Setelah Dokter Reza pergi, Liona lantas memikirkan kembali permasalahannya.
Apa yang dikatakan Dokter Reza benar adanya, semua proses yang dilalui harusnya bisa di nikmati dan ternyata Liona sadar, selama ini dia tidak pernah menikmati setiap proses dalam hidupnya dan lagi, dia terlalu menggenggam erat satu sumber kebahagiaan yang sebenarnya tidak akan bertahan lama.
"De,"
Kepala Arkan menyembul di balik pintu ruang rawat, dia tidak mau gegabah, takut-takut di marahi Liona untuk yang kedua kalinya.
Jam baru menunjukkan pukul setengah sepuluh, masa iya telinga Arkan merah karena mendengar ocehan Liona.
"Masuk Kak," sahut Liona jauh lebih rileks.
Liona mengaku salah, dia tidak seharusnya melampiaskan kemelut di pikirannya pada Arkan.
Walau terkadang manusia lebih mudah melampiaskan setiap kekesalan dan pikiran negatif yang bersarang di kepala pada orang lain.
