Gadis cantik dengan rambut yang kini di kuncir kuda itu berjalan di koridor sekolah sambil bersenandung ria. Sepertinya mood nya hari ini sedang bagus.
Dari kejauhan, dia dapat melihat ada kerumunan yang cukup menyesakkan.
Karina mengerutkan keningnya. "Ada apa rame-rame di sana? Masih pagi juga. Jangan-jangan ... orang gelud! Liat, ah!" gumamnya yang kini sudah berada di antara kerumunan.
Namun, ternyata dugaannya salah. Itu bukanlah orang gelud, melainkan papan pengumuman. Memangnya, ada pengumuman apa sampai seheboh ini? batinnya.
"Kar! Karina, sini!"
Karina melihat Devira yang memanggilnya. Ternyata dia ada di antara kerumunan itu juga. Lalu, Devira menarik tangan Karina agar maju lebih depan, dan mulailah terlihat apa yang tertulis di papan pengumuman tersebut.
Seketika, wajahnya langsung memucat. Ia meneguk ludahnya gugup.
'Daftar Rangking Murid Kelas X'
Itulah yang terpampang di papan pengumuman. Kemudian, Davira menarik tangan Karina untuk keluar dari kerumunan tersebut dan membawanya ke kantor guru.
"Tu-tunggu! Kok, ke kantor guru?" resah gadis itu.
"Yang nilainya 20 besar paling bawah di panggil," jelas Davira.
"W-what?! Gitu amat, njir!" gerutunya. Davira mengendikkan bahunya.
Daftar rangking yang ada di papan pengumuman tadi adalah nilai semester ganjil dari semua murid kelas X. Di sekolah ini, pembagian rapor untuk semester ganjil biasanya dilakukan saat sudah memasuki semester genap.
Dan sebelum rapor dibagi, biasanya para guru lebih dulu memberitahukan daftar rangking paralel di papan pengumuman atau website sekolah.
Karina memang bodoh dalam hal akademik. Namun, ternyata dia lebih bodoh dari dugaan. Bisa-bisanya dia mendapatkan rangking 20 besar dari bawah dari sekian ratus murid. Ini membangongkan.
Di ruang guru, lebih tepatnya di ruang Pak Abian, sudah ada Emy dan Kaila yang tak kalah pucat darinya. Ia menduga bahwa Emy dan Kaila juga mendapat nilai terendah.
Karina menghela napas lega. Setidaknya dia masih mempunyai teman yang sefrekuensi dengannya.
"Karina, baru dateng? Sini, masuk!"
Karina seketika merinding mendengar penuturan Pak Abian yang terdengar lembut, namun mematikan. Guru matematika itu memang tersenyum, namun itu bukanlah senyuman pertanda baik.
Karina lalu duduk di samping Emy, karena hanya kursi itu yang kosong.
"Kalian bertiga, kalian ngerti 'kan kenapa dipanggil ke sini?" tanya Pak Abian.
"Pa-pasti ini tentang nilai ujian?" tebak Karina dengan suara pelan.
"Benar," deham Pak Abian.
"Tu-tunggu, Pak! Kok, bertiga? Si Davira?" Karina menunjuk Davira yang berdiri tak jauh darinya.
"20 besar atas paralel," jawab Davira santai.
Karina shock bukan main. 'Lah, anjir! Ternyata Davira pinter? Kok, bisa?' gerutunya tak terima.
"Nah, jadi Karina, Emy dan Kaila, kalian bertiga akan melakukan ujian perbaikan," ujar Pak Abian sambil menunjukkan beberapa kertas yang berisi nilai-nilai mereka di setiap pelajaran.
Jeder!!
Bak petir di siang bolong. Karina bisa mendengar suara otaknya yang menjerit meminta tolong.
Amy mengambil kertas tersebut dan melihat angka-angka yang tertera. Begitu juga dengan Karina dan Kaila.
"Ya ampun, ternyata beneran dikit. Mana semuanya cuma dapet nilai 20," ringis Kaila saat melihat lembaran kertas itu.
"Padahal kita udah belajar juga 'kan, ya, untuk ujiannya. Walaupun dikit ...," timpal Karina yang diangguki oleh Emy dan Kaila.
"Iya, dikit doang," sahut Kaila.
"Tapi ini udah biasa untuk kita ga, sih?" Karina dan Kaila menyetujui ucapan Emy. Yah ... mereka sudah terbiasa mendapatkan nilai rendah.
