.

"Setelah ini, bakal ada temen gue, namanya Freya, gue gak tau persisnya kapan dia bakal dateng ke rumah gue buat main, tapi yang jelas dia bakal datang setelah gue sama dia jalan-jalan di hari weekend. Gue lupa persisnya tanggal berapa. Nanti dia juga bakal ngajak lo kenalan, dan lo harus bilang kalo lo itu cowok gue."

"Biar dia gak ngedeketin gue?"

"Biar dia gak jadi penghalang di misi kita lah. Emang lo masih gak ada rasa sama gue ya nyampe sekarang?"

Balasan telak Alanna membuat Raka spontan bungkam. Wajahnya kembali memaling melihat ke arah lain, sedangkan cewek yang duduk di depan Raka ini tertawa dengan rasa puas.

"Seingat gue juga nanti Gerald bakalan datang ke rumah gue."

"Siapa Gerald?"

"Mantan gebetan gue. Dia sempat nolak gue tapi pas gue udah gak suka sama dia, malan dia ngejar gue sekarang."

"..."

"Tapi lo tenang aja, gue pastiin gue gak akan biarin dia masuk diantara kita."

"Begitukah? Apa dia cowok yang baik?"

"Kalo dia gak baik gue pasti gak akan suka sama dia lah. Dia itu udah cakep, sopan, ketua OSIS yang banyak dikecengin sama teman-teman gue juga. Sosok yang sempurna."

"Lo masih berharap sama dia?"

"Menurut lo?"

"Entahlah, makanya gue tanya."

"Nggak. Gue udah gak ngarep sama dia lagi. Awalnya sih iya gue suka sama dia bahkan sampai di detik gue mati gue masih suka sama dia. Waktu dia datang ke rumah gue itu karena dia disuruh sama Bokapnya gitu buat kenal lebih dekat sama Papah gue. Hubungan bisnis."

"Apalagi hal penting yang lo ingat?"

"Freya, Gerald.. siapa lagi ya? Mungkin Thea? Tapi buat si Thea gue gak tau gimana lanjutannya karena emang itu alur baru. Gue gak bisa liat masa depan yang gak pernah kejadian sebelumnya."

Raka mengangguk paham.

"Tapi.."

"Apa?"

"Sebentar, gue inget-inget dulu.."

Hening.

Raka memberi ruang agar Alanna bisa menemukan jawaban dari ingatannya sendiri.

"Kalo gue gak salah inget, nanti.. temen tongkrongan lo di sekolah itu, ada salah satunya yang mati."

"Hah? Jangan becanda lo!"

Alanna menatap Raka serius. "Ini ingatan gue dan hal itu belum terjadi. Jadi kita bisa mencegahnya selagi kita bisa menemukan orang yang mungkin menjadi penyebab kita dan juga teman lo itu mati."

"Siapa teman gue yang mati? Dan kapan waktunya?"

"Kak Adam. Beberapa bulan sebelum kematian kita. Bisa jadi itu awal-awal kita masuk sekolah."

Deg.

Adam?

Memang antara Adam dan dirinya tidak terlalu akrab seperti Raka dengan teman-temannya yang lain. Tapi tetap saja, kenapa harus Adam? Kenapa harus orang yang dekat dengannya?

"Lo tau gak dia mati karena apa?"

"Kecelakaan, tapi gue gak tau apakah hal itu benar atau nggak. Soalnya kematian Kak Adam gak begitu marak dibicarakan. Malahan kasusnya dirahasiakan gitu."

Raka terdiam, ia sibuk dengan isi otaknya sendiri. Sehingga ia membuka ponselnya untuk menghubungi Adam.

"Halo Dam?"

"Apa Ka?"

"Lo bisa datang ke rumah gue gak?"

"Lah? Ngapain dah?"

"Pokoknya sini aja dulu, kalo bisa jangan ajak anak-anak yang. Cukup lo aja."

"O-oh, oke oke gue otw kesitu sekarang."

"Ada hal penting yang menyangkut nyawa lo."

"Nyawa gue? Emang ada hal apa yang bikin nyawa gue terancam?"

"Nanti aja gue omongin disini."

"Oke deh gue kesitu."

"Oke gue tunggu."

Tut.

"Dia bakalan kesini?"

Raka mengangguk pelan. "Iya karena gue rasa kita perlu ngasih tau dia juga soal ini. Adam salah satu teman yang paling banyak berkontribusi buat gue."

"Jadi maksud lo, lo ingin membalas budi sama dia dengan ngasih tau soal ini?"

"Iya."

"Gue setuju."

Karena info yang dibawa Alanna ini, Raka jadi merasa sedikit was-was. Ia sama sekali tidak bisa tenang.

"Kalo dia datang, gue balik dulu ke rumah ya."

"Gue ikut!"

