Chereads / Raka & Alanna / Chapter 20 - "Misi Selanjutnya"

Chapter 20 - "Misi Selanjutnya"

"Ada hal serius yang harus gue kasih tau ke lo semua. Soal Adam."

"Adam? Kenapa Adam?" tanya Leon bingung.

"Ada gak diantara kalian yang penasaran sakit apa si Adam?"

"Emangnya dia sakit apa?" Bian semakin keheranan.

"Biasanya juga kalo dia sakit, paling sehari, besok masuk sekolah lagi," celetuk Antonio santai.

"Tapi sakitnya dia sekarang karena kecelakaan, gue gak tau gimana dia bisa kayak gitu. Tapi ingatan si Adam tertuju pada satu pelaku diantara kita saat ini."

Antoni, Bian dan Leon saling berpandangan satu sama lain dengan tatapan bingung.

Brak.

"Jadi lo nyalahin gue atas kecelakaan si Adam?!" Rendy menggebrak meja kantin. "Apa harus gue bersumpah atas nama Tuhan kalo bukan gue pelakunya?!"

Ucapan Rendy menyulut Raka yang sedari tadi menahan emosinya untuk tidak murka di depan umum.

Tapi sekarang semuanya sudah terlambat. Raka mengangkat meja dan ia dorong ke arah Rendy sampai cowok itu terhempas dari kursi yang ia duduki.

Keadaan tenang di kantin sebelumnya menjadi gaduh. Terlebih saat Raka menindih tubuh Rendy dan,

Bugh

Bugh

Bugh

"Lo, si broken home gila yang mencelakai teman lo sendiri! Gak nyangka gue Ren sama sekali gak nyangka!"

Rendy memegangi rahangnya yang terasa berdenyut sakit. Ia dibantu untuk berdiri oleh Leon dan Bian, sementara Antoni menahan Raka agar menjaga jarak.

"Bro, sadar! Dia teman kita, bagian dari kita! Lo kenapa?!" tanya Antoni bingung.

"Dia pelakunya! Kalian semua pasti gak tau kan? Si Adam celaka gara-gara dia!"

"Gue gak coba mencelakai dia gue justru bantu buat bawa si Adam ke rumah sakit sendirian! Harusnya lo mikir Ka, kalo gue yang mencelakai, seharusnya gue pergi dari TKP!" balas Rendy.

"Raka berhenti!"

Raka yang sudah beranjak untuk memukul Rendy terhenti karena suara seseorang yang membuat ia mengurungkan niatnya.

Hening.

"Kita belum bisa kasih kesimpulan kalo emang Kak Rendy yang bersalah Ka. Lo kenapa harus kayak gini?" Alanna melesak masuk di kerumunan dan mendekat ke arah Raka lalu berdiri tepat di hadapannya.

Tapi Raka tidak menjawab perkataan Alanna, alih-alih itu, ia menoleh dan menunjuk Rendy tepat di depan wajahnya.

"Lo, kalo nyampe lo terlibat membunuh gue di waktu lima bulan dari sekarang, gue pastikan lo mati di tangan gue sebelum waktu itu tiba."

Semua orang langsung membuka jalan saat Raka bergegas meninggalkan area kantin.

Leon, Bian dan Anontio yang masih bingung dengan hal yang terjadi pada kedua temannya itu mencoba mengorek informasi dan penjelasan dari Alanna.

"Lebih baik salah satu dari kalian bawa Kak Rendy ke ruang kesehatan dulu," ujar Alanna.

"Gue yang bawa dia ke ruang kesehatan, ayo Ren, gue bantu lo obatin lebamnya," ajak Leon. Dan Rendy hanya pasrah. Rendy percaya Alanna tidak akan ikut menyalahkan dirinya atas kecelakaan Adam apalagi saat hal tersebut tidak berbukti.

