Arga tersenyum mengejek, "Kelakuan gue brengsek? Lalu bagaimana dengan bokap lo yang sudah menghancurkan rumah tangga orang lain huh?" teriak Arga membuat semua orang yang menonton kejadian ini tercengang. Apa maksud perkataan Arga barusan?
"Apa maksud lo huh" tanya Zidan yang benar-benar tidak tahu akan maksud Arga.
Arga kembali tersenyum sinis, "Sebagai anak, lo sendiri enggak tahu kelakuan bokap lo. Lo terlalu sibuk dengan urusan orang lain Dan". Arga tersenyum puas. Ia pergi begitu saja sambil menggandeng tangan Senja agar menjauh. Zidan mengusap rambutnya kasar. Ia hembuskan nafas kasarnya. Ia sangat tidak tahu dengan perkataan Arga. Apa maksud Arga? Apakah benar papanya bermain api dengan wanita lain? Lantas siapa wanita itu?
Zidan segera menyusul Arga. Ia akan meminta penjelasan kepada Arga sekarang juga.
"Arga...Apa maksud perkataan lo barusan?" tanya Zidan setelah ia berlari mengejar Arga dan sekarang ia berdiri dengan menghalangi jalan Arga dan Senja. Zidan sedikit tidak enak hati dengan Senja. Bagaimanapun ini adalah masalah keluarganya. Wanita yang ia cintai seharusnya tidak perlu tahu dengan masalahnya. Yang mungkin memalukan itu. Tapi ia sudah sangat penasaran. Masa bodoh lah.
"Kalau lo ingin tahu. Lo tanya sendiri ke bokap lo". Lagi-lagi Arga pergi begitu saja. Zidan sudah sangat kesal dan hilang kesabaran. Ia segera berlari kemudian menarik Arga dan menghujaminya dengan pukulan keras ke arah pelipis Arga. Arga jatuh tersungkur. Senja terperanjat kaget melihat kejadian ini.
"Stop Zidan. Apa yang lo lakuin huh?" teriak Senja tidak menghentikan Zidan. Ia sudah sangat emosi sekarang.
"Gue sudah sangat sabar ngadepin lo ya Ar. Lo tinggal bilang jika apa yang lo bilang itu benar"
Arga mencoba berdiri dibantu oleh Senja. "Lo yakin mau dengar sekarang? Di depan gadis yang lo suka? Apa lo enggak malu huh?". Perkataan Arga membuat Zidan tersentak. Ia menatap lekat ke arah Senja. Ada rasa bersalah dan malu pada gadis itu.
Zidan menghembuskan nafasnya, "Bilang saja sekarang" ucapnya singkat.
"Bokap lo telah main api sama nyokap gue. Puas lo". Zidan membulatkan matanya tak percaya. Begitu juga dengan Senja. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Dunia ini terasa berhenti bagi Zidan. Ini benar-benar pukulan keras untuknya. Apakah benar ia tidak peduli dengan keluarganya? Hingga kejadian seperti ini, ia tidak tahu?
"Lo tidak tahu kan. Gue udah tahu dengan mata gue sendiri Dan. Makanya kenapa gue sangat tidak suka sama lo" ujar Arga berapi-api. Ia kemudian pergi meninggalkan Senja dan Zidan yang mematung.
Senja tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Lidahnya terlalu kelu. Dan pikirannya seperti tidak bisa menerima kenyataan barusan. Meski ia tidak terlibat dari masalah kedua pria ini, namun hatinya merasa sakit. Sama seperti perasaan Arga dan Zidan.
"Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Senja. Zidan sedikit tersentak, detik berikutnya ia pergi begitu saja tanpa menjawab Senja.
Saat di rumah, Zidan berencana untuk bertanya langsung kepada papanya. Tidak. Ia akan menyelidikinya dulu. Brata, papanya Zidan adalah seorang lowyer di sebuah perusahaan keuangan. Beliu sering pulang larut dengan alasan lembur. Apakah selama ini, papanya berselingkuh di belakang ibunya? Apakah wanita itu satu perusahaan dengan papanya? Pikirannya terus berkecamuk.
Sekarang pukul 10 malam. Belum ada tanda-tanda papanya akan pulang. Karena tidak sabar, ia segera melajukan mobil sportnya menuju perusahaan tempat papanya bekerja.