"Gak, lo diem aja di rumah. Biar gue yang omongin sama dia."

"Kenapa? Kan gue bisa bantu lo buat jelasin kronologinya."

"Gue udah tau kronologinya, yang tadi lo omongin kan?"

"Jangan bilang lo ada nyembunyiin cewek di rumah lo itu?"

"Ya udah, lo boleh ikut."

Di tengah pembicaraan mereka, ponsel Raka bergetar dan ia segera mengangkat sambungan dari Adam tersebut.

"Lo udah nyampe? Oke, gue kesitu sekarang."

Tut.

"Gue ikut!"

~¤~

"Tumben banget lo minta gue buat ke rumah lo malam-malam. Ada urusan apa?" tanya Adam to the point.

"Gue gak tau harus ngasih tau lo darimana, tapi gue harap nanti lo akan percaya omongan gue ataupun Alanna."

Adam mengernyit bingung. "Serius ya? Soal apaan sih?"

Alanna melirik sebentar ke arah Raka yang mengangguk mempersilahkannya untuk berbicara.

"Pertama-tama, lo percaya gak Kak kalo kemustahilan itu bisa aja terjadi?"

"Contohnya?"

"Orang yang sudah dinyatakan meninggal bisa hidup lagi."

"Oh iya gue percaya hal itu. Kakek gue juga udah dinyatakan meninggal taunya bisa hidup lagi karena kuasa Tuhan itu ada."

"Jadi lo juga percaya akan hal reinkarnasi dan semacamnya kan?"

Adam mengangguk walaupun ragu-ragu. Bisa saja kan dari milyaran manusia di bumi memang beberapa dari mereka mendapat kesempatan untuk hidup kembali?

"Gue ngerasain hal itu," tuntas Alanna yang membuat Adam terbelalak kaget.

"Becanda lo? Reinkarnasi siapa lo?"

"Gue serius. Lebih pantasnya gue disebut time traveler. Gue tau takdir gue mati di enam bulan yang akan datang, tapi sekarang gue hidup di waktu ini buat ngubah takdir pahit gue jadi akhir yang bahagia. Gue rasa sih gitu."

"T-tapi bagaimana bisa? Karena apa kematian lo itu?"

"Karena dibunuh, bukan hanya gue tapi juga Raka. Itulah alasan kenapa gue dan Raka harus selalu sama-sama."

"H-hah?"

"Lo pasti ngerasa ini cuman omong kosong, tapi omongan Alanna bisa aja terbukti kalo kita gak dengerin dari sekarang. Dan gak ada salahnya kita berhati-hati sampai waktu yang sudah tertulis pada takdir bisa terlewati."

"Memangnya kapan gue mati?" tanya Adam menatap Alanna dan Raka bergantian.

"Takdir lo mati mungkin dalam waktu dekat ini, jarak waktunya hanya beberapa minggu, seingat gue kayak gitu Kak."

"J-jadi apa yang bisa gue lakukan sekarang?"

"Kita sama-sama cari sampai tuntas karena apa lo mati atau siapa orang yang bunuh gue dan Alanna. Karena Alanna hanya mampu mengingat satu orang diantara dua orang yang menjadi pelakunya. Siapa tau kasus lo dan kasus gue masih berkaitan."

"Sebentar, jadi maksud lo, lo balik ke waktu enam bulan yang lalu di saat kejadian lo mati dibunuh?"

"Tepat sekali," jawab Alanna cepat.

"Wah, serem juga ya.. lalu apalagi yang bisa lo kasih tau dari masa depan?"

Alanna menarik nafasnya. "Sayangnya gue bukan orang dengan ingatan yang baik Kak, dan gue juga enggan mengingat hal-hal yang sedang terjadi pada saat sebelum gue mati. Menurut gue hal yang udah terjadi, ya udah terjadi aja, gak ada cara buat ngulangin. Tapi, untuk beberapa kejadian yang menurut gue itu penting, baru gue bisa ingat. Terutama setelah gue balik ke waktu enam bulan lalu ini."

"Kalo gue boleh tau, saat itu gue mati karena alasan apa?"

"Kecelakaan. Seingat gue sih lo dikabarkan mati karena kecelakaan, gue ingat hal itu karena semua siswa satu sekolah diharuskan berkunjung ke rumah duka dan pemakaman lo."

"Kecelakaan ya," Adam manggut-manggut.

"Kita liat aja hasilnya, dan untuk mencegah hal itu gue minta lo selama satu bulan ke depan buat berangkat bareng kita. Atau kalo pun lo pengen tetap di rumah, lo harus dijemput sama anak-anak."

Adam mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Kayaknya gue ambil opsi ke dua, karena gak mungkin juga gue jadi beban diantara hubungan kalian berdua. Btw, makasih udah kasih tau gue soal ini."

●●●