Chereads / Raka & Alanna / Chapter 15 - "Perubahan"

Chapter 15 - "Perubahan"

Adam sudah pulang dari rumah Raka, begitupun Raka dan Alanna yang kembali masuk ke dalam rumah orang tua Alanna.

"Raka, sebenarnya gue gak terlalu yakin soal ini."

"Kenapa alasannya?"

Alanna menengadahkan kepalanya untuk menatap wajah Raka yang lebih tinggi itu. "Gue takut gue harus dapat konsekuensi karena gue mengubah garis takdir orang yang gak terlibat pada kejadian malam itu."

"Gak apa-apa, lo gak harus takut. Dan gak akan ada konsekuensi, buktinya lo hidup di waktu enam bulan dari sekarang itu semua karena lo diharuskan untuk mengubah takdir dimana ketidakadilan harus diakhiri. Mungkin aja Adam salah satu orang yang terlibat."

"Tapi, perasaan takut gue gak bisa hilang gitu aja Ka."

Raka membawa Alanna ke dalam pelukannya, mereka kini sedang berada di dalam kamar Alanna karena cewek itu yang meminta ditemani demikian. Hujan badai terdengar menakutkan di luar, menambah kesan suram pada suasana hati Alanna yang tiba-tiba merasa cemas.

"Lo gak usah takut. Sebelum lo mati gue adalah orang yang akan mati lebih dulu."

"Raka!"

Raka tersenyum dengan senyuman yang tulus lagi. "Itu perumpamaan, semoga semuanya bisa sesuai harapan kita."

"Amin," jawab Alanna nyaris bergumam.

"Lo tidur sekarang aja, gue juga mau balik ke kamar tamu."

"Gak boleh! Plis tungguin gue dulu nyampe gue bisa tidur."

Raka terlihat menimang, tanpa mengiyakan, Alanna tahu jika cowok itu akan memenuhi permintaannya karena Raka kembali duduk di atas kasurnya dengan bermain ponsel.

"Ya udah gue tidur sekarang ya," Alanna mulai merebahkan dirinya untuk mencari posisi terenak dan bersiap terbang ke alam mimpi.

Namun beberapa saat kemudian Alanna kembali terjaga dan menatap Raka yang balas menatapnya juga.

"Ngomong-ngomong, kenapa gue gak bisa ingat wajah satu orang lainnya ya? Padahal gue yakin gue sempat liat dia meskipun sekilas."

"Lo cuman ingat orang yang nembak lo kan?"

"Iya."

"Itu hal yang wajar, udah, gak usah dipikirin dulu. Lo fokus tidur aja, gue juga udah mulai ngantuk."

Alanna mengangguk, ia menuruti perkataan Raka untuk segera tidur.

Sedangkan Raka, beberapa menit kemudian setelah ia memastikan Alanna terlelap, ia kembali sibuk dengan pikirannya.

Raka hanya merasa heran, mengapa ia sama sekali tidak dibekali ingatan untuk bisa hidup kembali seperti yang Alanna rasakan? Jika saja Raka ikut bisa ingat tentang hal yang sudah terjadi di waktu 6 bulan yang akan datang itu, ia pasti bisa membereskan semuanya seorang diri.

Sayangnya disini hanya ingatan Alanna yang bisa ia andalkan, sementara Alanna hanya bisa mengingat 1 orang saja dari 2 orang misterius itu. Raka tidak menyalahkan cewek yang saat ini tengah tertidur, namun ia menyesalkan kenapa takdir buruknya tidak membiarkan Raka untuk menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkan orang lain.

"Gue gak tau harus bilang makasih berapa kali sama lo. Tapi, memang gue berterimakasih untuk banyak hal terutama perjuangan lo buat ngeubah alur takdir kita."

Jika dipikir lagi, ada banyak alur baru yang sudah mereka lalui bersama. Berkat Alanna setidaknya Raka bisa tahu jika Ayah nya melakukan hal demikian di masa lalu adalah demi kebaikannya.

Padahal jika takdir buruk memang sudah terjadi dan ia mati di rumahnya sendiri. Itu artinya Raka masih belum bisa berdamai dengan Frederick sang Ayah.

Rasa kantuk yang tiba-tiba menjalar membuat Raka enggan untuk pergi, jadi ia ikut merebahkan diri tepat di samping Alanna.

~¤~

"Hoam~" Alanna merasa tidurnya sangat nyenyak sampai ia bisa meregangkan otot-otot dan sendinya.

"Astaga!" sesaat kemudian ia memekik begitu melihat ada Raka yang tengah terlelap dengan raut wajah yang begitu damai, tepat berada di sampingnya, mereka berada di atas satu ranjang yang sama.

"Kenapa lo bisa ketiduran di kamar gue sih?" Gumam Alanna. Lalu kemudian ia mengutuk dirinya sendiri karena pada saat hujan turun tadi malam, Alanna meminta Raka untuk tidak pergi meninggalkannya sampai tertidur.

"Mungkin Raka lebih capek daripada gue. Karena, dia udah banyak nangis sejak beberapa hari ke belakang."

Tanpa berniat membangunkan cowok di sebelahnya ini, Alanna bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selama ia mandi, rasanya kerisauan yang tadi malam sempat singgah kini mengudara begitu saja. Alanna merasa pagi nya kali ini benar-benar berbeda. Entah karena hal apa.

Beberapa menit setelah ia selesai mandi, dan Alanna keluar dari dalam kamar mandinya, ia masih menemukan Raka yang terlelap dengan nyenyak.

