Sudah satu minggu pernikahan Devan dan Nayra berjalan. Devan dan Nayra tetap menjalankan pernikahan mereka dengan peran masing-masing tanpa mencampuri privacy mereka.
Hari ini merupakan akhir pekan. Nayra masih tampak santai di kamar sembari menutup laptop setelah merekap nilai ulangan harian siswa. Disofa yang terletak di ujung kamar tampak Devan masih fokus pada macam booknya. Mungkin Devan sedang mengecek email pekerjaannya yang memang banyak. Begitulah yang ada dipikiran Nayra. Nayra meletakan laptop diatas nakas lalu berjalan menghampiri Devan.
"Mas.. Maaf ini kalau Nay ganggu" ucap Nayra pelan
"Hem"
"Mas sibuk nggak?"
"Kenapa Nay?"
"Kalau mas nggak sibuk mau nggak nemenin Nayra belanja bulanan?"
"Kenapa nggak minta tolong pelayan aja yang belanja Nay?"
"Ih mas. Ini kan belanja perlengkapan bulanan pribadi Nay dan mas. Masa minta tolong sama bibi sih"
"Lagian ada bibi juga ngapain kita susah dan cape belanja sih Nay"
"Kalau mas nggak mau nemenin nggak apa-apa. Nay bisa belanja sendiri" Nayra keluar dari kamar setelah mengambil dompet di atas nakas
Devan menghembuskan nafas kasar lalu menaruh macam book diatas meja dan berlari keluar menyusul Nayra nyang sudah berada di halaman depan mansion.
"Aku antar kamu belanja Nay. Ayo masuk" Devan membukakan pintu mobil samping kiri sebelah kemudian untuk Nayra
Nayra mengulum senyum melihat sikap Devan lalu masuk kedalam mobil. Devan menutup pintu mobil kemudian berlari mengitari setengah mobil dan masuk ke kursi kemudi. Devan menjalankan mobil menuju pusat perbelanjaan yang terletak tidak jauh dari mansionya. Mansion Devan terletak di pusat kota Jakarta sehingga tidak terlalu jauh jika bepergian ketempat-tempat yang berada di pusat kota.
Sesampainya di pusat perbelanjaan Nayra langsung menuju ketempat yang ditujukan lebih tepatnya supermarket yang menyediakan berbagai macam kebutuhan. Nayra mengambil kebutuhan pribadi untuk dipakai selama satu bulan. Walaupun anak orang kaya namun Nayra selalu berhemat dan tidak lupa untuk bersedekah setiap bulan ke panti asuhan yang menjadi tempatnya bersedekah selama ini.
"Mas.. Nggak beli keperluan pribadi juga?" tanya Nayra
"Mas nggak tahu beli apa Nay. Selama ini keperluan mas selalu dibeliin sama bibi"
Nayra menganggukan kepala tanda mengerti maksud Devan.
"Maklum orang kaya dan CEO terkenal jadi segala sesuatunya udah diatur" ucap Nayra lirih namun masih bisa didengar oleh Devan
"Kamu bilang apa Nay?"
"Eh.. Eng enggak. Nay nggak bilang apa-apa kok mas. Nay Cuma bilang kayanya udah cukup belanjanya" kilah Nayra
"Kamu ngaku atau mas… " Devan tidak melanjutkan ucapannya saat ada yang memanggil namanya
"Devan" ucap seorang wanita berpenampilan modis dengan tubuh ramping menghampiri Devan dan Nayra
Devan membeku di tempat saat mengetahui siapa yang memanggilnya. Sejujurnya tubuh Devan terasa kaku saat melihat cinta pertamanya ada dihadapannya saat ini. Nayra mengerutkan alis melihat sikap Devan yang diam seribu bahasa.
"Apa kabar Dev?" tanya Alicia mantan pacar Devan lebih tepatnya cinta pertama Devan
Devan masih tidak bergeming di tempat saat Alicia menyapanya. Suara Nayra sontak menyadarkan Devan dari lamunannya.
"Mas. Ditanya itu dijawab. Bukan diam aja" ucap Nayra
"Ah.. Iya ke kenapa?" tanya Devan gugup
"Gimana kabarnya Dev?"
"Seperti yang kamu lihat. Aku sehat"
"Wah.. Kamu sudah sukses lagi ya kelihatannya Dev?"
"Seperti yang kamu lihat"
"Dia siapa Dev?" Alicia menunjuk ke arah Nayra
"Dia dia " Devan belum sempat menyelesaikan ucapannya karena terpotong oleh ucapan Alicia
"Ah.. Pasti sekretaris kamu kan? Apa pembantu baru di rumah kamu Dev?"
Deg
Nayra terhenyak mendengar ucapan wanita itu. Sekretaris? Pembantu? Nayra masih diam menunggu respon Devan.
