Begitulah malam indah yang benar saja dugaannya, lebih cepat usai dibandingkan lara yang seakan telah merekat pada dirinya.
Seperti halnya ketika orang menyebut nama "Esya'' rasanya kurang lengkap, karena seharusnya "Esya si gadis malang."
Dia terhenyak pada bulan sabit yang indah pada malam ini. Angin malam yang berembus sepoi-sepoi membuatnya tersenyum lega.
"Seharian dengannya, saya merasa bahagia." Lagi lagi senyum itu mengembang mekar. Matanya yang mulai mengantuk tak dapat menghalangi aura kegembiraannya malam ini.
"Belum tidur?" tanya seseorang dari belakangnya, belum sempat Esya menoleh untuk melihat sosok itu, namun kini tangannya sudah melingkar di pinggangnya.
"Yagi, ngapain ke sini? Apa kamu lihat saya nangis seharian ini?" tanyanya, dingin. Dia bukan lagi Esya yang mengharapkan pertolongan dari seorang Yagi. Seluk beluk lelaki itu sendirilah yang telah memupuskan rasa nyaman itu.