Hari ini, Clarissa sudah kembali ke rutinitas biasa. Bangun pagi, sarapan roti selai, dan berangkat ke kantor.
Masalah perdebatan kemarin sudah selesai. Clarissa juga merasa dirinya mulai keterlaluan mencurigai Jayden pada suatu hal yang tidak mungkin ia lakukan.
Sekarang Clarissa hanya berharap semua persiapan pernikahan mereka berjalan dengan lancar. Meski Jayden sudah menyakinkan untuk tidak perlu ikut membantu karena lelaki itu sudah menyerahkan segala sesuatu ke anak buahnya. Tapi Clarissa tetap Keukeh mengirimkan beberapa jenis dekorasi impiannya.
Beruntungnya Jayden menyetujui salah satu yang paling ia suka.
Tentu saja Clarissa senang hanya karena hal sekecil itu. Lantas seraya mengulum senyum ia masukan kembali ponsel ke dalam tas.
"Cie calon pengantin pagi-pagi udah senyum-senyum aja."
Bahunya dirangkul tiba-tiba membuat Clarissa kaget, lalu berdecak saat mengetahui itu Claire, sahabatnya.
Claire Danes, salah satu alasan Clarissa tidak suka Jayden memanggilnya 'Cla' karena Claire juga dipanggil Cla dikantor. Namun karena lelaki itu yang tidak bisa dibantah jadilah Clarissa mengubah panggilannya pada Claire.
"Re lepas, rambut gue ketarik."
'Re'. Padahal penyebutan nama Claire saja kebaratan. Tapi siapa peduli? Claire juga mau-mau saja dipanggil begitu.
"Undangan buat gue mana?"
Clarissa menepis tangan Claire yang menengadah ,"belum ada undangan!"
"Gimana ceritanya acara kurang dari dua Minggu lagi sementara undangan belum ada." Claire mencibir dan Clarissa melepaskan rangkulan tangannya, "si Jeni aja udah nyebar undangan, padahal nikahannya masih satu bulan lagi. Lah elo?"
Clarissa menggeleng pelan, Berjalan mendahui Claire. Telinganya pengang mendengar celoteh sang sahabat.
"Pak Jhonny udah Dateng belom?" Tanya Clarissa mengalihkan pembicaraan.
"Udah. Dari tadi udah nanyain Lo."
Menanyakan Clarissa? Diwaktu sepagi ini?
"Kenapa?"
Claire mengangkat tinggi bahunya, "mana gue tahu. Mending lo samperin deh." Lalu ketika Clarissa mulai mempercepat langkah Claire menahannya lagi, "tapi Lo hati-hati mukanya gak enak banget tadi."
Semakin bingung, alis Clarissa saling bertaut erat namun mengangguk kemudian "ya udah gue duluan."
Meninggalkan Claire di lobby, Clarissa membawa kakinya berjalan cepat. Masuk ke lift lalu ketika ruang besi itu terbuka Clarissa mendadak gugup.
Semakin gugup saat tiba didepan ruangan si CEO. Ia angkat sebelah tangan untuk mengetuk pintu.
"Masuk!"
Ludah Clarissa mendadak kelat dirasa, nada perintah dari suara bariton itu entah kenapa membuat ia bergidik.
"Bapak nyari saya?" Tanya Clarissa begitu pintu terbuka dan wajah datar Jhonny menyambutnya.
"Duduk!"
Clarissa menurut meski takut langsung menyergap saat aura kelam menyelimuti lelaki itu. "Yang ngerjain laporan perjalanan kita ke Singapura kemarin siapa?"
"Sa-ya pak."
"Kamu?" Ulang Jhonny mengambil satu berkas tebal dan ia baca judulnya sesaat.
"Kamu niat gak bikin laporan?"
Lipatan didahi Clarissa rasanya bertambah, belum bisa menangkap pertanyaan Jhonny dengan benar. Kerja otak Clarissa seolah berhenti untuk sesaat.
"Saya tanya. Kamu niat gak ngerjain laporannya?!"
Saat itu juga Jhonny meninggikan suaranya sontak membuat Clarissa tersentak, "ma--ksud bapak?"
Jhonny terlihat semakin geram tanpa perhitungan melempar lembaran kertas itu dimeja depan Clarissa sampai suaranya terdengar menggema di seluruh ruangan.