Raka memang tidak pernah berbohong, mereka semua tahu akan hal itu. Tapi bagaimanapun, Rendy juga bagian dari teman mereka meski mereka tidak tahu permasalahan apa yang tengah dibahas oleh Raka atas sebab kecelakaan Adam itu dan hubungannya dengan Rendy.

Setelah hanya tersisa Bian dan Antoni, Alanna mulai menceritakan kronologi kejadian yang ia tahu dari cerita Adam.

"Oalah, tapi kan posisinya si Adam pasti oleng gitu, buram dan gak bisa liat dengan jelas. Atau bisa aja motor mereka memang sama karena yang jual motor kayak yang kita punya kan gak cuman ada satu unit aja," tutur Bian.

"Gue gak menyalahkan Raka sih, karena bagaimanapun setau gue dia adalah orang yang rela berkorban demi orang disekitarnya meski dia gak tau yang mana yang benar, dia bakalan bela pihak yang keliatan lebih lemah," timpal Antoni.

Di sisi lain.

Kini Raka tengah berada di halaman belakang sekolah, bersama dengan Alanna di sampingnya.

"Lo masuk kelas aja sana, gue mau bolos."

"Gue juga."

Raka menoleh ke arah cewek yang ikut terdiam juga. Mereka hanya duduk bersebelahan tanpa saling berbicara.

"Gue kelepasan."

"Iya gue tau."

"Maaf."

Alanna menatap Raka dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kenapa harus minta maaf sama gue Ka? Lo gak ngelakuin kesalahan apapun."

"Tapi gue nyaris ngebongkar semuanya."

"Nyaris kan? Gue tau lo tadi emosi banget dengar si Rendy yang nantangin lo."

"Lo tadi ada di kantin?"

Alanna menganggukan kepalanya. "Gue baru aja masuk ke area kantin, pas banget liat Kak Rendy lagi gebrak meja terus lo langsung balas mukulin dia."

"..."

"Saat lo marah, serem juga ya?"

"..."

"Gue, jadi takut sama lo," Alanna terkekeh pelan.

"Jangan. Lo gak boleh takut sama gue, kalo lo takut sama gue lalu siapa orang yang bisa bikin gue gak jadi orang yang tempramental lagi?"

"Lo tempramental? Tapi gue juga loh, sifat kita berarti sama. Terus kenapa lo gak pernah marahin gue?"

"Artinya penyakit pikun lo udah parah nyampe gak pernah ingat saat gue bentak."

"Iya kan cuman bentak, padahal kan gue nyebelin."

Raka mendekatkan tubuhnya ke arah Alanna yang memundurkan tubuhnya secara spontan.

"Kalo gue nyampe bikin lo sakit, itu pasti karena malam pertama. Bukan karena perkara."

"G-gila lo ya?!" pekik Alanna yang langsung berdiri dan berlari menghindari Raka yang terbahak melihatnya.

Alanna memang cewek yang apa adanya, dan meskipun ia sangat kekanakan, tapi Raka bisa merasakan jiwanya yang begitu tulus.

~¤~

"Ka, lo hutang penjelasan sama kita. Si Rendy udah dibawa balik sama Om nya tadi. Dan Om nya murka banget liat kondisi dia yang babak belur, ulah lo," tutur Bian menjelaskan.

"Gak apa-apa, gue gak takut."

"Tapi lo hutang penjelasan sama kita Ka," desak Antonio.

"Gue gak bisa jelasin apa-apa."

"Tapi kata lo, Rendy yang mencelakai Adam kan?" tanya Leon memastikan.

"Iya. Gue dengar langsung dari cerita yang Adam bilang sama gue."

"Kok lo gak bilang di awal pas si Adam kecelakaan?" Bian menatap Raka kesal.

"Bukan gak bilang, tapi gue gak kepikiran buat langsung kasih tau lo semua saat Adam bilang kalo si Rendy terlibat sebagai pelakunya."

"Terus kenapa -"

"Gue butuh waktu buat ngebuktiin omongan siala yang benar diantara mereka. Apa dugaan si Adam atau justru penjelasan si Rendy tadi," tutur Raka memotong ucapan Leon.