"Kita duluan ya" Devan mengajak Nayra keluar lalu menelepon salah satu anak buahnya untuk ke supermarket membayar keperluan yang Nayra beli
Sepanjang perjalanan pulang ke mansion hening tidak ada yang memulai percakapan. Nayra memandang jalanan dari jendela pintu samping sedangkan Devan dengan pikirannya sendiri.
"Arghhh.. Kenapa dia harus kembali?" Devan membanting barang yang ada di atas meja ruang kerja yang berada di lantai dua mansionnya
Devan menjambak rambutnya frustasi dengan kehadiran Alicia. Devan mengambil wine yang ada di lemari ruang kerjanya lalu meneguknya.
Nayra yang merasa aneh dengan sikap Devan hanya bisa diam sebelum Devan bersedia bercerita. Mereka sudah berjanji untuk tidak mencapuri privasi masing-masing. Nayra memilih menata keperluan pribadi yang tadi dibeli dan telah diantar oleh anak buah Devan.
Matahari telah beranjak dari peraduan nya digantikan oleh sang bulan yang menyinari bumi. Devan masih belum beranjak dari ruang kerjanya saat waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Devan bahkan melewatkan makan malamnya.
Nayra meminta tolong pelayan memanggil Devan saat makan malam akan tetapi hasilnya nihil. Devan tetap tidak mau beranjak dari ruang kerjanya dilantai dua.
Rasa khawatir mendera dalam diri Nayra kalau Devan belum keluar dari ruang kerjanya. Dengan memberanikan diri Nayra menghampiri Devan diruang kerjanya. Nayra memutar knop pintu setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam namun tidak ada jawaban dari dalam.
Hal pertama yang dilihat Nayra cukup mengejutkan. Botol wine bertebaran dimana mana. Wajah Devan berantakan dengan pakaian yang kusut. Gelas sloki yang masih berisi setengah wine berada diatas meja kerja Devan.
"Mas" Nayra meberanikan diri memanggil Devan dengan pelan
Tidak ada tanggapan dari Devan saat penggilan pertama dari Nayra. Nayra mendekat kearah Devan. Bau alkhohol yang menyengat sejak membuka pintu ruang kerja Devan bertambah ketika Nayra telah berada di dekat Devan. Nayra memegang lengan Devan yang tengah menundukan kepala ke meja kerjanya.
"Mas"
Devan tidak bergeming dengan suara Nayra yang memanggilnya.
"Mas.. Boleh Nay tahu mas ada masalah apa sampai mas begini?" ucap Nayra pelan
Devan reflek memeluk Nayra dengan erat. Nayra terhenyak mendapat pelukan dari Devan. Nayra membalas pelukan Devan dengan mengusap lembut punggung mencoba menenangkan Devan.
"Mas.. Mandi dulu terus sholat ya. Biar mas tenang"
Devan menganggukan kepala lemah. Nayra memapah Devan menuju kamar utama mereka untuk mandi.
Nayra menyiapkan baju ganti Devan dan peralatan sholat Devan. Selesai mandi Devan melaksanakan sholat Isya.
Nayra membawakan makan malam ke kamar. Devan makan malam setelah sholat ditemani Nayra disofa yang berada disudut kamar. Nayra tersenyum melihat Devan yang sudah rapi dan segar.
"Mas.. Tidur dulu nggak apa-apa. Aku mau taruh ini dulu"
"Iya Nay"
Nayra turun kedapur yang berada dilantai satu menggunakan lift. Nayra tidak mau meminta bantuan bibi selama Nayra masih mampu menjalankannya sendiri.
Nayra kembali ke kamar untuk istirahat sedangkan Devan sudah terlelap diranjang. Nayra menatap Devan yang terbaring di sebelahnya.
"Aku nggak tahu masalah apa yang tengah kamu hadapi mas. Maafkan aku kalau pernikahan ini membebani hidup kamu. Aku janji nggak akan merepotkan kamu. Makasih mas udah mau menjalani pernikahan ini walau tanpa cinta. Aku nggak tahu apa dan gimana masmasa lalu mas. Aku juga nggak tahu siapa wanita tadi. Bagaimanapun masa lalu mas, Insha Allah aku akan menerimanya jika mas mau bercerita ke aku. Kalau mas tidak mau cerita aku juga nggak maksa. Aku minta maaf jika aku membebani mas" Nayra ikut membaringkan tubuh di samping Devan dengan air mata yang membasahi wajahnya
Tanpa Nayra sadari Devan mendengar semua ucapan Nayra karena Devan sebenarnya belum tidur lelap. Devan merasa nyeri di hati mendengar ucapan Nayra.
Bukan Nayra yang membebani Devan. Tapi masa lalu Devan yang membebani setiap langkahnya dimasa depan. Devan berjanji pada diri sendiri akan melupakan masa lalunya bersama Alicia dan mulai membuka hatinya untuk Nayra.