Chereads / My Beautiful CEO / Chapter 9 - JANGAN MENGGANGGU CALON SUAMIKU!

Chapter 9 - JANGAN MENGGANGGU CALON SUAMIKU!

Persiapan pernikahan sudah mencapai 90 persen. Sherin ingin sekali berkumpul bersama para temannya yang sering nongkrong di club. Tetapi… rasanya itu tidak mungkin. Ayah dan calon suaminya tidak akan pernah mengizinkan.

"Arggg!" teriak Sherin di kamarnya. Hampir sebulan tidak menginjakkan kaki di club membuat kepalanya pusing. Tempat itu sudah menjadi hiburan untuknya. Apalagi persiapan pernikahan membuat wanita itu stress.

Ponsel Sherin berdering. Sudah puluhan panggilan yang dia abaikan. Dua temannya selalu mengajak bersenang-senang di club, namun tinggal bersama ayah dan calon suaminya yang tidak tahu diri itu membuat Sherin susah untuk pergi.

Tok! tok! tok! terdengar suara pintu. Sherin enggan membukanya. Siapa pun itu, dia malas untuk bertemu. Namun, langkahnya harus terayun karena ketukan itu tak kunjung berhenti.

"Ada apa?" tanyanya malas. Melihat kehadiran Edzhar di ambang pintu membuat Sherin merasa jengah.

"Bersiap-siaplah! Aku akan menemani kamu," titah Edzhar membuat kening Sherin mengernyit. Ini sudah jam delapan malam. Wanita itu juga sudah memakai piyama.

"Bersiap-siap?"

"Hmmm. Aku akan mengantar dan menemani kamu ke club. Anggab saja ini hadiah sebelum pernikahan. Tetapi…." Kalimat Ed terjeda.

"Tetapi apa?"

"Ini yang terakhir kali. Setelah menikah aku tidak akan pernah mengizinkan kamu pergi ke sana lagi."

"What!" pekik Sherin. Apa yang harus dia lakukan jika sudah bosan? Selama ini pelariannya hanya belanja dan ke club.

"Kalau setuju segera bersiap, kalau tidak maka kesempatan ini akan hangus. Sampai kapan pun kamu tidak bisa ke sana lagi. Bagaimana?" Ed bertanya sambil bersedekap dada. Menautkan alisnya yang tebal sambil menunggu keputusan dari calon istrinya.

"Baiklah. Daripada aku mati karena bosan di kamar." Sherin pasrah. Urusan berikutnya, dia akan memikirkan cara untuk pergi ke tempat hingar bingar yang identik dengan minuman alkohol tersebut.

"Belum ada kabar yang mati hanya karena tidak ke club. Segeralah bersiap-siap! aku beri waktu sepuluh menit untuk ganti baju dan berdandan."

"What?" Sherin memekik lagi. Rasanya dia ingin menelan Edzhar hidup-hidup. Atau mungkin jika boleh dia ingin memutilasi laki-laki itu.

"Tidak usah banyak protes. Aku tunggu di bawah. Lebih dari sepuluh menit, aku akan masuk kamar lagi."

"Iya-iya. Dari dulu dia selalu saja menyebalkan," kesal Sherin. Tidak mau membuang waktu dia menutup pintu. Diberi waktu sepuluh menit membuat wanita itu bingung harus memakai apa.

"Aku menyesal menyetujui pernikahan ini. Aku benar-benar masuk neraka nanti. Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Arggh!" Sherin kesal sendiri. Seharusnya dia tidak mengambil keputusan terlalu cepat. Apalagi kenyataan tidak menyatakan jika dia hamil.

Setelah memakai dress berwarna merah tanpa lengan, Sherin duduk di meja rias. Rasanya mustahil bisa dandan dalam waktu lima menit. Wanita itu pun memasukkan peralatan make up miliknya ke dalam tas.

"Lebih baik aku dandan di dalam mobil saja. Laki-laki itu memang gila! Apa setelah kami menikah dia akan mengatur hidupku seperti ini?"

***

Ed dan Sherin sudah dalam perjalanan. Mata Ed yang fokus melihat jalan di depan teralihkan pada Sherin yang mengeluarkan peralatan make up dari dalam tas.

"Kamu sedang apa?" tanya Ed. Melirik sebentar, kemudian fokus menyetir lagi.

"Matamu buta? Aku sedang make up. Sepuluh menit hanya sempat untuk menelan air ludah saja. Menyebalkann sekali! memberi ajakan dengan penyiksaan." Sherin terus menggerutu sambil memoles wajahnya dengan make up. Tingkahnya yang lucu membuat senyuman tipis muncul di sudut bibir Edzhar.

Mereka sudah tiba di depan club. Sesungguhnya Ed malas ke tempat seperti ini. Tetapi, dia tahu setelah menikah wanita itu tidak akan diizinkan lagi ke sana. Setidaknya Ed mengabulkan keinginan Sherin yang satu ini. Menghabiskan malam bersama teman-temannya di sana.

