"WOI!! BANGSAT MANA YANG NGELEMPAR MUKA GUE PAKE BOLA?! SINI MAJU!" teriak gadis itu.
Keadaan seketika berubah hening. Beruntungnya tidak ada guru di sana.
Lalu, seorang cowok datang dan berdiri di hadapan Karina.
"G-gue yang ngelempar. M-maaf, gue ga sengaja," cicitnya dengan wajah menunduk.
"Siapa nama lo?"
"R-raka," cicitnya.
Karina menatap cowok di hadapannya ini. Cowok itu terlihat lumayan manis, bahkan namanya saja keren, tapi bukankah wajahnya itu tipe-tipe yang gampang di bully?
"Lo gak apa-apa?" tanyanya.
"Apanya yang gak apa-apa! Lo ga liat hidung gue sampe berdarah gini!"
Cowok itu sedikit tersentak, dan bahkan wajahnya sedikit pucat sekarang. Ini lucu, batin Karina.
"Ma-maaf! Gue bakal tanggung jawab."
Sesuatu terlintas di otaknya. Ya, sesuatu yang jahat. Rasanya tanduk iblis tiba-tiba muncul di kepalanya.
"Oke, kalo gitu ... lo jadi babu gue selama sebulan!" seru Karina yang membuat semua orang terkaget-kaget.
"Pfffttt ...." Emy malah menahan tawanya. Bagaimana tidak, Karina sekarang benar-benar terlihat seperti seorang antagonis. Benar-benar terlihat jahat sekali.
"Ba-babu?! Pem-pembullyan! Ini namanya pembullyan! Gak ada babu menurut undang-undang—"
"Jadi ginjal lo mau gue cungkil dan buang ke kutub Selatan?" tekannya. Karina kini sudah memegang kerah Raka. Dan diluar dugaannya, ternyata cowok itu lebih pendek darinya. Ini membuat Karina semakin tersenyum jahat.
Raka ketakutan. Lalu, dia melepaskan diri dari cengkeraman Karina dan berjalan mundur. Dan sekarang, Raka malah bersembunyi di belakang temannya yang lebih tinggi.
Ya ampun, memangnya dia anak mami? geram Karina.
"Ja-jahat! Lo jahat banget! Lo pasti bukan Karina yang asli!" teriaknya.
Ya ampun, lihat cowok itu sekarang. Dia malah berteriak sambil bersembunyi di belakang temannya seperti seorang kelinci.
Karina memegang hidungnya yang masih mimisan. "Denger, ya! Di sekolah ini cuma ada satu Karina. Dan lo lebih milih jadi babu gue satu bulan, atau jadi musuh gue selama 3 tahun?"
Tentu saja menjadi musuh Karina bukanlah pilihan yang bagus.
Raka terlihat seperti berpikir. "Fine! Gue terima jadi tantangan jadi babu lo selama satu bulan!"
'Lah, ini 'kan bukan tantangan, bege!' hardik Karina dalam hatinya.
"Whatever! Pokoknya sekarang bawa gue dulu ke UKS," perintah gadis itu.
Karina kebingungan melihat cowok itu yang tiba-tiba saja sudah membelakanginya dan berjongkok.
"Lah, lo ngapain?" tanya Karina.
"Katanya mau ke uks. Sini, gue gendong!"
Karina menatap tak percaya. Oh, jangan lupa dengan orang-orang yang masih menyaksikan mereka. Memang nya ini teather!
"Lo? Gendong gue? Pake tubuh ringkih itu?"
Ya ampun, ternyata Karina benar-benar cocok dengan peran antagonis.
Wajah Raka memerah. Entah itu menahan malu atau marah. Atau mungkin kedua-duanya?
"T-terus gimana?" tanya Raka.
"Sana, ambil kursi roda! Cepet, gue tunggu dua menit!" perintahnya.
Dan ajaibnya, anak itu malah benar-benar menuruti perintah Karina.
Tunggu ... apakah Karina benar-benar sedang mem-bully seseorang sekarang?
***
Karina sekarang sudah berada di ruang uks bersama ketiga sahabatnya. Dan Raka pun setelah mengantarnya tadi, langsung kabur begitu saja.
"Pfffttt!! Sumpah, Kar, ada ada aja lo!" Kaila masih saja tertawa.
"Sumpah lucu banget liat ekspresi si yang namanya Raka tadi!" kekeh Emy.
"Lagian, mood gue ancur banget tau pas kena bola itu!" gerutu Karina.