"Kamu baca!"
Isi kepala Jhonny menggelegak, pandangannya mengabur bahkan kacamata yang bertengger dihidung nya pun tak berfungsi dengan baik. Ia lepaskan benda itu lalu melemparnya ke meja kerja. "Kamu baca bagaimana kamu menulis isinya!"
Lembar demi lembar mulai Clarissa buka dengan tangan gemetar lalu di lembar isi ia terkejut sontak menutup mulutnya dan menatap pada Jhonny dengan tatapan meminta maaf.
"Udah tahu salahnya kamu dimana?"
Clarissa mengangguk, "bisa-bisanya kamu menuliskan latar belakang di bagian pembahasan!"
"Saya--"
Nyatanya Clarissa memang sekalut itu malam kemarin sampai isi laporan bisa bertukar tanpa di sadari.
"Lembar selanjutnya!" Perintah Jhonny lagi dan kali ini Clarissa mengerutkan kening tidak mengerti.
"Halaman lima puluh." Clarissa mengangguk, namun ia tidak mendapatkan kejanggalan di lembar itu.
"Kamu baca persentase keuntungan!"
Saat itu juga Clarissa membulatkan matanya, "Bagaimana orang mau bekerja sama dengan perusahaan kita kalo kamu buat keuntungannya minus 15 persen pertahun!" Jhonny memijit pelipisnya pening, kemudian duduk di sofa depan Clarissa.
"Kamu bikin malu saya Ris." Tambahnya tampak lelah, sementara Clarissa menggigit bibir merasa bersalah.
"Pak... Saya minta maaf--"
"Maaf kamu gak bikin CY Grup balik bekerja sama dengan kita."
Clarissa benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Jhonny kecewa padanya dan ia tidak punya cara memperbaiki nya.
"Mending kamu keluar! Bawa berkas itu dan suruh Budi untuk membakar nya!"
Jhonny memerintah tanpa melihat kearahnya, jelas sekali lelaki itu muak melihat mukanya.
Clarissa beranjak setelah membungkuk sopan karena demi Tuhan Clarissa belum mampu bersuara sekarang.
"Saya tahu kamu sebentar lagi mau menikah."
Tiba-tiba Jhonny bersuara lagi saat Clarissa sudah memegang gagang pintu.
"tapi kamu harus tahu--urusan kantor tetap menjadi tanggung jawab kamu. Saya harap ini yang pertama dan terakhir kamu merugikan Perusahaan."
Clarissa ingin menangis mendengarnya, Jhonny sosok pemimpin yang baik. Lelaki itu sedang merangkak membangun kembali perusahaan keluarga yang sempat anjlok.
Merintis dari bawah, Clarissa tahu betul kesakitan Jhonny dalam berjuang dan dia tega-teganya menghilangkan satu kesempatan untuk membuat perusahaan ini maju karena kerja nya yang tidak kompeten.
"Iya pak."
Clarissa menjawab samar sebelum keluar dan kembali kemeja kerjanya.
***
"Gimana?" Tanya Claire ketika mereka sudah berada di kantin.
Perusahaan ini memiliki satu kantin kecil disudut gedung, tempat untuk para pegawai melepas dahaga sekaligus bercengkrama sesaat diwaktu istirahat.
Clarissa menggeleng kecil dengan muka lesu, "gue udah ngancurin masa depan perusahaan Re." keluhnya menyesal,
"Ngancurin gimana?"
"Gue udah bikin perusahaan kehilangan salah satu investor besar." Dan sudah membuat Jhonny kecewa sekaligus malu karena menampilkan itu di slide powerpoint saat rapat kemarin.
Clarissa meringis memijit pangkal hidungnya pening.
"Lo ngapain Ris, emangnya?" Desak Claire memelototkan mata sebab ia sama sekali belum menangkap point masalah.
"Laporan yang gue buat isinya sampah." Lalu Clarissa menceritakan semuanya dengan mata berkaca-kaca dan Bella mendengarkan dengan seksama.
"Pak Jhonny kecewa banget sama gue, Bell."
Clarissa menutup ceritanya dengan mengusap wajahnya frustasi.
Terdiam, Claire hanya mampu bernapas ringan. Ia mengerti perasaan bersalah Clarissa, lalu memberikan segelas air putih untuk wanita itu. "Minum dulu."
