Saat pintu dibuka oleh Bara, Papa Rio yang kebetulan sedang duduk di samping brankar Rio menoleh, tersenyum simpul saat melihat wajah Liona yang tertunduk di belakang Arkan.
"Masuk," ucap Papa Rio.
Bara dan Ari lebih dulu melangkah masuk, mendekat pada Papa Rio. Bersalaman sebentar lalu berdiri tidak jauh dari brankar Rio.
Arkan menyusul, Liona lantas membuntuti sampai dia tepat berdiri di hadapan Papa Rio.
"Maafkan Om, Liona." ucap Papa Rio tak enak hati karena tidak memberi tahu Liona sejak awal akan kondisi Rio.
Kini, putranya itu terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan selang oksigen dihidung dan jarum infus tertancap ditangan. Matanya tertutup, lingkaran di bawah matanya tampak sangat hitam, pucat pasi warna kulit wajahnya dengan bibir yang memutih.
Liona hanya bisa mengangguk lemah, tatapannya tertuju pada Rio. Hatinya sakit saat harus menyaksikan Rio kembali mendapatkan penanganan medis yang jelas tidak nyaman untuk dilihat.