"Siap-siap aja lo dijuluki Ratu bully, Kar! Tapi cowo tadi gemoy banget ga, sih! Gue jadi pengen bikin dia nangis, deh," ujar Kaila dengan raut wajahnya yang menggelap.
"Ta-tahan, Kai! Itu anak orang masih polos keknya," lontar Emy dengan wajah sedikit tertekan.
Bagaimana tidak, soalnya Kaila ini mempunyai selera yang aneh. Seperti suka membuat seseorang menangis, dan sebagainya. Ya, Kaila ini adalah tipe cewek yang sadis. Dan tentu ia akan mencari pasangan yang dapat menahan kesadisannya, yaitu masokis.
"Ya ampun, jadi tambah pengen, deh! Soalnya selama ini gue cuma mainnya sama yang lebih tua aja. Jadi pengen rasain sama anak SMA!" ucapnya dengan wajah penuh senyuman.
Tentu saja itu bukan senyum yang menyenangkan.
"Hah? Main apa?" tanya Karina yang dibalas pelototan tajam oleh Emy.
Meskipun begitu, Karina adalah tipe cewek polos di saat-saat tertentu. Bukan pura-pura, tetapi gadis itu memang benar-benar polos dalam hal beginian.
"Main kuda-kud—"
"Shut up!" Emy langsung membekap mulut Kaila sebelum gadis itu meracuni pikiran Karina.
"Tapi, Kar ... lo ga takut?" ujar Davira tiba-tiba.
"Hah? Apaan?"
"Si Raka itu 'kan cucunya kepala sekolah," jelas Davira yang membuat semuanya membeku. Terutama Karina.
Apakah ia baru saja memperbudak anak yang punya kekuasaan tertinggi di sekolah ini? Sepertinya besok ia akan menerima surat panggilan orang tua.
"Hah, serius? Kalo iya, wah parah! Siap-siap lo di tendang dari sekolah ini, Kar!" timpal Emy yang tidak membantu sama sekali.
"K-kalo gitu gue serahin dia ke Kaila. Kan Kaila tadi katanya mau si Raka Raka itu," kelit Karina yang membuat Emy mencubit pinggang nya layaknya emak emak.
"Gue suka gaya lo!" sahut Kaila sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Karina.
Dan lagi-lagi Davira hanya bisa menghela napasnya. Rasanya seperti percuma saja berbicara dengan teman-temannya.
Tak lama setelah itu, mereka berempat pun keluar dari ruang UKS. Dan layaknya sebuah takdir, Karina malah berpas-pasan dengan Ezra. Gadis itu bahkan sudah tersenyum lebar sekarang.
"Hai, Ezra!" sapanya riang.
Lihatlah gadis itu sekarang. Siapa yang menyangka bahwa dia baru saja menjadikan seseorang sebagai budaknya?
"Oh, Karina," balas Ezra. Cowok itu terlihat sedikit kerepotan membawa banyak buku di tangannya.
"Loh, hidung lo kenapa?"
Ezra sekarang malah mengelus pelan hidung Karina yang memerah. Seketika, jantung gadis itu berdegup kencang.
"G-ga apa-apa, kok. Cuma kena bola aja tadi," jawabnya lembut sambil tersenyum manis.
Sedangkan teman-temannya? Mereka menatap Karina seakan-akan ingin mual.
"Dan dari mana lagi coba background bunga-bunga yang ada di sekeliling mereka," gumam Emy pelan.
"Lo ga sendirian, gue juga liat banyak kupu-kupu di sekitaran mereka," jawab Kaila yang ikut berbisik.
"Itulah yang dinamakan fatamorgana," jawab Davira serius.
Karina memberikan deatglare nya kepada teman-temannya. Ia bermaksud menyuruh teman-temannya untuk diam saja.
"Oh, by the way, Lo mau bawa buku-buku itu ke mana?"
"Ke ruang Pak Abian."
"Ya, udah, sini gue bantuin," tawar Karina yang kini sudah mengambil beberapa buku dari tangan Ezra.
"Ngga apa-apa. Lagian ini ga berat," tolak Ezra yang dibalas gelengan kepala oleh Karina.
"Gak gak gak. Pokoknya gue bantuin, ya?"
"Iy—"
"Ezra!!" sela seseorang yang kini sudah berada di hadapan mereka.
"Hm? Azri, kenapa?" tanya Ezra.
Azri? Mungkinkah itu temannya Ezra, atau jangan-jangan malah ....
***