Clarissa mengangguk, menenggak habis dan meletakan kembali ke atas meja. "Lo lagi ada masalah apa sih, Ris?"
"Masalah?"
Bukankah sudah jelas Clarissa memaparkan masalahnya barusan?
Claire mengangguk, "kayaknya ada sesuatu yang menganggu banget sampe Lo jadi pendiem beberapa hari ini? Kenapa? Jayden bikin kesel?"
Jayden buat kesal? Kapan pula lelaki itu tidak membuat Clarissa kesal?
"Lo cerita sama gue, siapa tahu gue bisa bantu."
"Gue gak papa."
"Dan gak papa nya Lo tu bikin khawatir, Ris." Cibir Claire membuat Clarissa tertawa.
"Lo ngomong apa sih Re?"
Berdalih memandangi jam dinding disebelah, Clarissa merangkum semua barang-barangnya lantas segera beranjak. "Udah yuk... Jam istirahat bentar lagi berakhir."
Karena Clarissa bahkan belum berani memikirkan apapun sekarang. Terlalu banyak hal yang membuat kepala pening. Ia hanya berharap hari ini berakhir dan segera pulang untuk tidur.
***
Clarissa terkejut begitu kaki berpijak ke tanah. Niatnya untuk segera pulang dan tidur sepertinya harus Clarissa tunda saat melihat Jayden melambaikan tangan dengan senyum manis sesaat setelah menurunkan kaca mata hitam dipertengahan hidungnya yang mancung.
"Hi calon istri!"
Apalagi kali ini?
Dua orang berseragam tampak berdiri disekitar mobil Jayden, siap melayani.
Maka ketika Clarissa berada di dua langkah akhir, salah satunya membukakan pintu penumpang untuknya,
"Silahkan nona."
Duduk disebelah Jayden. Lelaki itu tampak maskulis dengan stelan hitam dan permen karet dalam kunyahan.
"Udah siap?" Jayden bertanya dengan bibir tersungging miring dan sebelah alis naik menjadikannya terlihat seperti anak nakal sekolah menengah.
"Mau kemana memang?"
"Mama mau ketemu."
Sontak Clarissa melebarkan bola matanya, "kok tiba-tiba?"
Yang jayden jitak kepalanya saat itu juga "reaksi kamu berlebihan."
Sambil terkekeh lelaki itu membenahi duduk menjadi lebih tegak dan berwibawa. "Jalan pak!"
Kereta besi itu pun melaju membelah jalanan kota Jakarta. Membawa mereka pada komplek perumahan mewah di pusat kota.
Bangunan berdiri megah, berjejer memanjakan mata. Ini pertama kali Clarissa diajak ke rumah orang tua Jayden.
Keduanya merupakan pengusaha sukses dan kerap tinggal diluar negeri. Maka tak heran diwaktu mepet pernikahan mereka baru dipertemukan.
Tak cukup memakan waktu, mereka tiba di pelataran rumah paling mewah dikomplek ini.
Mobil masih dalam kondisi berjalan saat pintu utama terbuka lebar dan beberapa maid keluar dari sana berbaris rapi.
Terkejut, Clarissa tidak pernah menyangka calon suaminya se kaya ini.
"Ayo!"
Clarissa mengangguk kaku, seraya menelan ludah, turun setelah pintu dibukakan pria yang sama dengan membukakan sebelumnya ketika mereka berangkat.
Menatap takjub pada orang-orang yang langsung menunduk sopan ketika mereka mulai memasuki istana.
Berjalan di samping Jayden dengan tangan saling bertaut erat. Mendadak rasa gugup itu mendera dalam diri Clarissa, wajahnya tegang saat menepuk lengan Jayden dan berbisik,
"Kamu kenapa gak bilang sih mau ketemu Mama kamu. Kalau dikasih tahu kan aku bisa siap-siap dulu." Karena sekarang tampilan Clarissa tak jauh berbeda dari perempuan-perempuan itu. Ah tidak! Bahkan dia lebih kacau.
Tapi Jayden terkekeh menggenggam erat jemarinya yang mulai dingin.
"Kamu cantik kok." Katanya membuat Clarissa tersenyum malu, lalu memukul lengan Jayden untuk mengalihkan salah tingkahnya, "kamu tuh ya!"
