Yoga masih tetap diam tanpa suara. Ia semakin melangkah maju mendekat ke arah Rizal dengan menyeret kakinya.
"Mau lo apa, Ga?" Rizal mengulang pertanyaannya.
Lagi lagi Yoga diam tidak menjawab pertanyaan dari Rizal. Ia semakin maju dan Rizal semakin mundur hingga badannya tersungkur menabrak tepi ranjang.
Rizal teringat dengan kalung pemberian dukun itu. Ia lalu melepaskan kalung tersebut dan melemparkannya ke arah tubuh Yoga.
Sontak Yoga langsung kepanasan dan menghilang begitu saja.
'Fiiuuuhhh'
Rizal bisa bernafas lega sekarang.
"Untung ada kalung penangkal itu. Kalau nggak bisa mati gue tadi," gumam Rizal sambil menakan dadanya.
Rizal mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Bimo. Namun tidak ada jawaban dari Bimo.
"Huh, pasti udah molor nih anak!"
Rizal kembali merebahkan tubuhnya ke atas kasur dan meneruskan tidurnya yang tadi sempat terganggu oleh arwah Yoga.
Keesokan harinya
Rizal sudah kembali berangkat ke kampus.
"Tadi malam gue telepon lo, tapi lo nggak angkat," ucap Rizal yang baru saja tiba di kelasnya.
"Gue udah tidur. Ngantuk banget," sahut Bimo menyandarkan tubuhnya di kursi sambil menatap Rizal acuh.
Pandangan Bimo lalu menuju ke bangku yang biasa ditempati oleh Dani. Bimo tak menemukan Dani duduk di sana. Biasanya dia datang paling awal.
"Dani nggak kuliah ya? Tumben dia belum datang jam segini," ucap Bimo menyelidik.
"Gue nggak tahu juga Bim. Tapi kan kemarin lo lihat sendiri kondisi dia kaya gimana. Mungkin saja kan dia masih seperti kemarin. Jadi hari ini dia nggak masuk kuliah," sahut Rizal mengangkat kedua bahunya.
"Bisa jadi juga sih."
"Btw, tadi malam pas gue telepon lo itu gue habis didatangi lagi sama arwah Yoga," ucap Rizal sambil melirik ke arah bangku yang biasa ditempati oleh Yoga.
Ada hawa dingin ketika Rizal menyebut nama itu. Matanya was-was mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.
"Lo serius?" tanya Bimo sambil melotot karena tak percaya.
Rizal mengangguk pelan.
"Tapi untungnya gue punya kalung jimat ini jadi sekarang gue masih aman."
Bimo mengangguk pelan sambil berkata,"Udah jangan ngomongin dia lagi. Nanti yang ada dia datangi kita lagi. Gue heran kenapa dia selalu menghantui kita. Padahal kita nggak ada kaitannya dengan kematian dia kan. Dasar hantu aneh," Bimo kesal.
Rizal mencerna ucapan Bimo tadi. Apa yang dikatakan oleh Bimo memang benar. Rizal memutar otak untuk mencari alasan yang masih mengambang tentang teror arwah Yoga yang masih terus menghantui teman-temannya. Iya hampir semua teman sekelasnya mengaku pernah didatangi oleh arwah Yoga dengan wajah yang hancur dan berbau anyir ditambah dengan kaki yang diseret. Menambah kesan mengerikan bagi siapapun yang melihatnya.
"Sepertinya kita memang harus ke rumah Yoga lagi. Kita harus cari tahu lebih jauh lagi soal masalah ini."
Bimo meangguk angguk tanda setuju.
"Iya gue setuju."
***
Melihat kondisi putranya yang sudah tidak meronta ronta, Wati melepas ikatan di tangan dan kaki Dani.
Perempuan itu tidak tega melihat Dani tersiksa dengan kondisi tangan dan kaki yang terus diikat.
"Bu, Dani mau berangkat kuliah ya."
Wati mengernyitkan dahinya melihat Dani tiba-tiba keluar kamar dengan tas ranselnya.
"Kamu yakin sudah baikan?"
Dani mengangguk sambil meraih tangan ibunya lalu menciumnya dengan lembut.
Ia pun keluar rumah dengan menggunakan motor ia menuju ke kampus. Dani mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.
