Chereads / Raka & Alanna / Chapter 3 - "Aneh"

Chapter 3 - "Aneh"

"Posisi lo? Terancam maksudnya?"

"Aduh, lo gak akan ngerti maksud omongan gue tapi bisa kan lo ikutin aja apa yang gue arahin? Gue kayak demi ngelindungi lo!"

"Ngelindungin dari apa? Emang gue bakal dimakan tirex di khayalan lo? Atau gue bakal mati dibunuh gitu? Konyol."

"Iya emang gitu! Lo bakalan mati terbunuh."

"Oh ya? Lo pikir gue percaya?"

Alanna yang tidak bisa menahan rasa kesalnya mendekat ke arah Raka yang tidak bergeming dan memukul-mukul sebelah lengan cowok itu agak kencang.

"Bisa gak sih, lo bantu gue buat beberapa waktu ke depan aja. Apa yang gue arahin atau apa yang gue omongin, jangan jadi bahan ejekan lo! Gue disini dengan niat baik Raka!"

"Apa untungnya kalo gue nurutin arahan lo?"

"Untungnya nyawa kita, ah nggak, tapi nyawa lo terutama bisa gue selamatkan."

Hening.

"Ngelindur siang-siang lo."

"Lo bakalan nyesel kalo gak ngedengerin omongan gue!"

"Gue cuman nerima hal yang masuk logika. Kalo hal fiktif atau penjabaran dari mimpi buruk lo, gue sama sekali gak tertarik."

"Gue serius. Kalo aja saat itu cuman lo yang jadi korban pembunuhan, gue gak akan memaksakan diri buat ada disekitar lo sekarang dan terus nyoba nyari tau siapa dia!"

"Maksud lo?"

Alanna mendekatkan kembali badannya dan kini pandangan matanya dan mata Raka saling bertemu.

"Lo gak tau kan? Gue juga ikut terbunuh, kalo salah satu dari kita mati maka satunya pun akan begitu," terang Alanna setengah berbisik.

Raka terlihat agak tersentak tapi kemudian ia kembali menormalkan sikapnya.

"Jadi gue mohon, buat saat ini ke depan sampai waktu yang udah ditentukan karena gue gak tau itu kapan terjadi persisnya, lo ikutin apapun omongan gue. Ini permintaan bukan pertanyaan."

Raka tidak langsung menjawab, ia masih menatap datar Alanna meski otaknya berpikir keras memaksakan untuk mencerna apa yang sekarang ia dengar dari mulut seorang cewek yang berstatus sebagai tetangga depan rumah nya tersebut.

"Kalo gue gak mau?"

"Kita berdua, ngulangin alur takdir yang sama. Mati."

~¤~

Hari pertama setelah Alanna merasakan waktu berputar ke masa lalu dan dirinya yang masih memiliki ingatan masa depan.

Cewek itu bergegas bangun dari tidurnya setelah menenggak segelas air putih, ia beranjak untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

Hanya butuh 30 menit saja bagi Alanna menyelesaikan segala persiapan sebelum berangkat ke sekolah.

Ia menutup pintu kamarnya saat di rumah tidak ada Mama atau Papah nya.

Namun kedua mata gadis tersebut terbelalak saat melihat adanya keberadaan seseorang di ruang makan. Buru-buru Alanna menuruni setiap anak tangga.

"Raka? Dari kapan lo di rumah gue? Mau ngapain lo kesini?"

"Lo hutang penjelasan yang gak masuk logika gue makanya gue kesini."

Ah, apa dengan datang tiba-tiba akan membuat Alanna mengatakan persoalan 'kejadian' itu? Bukankah sebelumnya ia sudah dianggap sakit jiwa padahal belum mengatakannya?

"Lupain aja apa yang gue omongin kemarin. Toh lo gak akan percaya juga. Yang jelas kalo gue minta lo berbuat sesuatu itu pasti demi kebaikan lo dan juga gue."

"Kenapa lo mesti terlibat diurusan gue?"

Alanna berhenti dari kegiatannya yang kini tengah mengunyah sarapan pagi masakan Bibi nya.

"Gue gak ngerti juga, tapi karena takdir terakhir kita yang buruk dan gue sekarang hidup di waktu yang mengulang ke enam bulan sebelum kejadian itu, gue rasa ini kesempatan gue harus bikin lo bisa bekerjasama sama gue apapun alasannya."

"Kapan persisnya waktu itu dateng?"

"Entahlah. Gue gak ingat sejauh itu."

"Jangan bilang lo lagi ngomongin soal mimpi sekarang."

Alanna mengerlingkan bola matanya. Jika Raka adalah seorang pelawak maka guyonan tidak lucu ini mungkin dapat membuat Alanna terbahak.

Enggan melanjutkan obrolan absurd ini di waktu pagi hari, Alanna memutuskan tidak menghabiskan sarapannya dan bergegas untuk pergi ke sekolah.

"Lah? Ngapain lo udah nyantol di motor gue segala? Gue gak punya helm cadangan gila."

Alanna bersikap tidak peduli, ia hanya tersenyum saat melihat Raka yang menatapnya kesal.

"Lo kan punya mobil sendiri, lagian gue dateng pagi-pagi ke rumah lo juga bukan buat hal-hal romantis ya. Singkirin jauh-jauh pikiran gitu!"

"Siapa juga yang ngira lo bakal ngelakuin hal-hal kayak yang tadi lo sebutin?"

"Siapa tau."

"Gue lagi gak mau bawa mobil, takutnya.."