"Tuan muda bisa Langsung ke meja makan saja, jamuan makan malam sudah siap. Tuan besar dan Nyonya juga sudah menunggu disana."
Jayden mengangguk sesaat lalu pria tadi langsung minggir memberikan jalan.
"Santai aja gak usah gugup."
"Hm." Clarissa bergumam menyetujui meski tahu Jayden sedang meledeknya.
Dan saat ini langkah kaki semakin terasa berat. Di ujung sana Clarissa sudah bisa melihat kedua calon mertuanya sedang bercengkrama dimeja makan.
Bukan hanya ibu Jayden tapi ayahnya juga. Clarissa meringis memikirkan apa yang akan ia katakan nanti.
"Pah. Mah."
"Ohhh my precious."
Marie langsung berdiri menyambut keduanya. Memeluk sang putra dengan perasaan begitu meridu. "Bagaimana kabar kamu, sayang?"
Jayden mengedik dengan sudut bibir terangkat tinggi, "seperti yang mama lihat."
Pertemuan anak dan ibu memang selalu dramatis. Dari matanya Clarissa dapat menangkap kedua sudut mata marie berair namun bibirnya yang terus tersenyum membuat Clarissa mengerti kalau Marie sangat menyayangi putranya.
"Ini...?"
Clarissa langsung tersenyum meski kaku. Jujur saja Clarisaa tidak tahu harus melakukan apa dengan degup jantung yang semakin rusuh.
"Ini Clarissa ma." Jayden mengenalkan.
Barulah setelah itu Clarissa mengambil tangan sang calon mertua untuk menyalaminya, "Clarissa, Tante."
"Mama aja. Kamu bakal jadi anak saya juga nanti." Selah Marie merasa tidak suka dengan panggilan Clarissa.
"Iya--ma."
"Ya udah... Yuk duduk dulu. Mama udah nyiapin banyak untuk kita."
Meja panjang yang penuh dengan berbagai jenis makanan, Clarissa takjup. Terlalu banyak jenis makanan tersaji diatas meja membuat ia menebak-nebak, mungkinkah Marie yang memasak semuanya?
"Clarissa pinter masak gak?"
"Kalo pinter sih engga ma, tapi bisa." Jawab Clarissa sopan.
Marie mengangguk kemudian menarik tempat duduk disebelah Chris yang belum bersuara semenjak kedatangan Jayden dan Clarissa.
"Nanti kalo udah jadi isteri Jayden, Mama gak mau tahu kamu harus Masakin dia. Jayden tu suka makan yang gak sehat, jadi sebagai isteri kamu harus terus jagain pola makan suami, mengerti?"
"Mah!"
Marie sempat menutup bibirnya ketika pembicaraannya dihentikan Jayden. Namun ketika melihat Clarissa yang tersenyum sambil mengangguk, marrie jadi mengedik. Rasanya senang sekali bisa mengungkap keburukan sang putra didepan calon isterinya. "mamah gak bohong kok. Kamu emang gitu. Dibilangin gak mau denger. Tahu-tahu tipes aja."
"Mah udah ya."
"Kenapa? Kamu malu? Clarissanya biasa aja tuh." Sewot marrie tidak sadar celotehnya sudah menunda Clarissa dan Jayden duduk.
"Kalian kenapa belum duduk?"
"Ck! Gara-gara siapa memang?"
Oh rasanya Jayden kesal sekali sekarang.
Clarissa akhirnya bisa duduk setelah Jayden menarikan kursi untuknya.
"Jayden."
Suara dingin Chris menghentikan Jayden yang baru saja ingin menarik kursi untuk ia duduki. "iya pah?"
"Papa mau ngomong."
Suasana langsung hening, senyum Marie pun ikut-ikutan memudar.
"Pah..." Tapi lelaki paruh baya itu lebih dulu beranjak sebelum istrinya menghentikan.
"Kamu tunggu sini ya."
Clarissa meneguk ludahnya saat menganggukan kepala.
"kamu gak usah takut. Ada aku." Katanya menenangkan lalu mengecup sekilas kening Clarissa sebelum benar-benar pergi menyusul sang ayah di lantai atas.
Perasaan Clarissa mendadak tidak enak sekarang. Apa ia sudah salah dalam bersikap?
Ia kurang sopan?
Entahlah.
***