"Ada masalah apa sih diantara mereka sekarang? Kok kita gak tau?" Tanya Antonio bingung.

"Detail masalahnya terlalu rumit. Tapi garis besarnya, karena perebutan harta Bokap gue. Udah ya, gue cabut sekarang."

Bian menatap Antonio, Antonio menatap Leon dan Leon menatap Bian. Mereka bertiga saling melempar pandangan bingung satu sama lain.

"Mungkin maksud si Raka, kita harus menjauhi si Rendy karena dia pengkhianat," tutur Antonio mengambil kesimpulan.

"Gue juga sependapat sama lo," tambah Leon.

"Justru, perasaan gue bilang kalo si Rendy itu berkata jujur. Karena yang gue liat dari pandangan matanya, dia sama sekali gak ada ketakutan waktu ngehadapin lo dan itu artinya apa yang dia omongin memang kebenarannya."

Raka menghela nafas dan memilih untuk segera pergi menuju ke kelas Alanna tanpa berniat untuk menanggapi satupun ucapan teman-temannya.

Bruk.

"Lo? Tumben, lo udah standby aja nunggu gue."

"Buruan balik."

"Iya iya."

Alanna berjalan di samping Raka yang langkahnya tidak secepat biasanya.

"Btw, lo gak latihan basket? Biasanya kan setiap awal minggu lo wajib masuk latihan?"

"Itu bukan prioritas gue sekarang."

"Terus maksud lo prioritas lo itu sekarang gue?" Tanya Alanna bergurau.

"Iya."

Tapi jawabannya justru dibenarkan Raka yang membuat Alanna menatap cowok tersebut kaget.

"Emang benar kan? Gue sekarang lagi dalam misi menjaga cewek yang udah nulis surat terakhir dan siap mati meskipun dia masih takut buat kayak gitu."

Alanna mengerucutkan bibirnya. "Gitu banget sih lo, gue bukan gak siap mati ya, kan lo yang ngelarang gue buat pergi duluan."

"Iya lah jelas gue larang, lo pikir aja sendiri kalo lo mati, sama siapa gue hidup setelahnya?"

Deg.

'Ya Tuhan, apa hamba diperbolehkan buat baper karena mendengar ucapan Raka sialan ini?'

"Buruan naek!"

"I-iya!"

"Kita bakalan pergi ke tempat Daniel."

"Siapa Daniel?"

"Temen kecil gue. Walaupun kita hanya sebatas tau."

"Kenapa harus berangkat ke tempat dia?"

"Karena gue pengen."

"Raka gue tanya serius sama lo."

Raka menarik nafasnya, "Karena dia salah satu anak geng motor. Setidaknya lo bisa liat nanti, stelan yang mereka pake dan pin yang mereka gunakan. Lo bilang lo masih ingat sepintas kan?"

"Iya gue masih ingat stelan jas dan jaket yang mereka pake, ada juga pin berlogo burung di atas sebelah kanannya."

"Burung apa?"

"Entahlah, gue gak terlalu tau bentuk burung apa itu, tapi kayaknya kalo liat langsung gue bisa ingat karena familiar."

"Burung cowok, lo pasti salah fokus."

"Raka gue serius! Kebiasaan deh lo ngejekin gue! Mana omongannya ngelantur! Udah jelas-jelas burung juga, burung yang sebenarnya."

Tawa Raka kembali pecah, kali ini lebih kencang dari biasanya.

Namun saat melihat Alanna yang jengkel, Raka berangsur-angsur menahan tawanya sendiri.

"Masalahnya, geng motor yang pake logo burung itu jumlahnya gak satu atau dua, jadi untuk memastikan satu persatu kita butuh waktu yang cukup lama kecuali langsung menemukan orangnya."

"Lama atau sebentar waktunya gak masalah kan? Selama kita berdua masih hidup."

"Bener juga."

●●●