"Takutnya?"

"Gak jadi deh."

"Idih. Gaje banget idup lo!" umpat Raka dan menatap Alanna sebal dari spion motornya.

"Ya udah sih, buruan jalan!"

"..."

Brum

Raka mulai melenggang membelah jalanan kota Jakarta bersama dengan motornya dan Alanna. Selama perjalanan pun diantara mereka tidak ada yang berniat membuka obrolan, terutama saat Raka mencoba topik yang enggan Alanna bahas maka ia akan bernyanyi dengan lagu yang sekalipun tidak ia hafal liriknya.

Butuh beberapa menit untuk sampai di area sekolah dan Raka meminta Alanna untuk turun lebih dulu dan meninggalkannya yang akan pergi memarkirkan motor di parkiran sekolah khusus siswa.

"Ngapain lo masih berdiri disini kayak orang bego?"

"Nunggu lo lah."

"Ngapain nunggu gue?"

"Entahlah. Gue cuman lagi pengen aja nge make sure kalo lo tetap aman. Ingat dengan omongan gue tadi kan?"

Raka mendecakkan lidahnya tapi ia sedikit tersenyum, jangan salah paham, senyuman Raka tampak terlihat seperti ejekan yang ditahan.

Ada banyak pasang mata yang menatap ke arah Raka dan Alanna, namun mereka terutama Raka sama sekali tidak mempedulikan hal itu.

Alanna jadi berpikir, mereka menatapnya itu karena status keduanya sebagai Kakak dan Adik kelas, atau karena Alanna yang baru kelas satu berani mendekati Kakak kelas dan bersikap kurang sopan, atau mungkin karena Raka cukup populer sampai mereka memperhatikan bersama siapa cowok tersebut datang ke sekolah.

"Raka."

Raka tidak menjawab tapi ekor matanya yang melirik ke arah Alanna membuat cewek itu tahu bahwa Raka sudah memberinya respon.

"Waktu MOS bulan lalu, lo ada nge ospek gue kan?"

"Gak."

"Lah kok gak? Bukannya lo itu masih anggota OSIS?"

Raka tersentak, tapi ia cukup lihai mengatur mimik wajahnya untuk tetap santai, cuek, dan datar tanpa ekspresi.

"Gue nanya tau."

"Gue gak tau."

"Maksud lo?"

"Bego, baru naek kelas sebulan mana ada langsung ke pemilihan ketua baru dari ekskul apalagi OSIS."

Alanna terdiam, ia mengutuk kebodohannya yang berkata demikian, sudah jelas lah Raka akan semakin menganggapnya gila.

"Lagian sih, lo sok tau."

"Gue gak sok tau, tapi gue emang tau."

Raka hanya mendenguskan nafasnya. Namun ia menyadari sesuatu, alasan yang mungkin membuat mereka terus dipandangi teman-teman satu sekolahnya.

"Heh, lo bisa geseran gak?"

"O-oh oke," Alanna sedikit terkejut karena ia sendiripun baru menyadari ternyata tubuhnya sangat dekat bahkan nyaris menempel dengan sebelah lengan Raka.

Mereka berdua berpisah di belokan karena kelas Raka yang berada di lantai 2 dan kelas Alanna di lantai dasar.

"Raka!" teriak Alanna hingga membuat Raka menolehkan kepalanya. "Nanti balik bareng gue ya! Gak boleh nolak!"

~¤~

"Eh Lan, lo mau ikut gue ke kantin atau bawa bekal makan lagi?"

"Ikut lo. Gue gak bawa makan kalo Mama gue lagi gak ada di rumah."

"Emang Mama sama Papah lo lagi kemana? Keluar kota?" Tebak Thea.

Alanna menganggukan kepalanya. "Mama sama Papah gue lagi ada urusan bisnis. Dan gue males buat masak sendiri atau minta tolong sama Bi Ida."

Samar-samar Alanna mengingat kejadian saat Thea mengajaknya ke kantin dan ia melakukan hal yang serupa. Meski apa yang akan terjadi setelah ini Alanna sudah tidak bisa mengingatnya.

Thea manggut-manggut. Namun sesuatu yang ia dengar berdasar simpang siur pagi tadi membuat cewek itu ingin langsung memastikan pada teman di sebelahnya ini.

"Lo, jadian sama Kak Raka ya?"

"Nggak. Gue cuman tetanggaan doang sama dia."

"Tapi orang-orang liat loh, lo jalan dampingan gitu sama dia, trus lo juga minta dia buat balik bareng," terang Thea.

"Wah gila sih, gosipnya udah nyebar aja?" guman Alanna pelan.

"Jadi itu bener?"

"Tadi emang gue berangkat bareng sama dia karena suatu alasan, gak lebih kok."

"Wah gila sih, ini bau-bau PDKT!"

Alanna terkejut mendengar seloroh Thea yang terdengar seperti sebuah guyonan.

"Apa iya?"

"Hah? Apa iya apanya?"

"Apa iya kalo jalan dampingan dikira PDKT an?"

"Tapi lo juga gak rugi kan kalo gosipnya sama Kak Raka? Malahan harusnya lo seneng, cowok es batu kayak dia bisa berurusan sama lo, gue jadi iri. Kasih tips gue dong caranya deket sama cowok cuek tuh gimana."

Dicerca omongan Thea seperti tadi, Alanna hanya mampu diam mencerna dalam otaknya.

'Padahal cuman jalan bareng. Raka sepopuler itu ya?'

●●●