Berulang kali kutanyakan kepada Ibu, tapi Ibu selalu berkelit. Begitu pun Mbak Nia. Mereka tetap tak mau mengaku.
Baiklah, aku sendiri yang akan mencari tahu nanti.
Tak lama kemudian, terdengar deru mesin mobil memasuki halaman. Ku hafal suara mesin itu. Mas Dani pulang.
Aku membukakan pintu. Mas dani mengulurkan tangannya untuk kucium. Hal yang biasa kulakukan selama ini.
"Dek, aku—"
Aku tahu Mas Dani langsung ingin menjelaskan masalah tadi, tapi ucapannya dipotong Ibunya
"Dani, akhirnya kamu pulang ke sini juga. Ibu sudah menunggu. Lihat ini." Ibu merongrong Mas Dani yang baru saja pulang kerja. Dia tak menjawab perkataan Ibu yang hendak menunjukkan tiket liburan itu.
Ia justru melirik melihatku yang bersedekap di depannya. Aku tahu ini di luar kebiasaanku. Biasanya saat pulang kerja aku akan menyambutnya dengan senyuman dan membawakan tas kerjanya, kopi pun sudah tersedia di meja. Namun sekarang, tatapan tajam yang kuberikan.
"Dek ...." Dani justru memanggilku