Setibanya di kampus, Dani segera memarkirkan motornya dan melangkah masuk ke dalam kelas.
Semua orang di dalam kelas itu menatap Dani dengan tatapan yang begitu tajam. Mereka bergidik ngeri melihat Dani. Namun Dani tetap cuek dan segera duduk di bangkunya.
Bimo dan Rizal yang melihat Dani tiba-tiba datang segera menghampiri nya.
"Lo udah baikan?" tanya Bimo sambil menepuk bahu Dani.
Dani mengangguk pelan.
Dani segera mengeluarkan ponsel dan earphonenya. Ia lalu menyetel musik dan memasangnya di telinga. Dani hanya tidak mau dua orang temannya itu terlalu mengurusi hidupnya.
Dani juga tidak mau, semua teman sekelasnya ikut terkena imbas karena kesalahan Dani kepada Yoga.
"Lo yakin udah baikan?" kini Rizal yang bertanya.
Meskipun memakai earphone, tapi Dani masih bisa mendengarnya.
Mendengar Rizal yang berbicara, Dani hanya menoleh dan menatap dengan tatapan sinis.
Alisnya naik sebelah dan ia pun tidak menjawab sama sekali pertanyaan Rizal tadi.
"Lo kenapa sih sama gue? Yang punya masalah sama gue itu Yoga. Gue nggak merasa pernah punya masalah sama lo," ucap Rizal yang mulai kesal karena dicueki oleh Dani.
Kalau boleh jujur, Rizal kesal karena Dani selalu mengacuhkannya.
Padahal selama ini Rizal sudah berusaha untuk bersikap baik kepada Dani. Entah kenapa Dani jadi ikut memusuhinya.
Sebenarnya Rizal sangat peduli dengan keadaan Dani yang begitu terpukul semenjak kematian Yoga. Tapi apalah daya Dani tak pernah menghargai perhatian dari Rizal.
Dengan tatapan mata yang kosong Dani menjawab,"Kan lo itu musuh sahabat gue. Otomatis lah lo juga jadi musuh gue."
Suara Dani begitu enteng, ia berbicara tanpa menatap ke wajah Rizal.
Rizal semakin emosi dan tersinggung mendengar ucapan Dani. Ia sudah mengepalkan tangannya dan bersiap untuk memukul Dani.
Tapi beruntung, Bimo menepuk bahu Rizal dan berusaha untuk mengurungkan niatnya itu.
"Sabar Zal. Kayanya dia masih belum sepenuhnya membaik," kata Bimo membisiki telinga Rizal.
Rizal menghela nafas panjang, lalu ia memilih untuk kembali ke tempat duduknya.
Bimo masih berdiri di samping Dani, lalu menepuk bahu Dani pelan.
"Kalau ada apa-apa, lo bilang sama gue ya Dan."
Dani hanya diam tanpa menjawab apapun. Bimo akhirnya kembali ke kursinya.
"Kita harus bantu dia Zal."
"Lo aja lah yang bantu dia. Gue nggak mau. Lo lihat sendiri kan sikap dia ke gue kaya gimana tadi," ucap Rizal yang kesal mulai mengurungkan niatnya.
Awalnya Rizal ingin sekali membantu masalah yang sekarang sedang dihadapi oleh Dani. Tapi melihat sikap Dani yang terus cuek, Rizal jadi berubah pikiran.
"Katanya lo nggak mau terus terusan dihantui sama Yoga. Jadi lo juga harus bantu gue."
"Iya, tapi lo lihat sendiri kan sikap dia yang ngeselin itu."
"Sabar bro. Udah pokoknya kita harus cari tahu masalah di antara Yoga dan Dani. Gue nggak mau kita semua jadi celaka."
Rizal nampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Lalu Bimo terlihat membisikkan sesuatu ke telinga Rizal. Mereka sedang menyusun suatu rencana untuk mengungkap masalah di antara Yoga dan Dani.
"Oke, gue setuju," sahut Rizal kembali mengangguk.
"Jadi kapan kita akan ke rumah Yoga lagi?" tambah Rizal.
"Gimana kalau minggu aja. Pas libur kuliah."
"Oke, setuju."
Mereka berdua pun sudah mantap dengan rencana mereka agar masalah ini bisa segera terkuak.