Mata Ed melihat Sherin yang kebigungan sambil bercermin. Wanita itu bingung memilih gaya rambut yang seperti apa. Dilepas atau diikat. Sherin kuncir, bercermin, kemudian dilepas lagi. Lalu, dia ikat ulang lagi. Begitu saja sejak tadi

"Ck!" Sherin berdecak kesal. "Seandainya aku pakai baju yang lain, pasti tidak akan seribet ini. Gaun ini sudah ketinggalan zaman," gerutu Sherin dengan suara pelan, namun masih terdengar di telinga ED.

"Bukan salah gaunnya! Pakaian yang kamu kenakan sudah bagus." Tiba-tiba Ed mendekat dan mereka berhadapan. Tangan Ed ke belakang kepala Sherin dan melepas kuncirannya. "Kamu lebih cantik dengan rambut yang digerai," ucapnya. Sherin terdiam. Dia seperti terhipnotis. Tak tahu harus menjawab apa.

Setelah melepas pengikat rambut Sherin, mata Ed tertuju pada bibir wanita itu. "Lipstick yang kamu pakai terlalu tebal," ucapnya sambil menyeka bibir Sherin dengan jemari. Barulah dia kembali duduk di tempatnya.

"Huft!" Sherin membuang napas yang sempat ditahan. "Apa yang dia lakukan?" batin Sherin.

"Bercerminlah! Kamu lebih cantik dengan polesan lipstick yang tipis." Sherin meraih cermin dan melihat pantulan wajahnya. Entah hanya perasaan saja, namun dia melihat dirinya lebih cantik dari sebelumnya. Tak sadar senyuman simpul terbit di wajahnya.

Dua insan yang akan menikah itu pun masuk ke dalam club setelah menunjukkan identitas diri pada penjaga pintu.

"She, kamu ke kama saja?" Joan dan Aira langsung berhambur memeluk tubuh Sherin.

"Aku sedang sibuk akhir-akhir ini. Banyak hal yang harus aku urus," balas Sherin setelah pelukan terlepas.

"Tumbun sekali kamu sibuk," ucap Aira. Dia fokus mengajak Sherin mengobrol, sementara mata Joan melihat keberadaan Edzhar yang berdiri di samping Sherin.

"Kamu sengaja mengajak dia ke sini?" bisik Joan kesenangan. "Kamu memang paling tahu apa yang aku mau. Sudah lama aku ingin duduk lama dan mengobrol dengannya. Jika boleh aku ingin menghabiskan malam juga dengan saudara angkatmu itu. Pasti dia pandai bermain di atas ranjang. Lihat saja bentuk tubuhnya!" Joan melanjutkan bisikannya membuat Sherin jengah. Sahabatnya itu sepertinya bosan jika hanya menikmati satu pria saja.

"Dia ke sini untuk menemaniku. Bukan mengobrol denganmu. Awas saja kalau kamu sampai macam-macam atau menggodanya!" ancam Sherin membuat temannya itu tertawa.

"Tidak ada yang salah, bukan? Dia hanya laki-laki yang kebetulan dibesarkan oleh ayahmu saja. Jika kami berpacaran itu bukanlah masalah yang besar." Rasanya Sherin ingin membungkam mulut Joan yang tidak berhenti bicara. Dia ingin memberitahu kedua sahabatnya tentang rencana pernikahan dengan Ed, namun dia memilih waktu yang tepat. Sherin tidak mau merusak acara malam ini dengan pembahasan yang tidak seru.

"Jangan terlalu banyak minum!" bisik Ed di telinga Sherin. Lagi-lagi calon istrinya itu menganggukkan kepala. Sejak peristiwa di mobil, Sherin jadi penurut.

Sherin meminta izin untuk berjoget. Ed pun mengizinkan. Lagipula ini kesempatan terakhir untuk calon istrinya itu bermain ke club. Ed berniat akan mengawasi dari sofa saja.

"Tidak mau minum?" Joan yang biasanya ikut berjoged dengan kedua temannya memilih untuk duduk manis di sofa. Wanita itu tidak mau kehilangan kesempatan. Kapan lagi ada waktu untuk mengobrol bebas dengan Edzhar.

"Saya tidak suka minum alkohol, Nona." Ed menolak gelas yang disodorkan oleh Joan.

"Saya bukan majikanmu. Jangan bersikap formal seperti itu!"

"Maaf Nona. Saya memang terbiasa seperti ini jika berhadapan dengan orang yang tidak terlalu kenal," balas Ed tanpa melihat wajah Joan. Matanya justru sibuk mengawasi Sherin yang sedang asyik dengan Aira. Ed tidak mau ada laki-laki hidung belang yang mendekati Sherin.

Sikap cuek Edzhar membuat Joan semakin gemas dan penasaran. Dia pun berpindah tempat duduk ke samping Edzhar.

"Aku ingin lebih mengenalmu. Jangan berbicara formal lagi padaku!" Joan menarik tangan Ed, tetapi laki-laki itu langsung menepisnya. "Kenapa? Apa aku kurang cantik?" tanya Joan. Belum sempat mendapatkan jawaban, sebuah tangan menyentuh bahunya.

"Jangan pernah mengganggu calon suamiku!" tukas Sherin sambil menatap tajam kepada temannya.

"Calon suami?" ulang Joan tidak mengerti. "Apa maksudmu, She?"

Sherin tidak menjawab. Dia justru duduk di pangkuan Ed dan meraup bibir laki-laki itu. Mata Ed terbelalak, demikian juga kedua temannya.