"Nilai 50 aja kita ga pernah dapet di semester kemaren," hembus Karina. Belajar pun sepertinya tak berefek pada mereka.
"Ternyata kita beneran bego, guys!" lontar Emy yang membuat keadaan hening seketika. Semuanya menatap ke arah Emy. Beberapa detik kemudian, Karina dan Kaila langsung tergelak bersama.
Mau bagaimana lagi? Mau di sangkal pun itu tetap jadi fakta.
Sedangkan Pak Abian dan Davira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah bocah-bocah itu.
"Bisa-bisanya kalian masih ketawa di situasi begini," ledek Pak Abian.
Karina menyengir lebar. "Tapi, Pak, kok Bapak yang ngomelin kami? Bapak 'kan bukan wali kelas kami," sungut gadis itu tak terima.
"Untuk beberapa waktu ini, saya yang akan bertanggung jawab dengan kelas kalian, dikarenakan wali kelas kalian sedang mengambil cuti melahirkan. Masa kalian lupa?" jelas Pak Abian sambil menimpuk bahu Karina menggunakan buku absen yang selalu di bawa-bawanya.
"Loh, iyakah?" Karina baru mengetahui informasi tersebut.
"Pokoknya, kalau nilai kalian di remedial ini masih di bawah rata-rata, siap-siap tinggal kelas!" jelas Pak Abian dengan senyuman. Tentu saja itu senyuman yang membuat siapa pun merinding melihatnya.
Karina dan ketiga sahabatnya keluar dari ruang itu sambil menghela napas panjang. Kecuali Davira yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mendadak, Karina berhenti, membuat ketiga sahabatnya juga ikut berhenti. Karina memasang wajah serius.
"Kenapa, Kar?" heran Emy.
"Kalian nyadar ga, sih?"
"Nyadar apa?" celetuk Kaila tak mengerti arah pembicaraan Karina.
"Wali kelas kita, 'kan ...." Ketiga sahabatnya menatap Karina serius.
"Cowo!"
Hening sesaat.
"Eh?" Emy yang paling pertama merespon.
"Eh?" Diikuti Kaila.
"Eh?" Dan di akhiri oleh Davira.
"Wali kelas kita 'kan Pak Zio! Cowo, lho! Masa cuti melahirkan?" Karina memegang kepalanya pusing.
"Bener juga, sih ...." Emy manggut-manggut. Apa mungkin maksud Pak Abian barusan adalah cuti melahirkan untuk istrinya Pak Zio? Tapi, 'kan ... Pak Zio itu jomblo.
Ini masih menjadi misteri.
***
Karina, Kaila dan Emy duduk termenung di sofa karaoke, tempat yang biasa mereka kunjungi setelah pulang sekolah. Biasanya, mereka akan heboh dengan berbagai hal, namun sekarang, mereka terlihat seperti kehilangan setengah roh.
Yang terlihat bersemangat menyanyi semenjak tadi hanya Davira saja. Yah ... meskipun dia bernyanyi dengan wajah datar.
Davira meletakkan microphone nya dan menatap ketiga sahabatnya.
"Jadi, kalau nilai remedial kalian di bawah rata-rata, kalian ga bakal naik kelas?" ujar Davira yang diangguki oleh Karina.
"Kami juga kaget, lho ...," hembus Kaila.
"Masa sampe ga naik kelas? Kejam banget. Padahal 'kan baru semester 1," gerutu Amy dengan helaan napas panjang.
"Hm ... ya, udah, kalo gitu buat target aja. Kalian mau nilai tertinggi kalian di remedial ini berapa?" saran Davira.
"T-tapi 'kan harus di atas rata-rata. Di atas rata-rata itu ... berapa, sih?" cicit Karina yang membuat Davira menepuk jidatnya sendiri.
"Delapan puluh lima, Karina."
"De-delapan puluh lima?!" teriak Emy sambil mengerjabkan matanya.
"Boro-boro di atas 85, nilai 50 aja kita kagak pernah dapet," ringis Kaila. Menurutnya, itu terlalu berat.
"N-nilai paling tinggi kalian berapa?" tanya Davira yang entah kenapa malah merasa gugup. Padahal pertanyaan itu ia tujukan untuk teman-temannya.
"Biologi 15," cicit Kaila.
"PKN 20," lanjut Emy.
"Kimia 25," akhiri Karina.
"J-jelek banget!" jerit Davira tertahan. Bagaimana bisa nilai teman-temannya begini?
***