Setelah berkendara kurang lebih 30 menit, akhirnya Zidan sampai di depan gedung dengan 21 lantai tersebut. Suasana cukup sepi karena memang sudah bukan jam operasional. Ia menunggu di dalam mobil.
15 menit menunggu, akhirnya pria paruh baya yang ia kenal keluar dari dalam gedung. Sendiri. Tidak ada wanita di sampingnya. Jadi benar, papanya memang lembur selama ini? Zidan segera melajukan mobilnya dan mengikuti kemana papanya pergi. Zidan menyadari jika ini bukan jalan ke rumahnya. Ia menajamnya penglihatannya agar tidak kehilangan jejak.
Setelah hampir 20 menit berkendara, papanya berhenti di salah satu gedung apartemen. Mobilnya ia parkir di basement dan mengikuti arah tujuan sang papa. Lantai 14 apartemen nomor 185, itulah tujuan akhir papanya. Setelah papanya menghilang di balik pintu apartemen tersebut, ia tidak tahu lagi apa yang terjadi di dalam. Ia juga tidak mengetahui rumah siapa itu. Papanya menekan sendiri kode rahasia di gagang pintu tersebut. Jika papanya sudah tahu kode sandinya, bukankah papanya memang sering datang kesini?
Zidan memutuskan untuk menunggu. Malam semakin larut. Ia merasa kantuk yang sangat berat. Saat ia mencoba memejamkan matanya, ia melihat sesosok pria yang sangat ia kenal keluar dari mobil. Arga.
"Kenapa Arga bisa di sini?" pikir Zidan. Ia mengikuti kemana Arga pergi. Lantai 14 apartemen nomor 184. Apartemen yang Arga kunjungi tepat berada di samping apartemen yang papanya kunjungi.
"Suasana macam apa ini?". Pikir Zidan tak masuk akal. Dari kejauhan, Zidan melihat seorang wanita yang membukakan pintu untuk Arga. Arum. Matanya membulat tak percaya atas apa yang ia lihat.
"Itu apartemen Arum?". Zidan sungguh bingung dengan situasi yang ia hadapi. Ia berencana untuk menguntit papanya namun ternyata bertemu Arga disini.
"Kenapa Arga di apartemen Arum selarut ini?" "Apa aku juga harus menunggunya?" "Gilaa...benar-benar tidak masuk akal. Apakah aku sedang menunggu dua orang yang sedang berselingkuh sekarang?". Zidan tersenyum masam.
Zidan merasa bersemangat dan juga kesal bercampur jadi satu. Ia membeli beberapa makanan dan minuman dari supermarket untuk bekalnya menguntit. Satu jam, dua jam, tiga jam. Tidak ada tanda-tanda dari papanya ataupun Arga keluar dari apartemen. Jam sudah menunjukkan pukul dua dinihari.
"Apakah Arga menginap di apartemen Arum? Hari ini, benar-benar di luar kendalinya. "Bagaimana bisa Arga sebrengsek itu?". Zidan mencengkeram kuat pengemudi mobilnya, menyalurkan emosi yang kian memuncak. Pikirannya bercabang memikirkan nasib keluarganya dan juga Senja. Ia merasa kasihan dengan gadis itu.
"Kenapa Senja begitu polos. Aarrghh..." teriak Zidan frustasi.
Suasana di dalam apartemen bernomor 184 semakin panas dengan kegiatan dua insan yang belum ada niatan untuk berhenti.
"Kamu sudah memutuskan untuk tinggal disini aahhh...?" tanya Arum terengah-engah.
"Iya sayang. Aku sudah memutuskan untuk tinggal disini. Apakah kau senang?" tanya Arga yang sedang mencumbu leher jenjang Arum.
"Mmmpphh...iya aku sangat senang, Arga. Bagaimana dengan keluargamu?"
"Mereka terlalu sibuk dengan urusannya. Mereka tidak pernah memperdulikanku..aaahh". Arga terus merancau. Ia sibuk memberikan kissmark di leher dan dada bagian atas milik Arum. Bercumbu sudah menjadi kegemarannya sekarang. Ia juga tak lupa membeli dan memakai pengaman dalam kegiatan panas mereka. Arga sudah menyiapkan semua itu sebelum ia kesini tadi.