'Dia selalu bikin menu sarapan, sekarang giliran gue yang nyiapin menu nya.'

Alanna keluar dari kamarnya dengan menutup pintu secara hati-hati.

Ia menemukan Bi Ida yang tengah menyirami tanaman di halaman belakang.

"Apa karena setiap pagi Bi Ida nyiram tanaman dulu, jadi Raka milih buat masak sendiri menu sarapannya?" tanya Alanna bergumam pada dirinya.

Lalu Alanna meneruskan langkahnya menuju ke halaman belakang.

"Bi Ida, minta tolong masakin menu sarapan dong. Raka belum bangun, terus dia juga keliatan lelah banget. Aku gak bisa masak soalnya, takut malah buang-buang bahan makanan aja."

"Oh gitu ya Non, baik, Bi Ida masakin ya. Non cukup tunggu aja di atas nanti Bi Ida kasih tau kalo udah matang."

"Makasih banyak ya Bi."

"Sama-sama Non."

Dan Alanna kembali beranjak pergi, hanya saja terdengar dari pintu utama ada seseorang yang menekan bel pintu rumahnya berkali-kali, membuat Alanna menautkan kebingungan.

"Siapa tamu jam segini di hari weekend?" dengan sedikit berhati-hati Alanna menuju ke ruang utama rumahnya. Ia mengintip sekilas dari balik celah pintu dan ternyata memang benar disana terdapat seseorang yang misterius.

'Siapa ya? Apa gue harus bangunin Raka aja?'

Sementara itu bel rumah nya terus saja ditekan hingga menimbulkan suara yang berisik.

"Non, siapa di depan? Itu tamu Non Alanna kah?"

"Jangan dulu di buka Bi, takut perampok. Mana disini cowoknya cuman ada satu, Raka doang."

"Oalah, baik Non, hati-hati aja ya Non. Bi Ida terusin masak lagi."

Alanna mengangguk paham, ia lekas bergegas pergi menuju ke lantai 2 dimana kamarnya berada.

Ceklek.

"Astaga!" untuk kali kedua Alanna memekik kaget karena tepat saat pintu kamarnya ia buka sudah ada Raka yang tengah berdiri di hadapannya.

"Siapa di bawah? Berisik banget."

"Gak tau! Tapi lebih baik kita langsung lapor polisi deh daripada dibuka pintunya, gue khawatir kalo dia pembunuhnya," jelas Alanna dengan panik.

Raka tidak menanggapi apapun seperti biasa, tapi ia sudah berlalu pergi dari hadapan Alanna.

"Raka! Tunggu dulu! Kita gak tau kan ada maksud apa orang itu di rumah gue?!"

"Oleh karena itu biarin gue yang buka pintunya. Siapa tau dia bawa kabar penting, tau gak?"

Alanna menggigit bibir bawahnya saat Raka selalu keras kepala dan memutuskan sesuatu hal dengan cepat.

Ceklek.

"Raka! Syukurlah lo ada disini, gue tau lo pasti gak akan pergi jauh-jauh."

Raka terkesiap melihat keberadaan Rendy yang mengetahui jika Raka berada di rumah Alanna.

"Rendy? Ngapain lo disini? Lo tau darimana gue ada di rumah Alanna?"

"Pertama, gue minta maaf kalo bel yang gue tekan terus-terusan mungkin bikin kalian terganggu, tapi ada info penting yang harus gue kasih tau sama lo!"

"Apa?"

"Jadi, tadi malam sepulang dari rumah lo, Adam kecelakaan!"

"Lo becanda kan?!"

"Nggak Ka gue berani sumpah! Gue baru balik dari rumah Nenek gue, dan pas gue di jalan gue liat ada kecelakaan, dan saat gue dekati, ternyata itu Adam!"

Raka menoleh ke arah Alanna yang ikut terkejut mendengarnya. Ia menarik tangan Alanna untuk pergi ke belakang.

"Rendy, lo tunggu sebentar disini."

"Iya."

Kini Raka sudah berada di ruang tengah dan menatap Alanna serius.

"Kenapa alurnya jadi gini?!"

"Mana gue tau Ka! Kan gue udah bilang kalo Kak Adam itu mati karena kecelakaan, berarti memang takdir dia gak bisa diubah."

"Tapi kenapa justru dipercepat setelah lo bilang kayak gitu sama dia? Apa mungkin kematian gue juga bakal datang sebentar lagi sama kayak si Adam sekarang?!"

Alanna menggigit bibir bawahnya, ia merasa sakit hati saat Raka membentak dirinya seperti ini. Tapi di sisi lain Alanna mengerti bagaimana kepanikan Raka.

"Buruan siap-siap, kita berangkat sekarang."

"Raka," Alanna menahan pergelangan tangan Raka.

"Apa?"

"Ini, ini yang gue maksud dengan ketakutan gue Ka," suara Alanna bergetar. Bahkan badannya pun demikian.

Raka terkejut melihat Alanna yang seperti ini, ia lalu memeluk Alanna dengan erat.

"Gue minta maaf, sikap gue udah berlebihan sama lo."

"Gak Ka, lo bener. Memang seharusnya gue gak harus punya keinginan buat ngebantu lo atau siapapun, di kesempatan kedua gue hidup ini, seharusnya gue cuman perlu gak datang ke rumah lo!" Alanna yang sudah frustasi dengan tujuan apa yang harus ia lakukan sebenarnya itu, meluapkan semua kebingungannya pada Raka.

●●●