Ardo menatap Daniel tak percaya.
"Kenapa tiba tiba kamu bilang begitu? Katamu gak suka sama dia," tanyanya.
"Aku udah selalu mengalah sama kamu, dan aku udah ngasih kamu kesempatan. Tapi kamu malah nyakitin dia. Aku gak akan membiarkan hal itu terjadi lagi," jawab Daniel.
Ardo melayangkan pukulannya pada wajah Daniel.
"Emangnya awal dari masalah ini kamu pikir siapa? Kalau aja kamu gak nyakitin Rachel, dia gak akan nangis di sana dan aku gak harus mengkhawatirkan dia!" Tangan Ardo masih mencengkeram kerah Daniel. Dan pengunjung lain mulai tidak nyaman karena ulah mereka.
"Apa kamu masih suka sama Rachel? Kenapa kamu gak bisa mengabaikan dia?" Daniel balik menyerang Ardo.
"Karena Rachel sahabatku! Dia sahabat kita!" teriak Ardo.
"Jangan pernah berlindung menggunakan kata sahabat. Yang aku lihat kamu emang gak bisa milih antara Marisa atau Rachel."
Ardo melayangkan pukulannya lagi pada Daniel. Dan kali ini Daniel tak tinggal diam, dia membalas pukulan dari sahabatnya tersebut. Semakin lama kesadaran mereka semakin habis karena minuman yang telah mereka minum.
Ardo menghubungi Marisa, tapi saat Marisa mengangkatnya, Ardo sudah kehilangan kesadaran. Dia pingsan dan barista pun mengambil alih telepon Ardo dan berbicara pada Marisa.
"Maaf apa Anda mengenal orang yang memiliki ponsel ini?" tanya barista tersebut.
"Iya, memangnya ada apa ya?" tanya Marisa khawatir.
"Teman Anda mabuk dan sekarang sedang pingsan, apa Anda bisa menjemputnya?"
"Apa?! Mabuk? Baiklah di mana tempatnya?"
"Di bar The Palace."
"Baik saya akan segera ke sana." Marisa lalu bergegas mengambil jaket untuk menjemput Ardo saat itu juga. Dalam hati Marisaa sangat kesal, padahal tubuhnya belum pulih benar tapi masih harus mengurusi orang mabuk.
"Kenapa dia pakai mabuk segala?!" batin Marisa.
Setelah naik bus selama sepuluh menit, Marisa sampai di depan bar. Dia lalu masuk dan mencari sosok Ardo di dalam sana. Tidak lama mata Marisa menangkap seorang pria yang sedang tidak sadarkan diri di meja bar.
Setelah menghampirinya, Marisa terkejut melihat Daniel juga berada di sana. Di sebelah Ardo. Daniel masih meneruskan minumnya, ketika Marisa lalu menghampiri mereka berdua. Dia tak kalah terkejut saat melihat wajah keduanya lebam.
"Kalian berkelahi?!" tanya Marisa.
"Yah, seperti yang kamu lihat," jawab Daniel sambil tersenyum tipis.
"Kenapa kalian berkelahi? Bukannya kalian berteman?"
"Namanya juga laki laki. Udah bawa aja dia pulang," suruh Daniel. Dia menghabiskan minumannya dan mengambil jas nya lalu bersiap meninggalkan bar.
"Bagaimana sama kamu? Kamu gak mungkin kan menyetir dalam keadaan seperti itu?" tanya Marisa.
"Tentu, aku udah nguhubungi Selly buat menjemputku," jawab Daniel. Setelah itu tak lama Selly datang dan menghampiri Daniel dan membantunya berjalan keluar dari bar.
Entah kenapa Marisa merasa kesal melihat hal itu. Tapi dia langsung tersadar saat Ardo mulai menggigau.
"Marisa maafin aku," ucap Ardo.
Tak ada jawaban dari Marisa, dengan susah payah ia memapah Ardo keluar menuju mobil laki laki itu.
"Kenapa kamu sampai mabuk begini sih?" tanya Marisa ketika mereka berdua sudah berada di dalam mobil.
Tak ada jawaban dari Ardo, dia hanya terus mengucapkan kata kata yang tidak jelas.
Akhirnya Marisa mulai menyalakan mesin mobil. Dia merasa gugup karena sudah lama dia tidak menyetir mobil, mungkin sudah lima tahun yang lalu. Ia menarik napas dalam dalam dan membuangnya dengan teratur.
Pertama dia memasukkan alamat rumah Ardo ke alat GPS yang ada di dalam mobil. Sebenarnya dia belum pernah ke rumah Ardo sebelumnya, Marisa hanya tahu alamatnya saja.
Wanita itu mulai menginjak gas dengan hati hati. Butuh satu jam lebih untuk sampai ke rumah Ardo, karena dia mengemudikan mobilnya dengan pelan.
Marisa memandangi rumah Ardo yang besar namun sangat sepi. Sepertinya dia tidak punya pembantu dan hanya tinggal sendiri. Marisa juga belum pernah mendengar cerita tentang orang tua Ardo.
Dia memandangi wajah lelaki itu yang terlelap di mobil. Mendadak perasaan bersalah hinggap di hati Marisa. Dia merasa jika dirinya sudah egois. Bahkan Marisa tidak pernah perhatian pada lelaki ini, yang sebelumnya sangat dia sukai. Ia tidak pernah bertanya tentang keluarga atau kehidupan pribadinya.
Marisa menyentuh pipi Ardo, dan tiba tiba lelaki itu menyentuh tangan Marisa. Ardo membuka matanya lalu menatap wanita di sebelahnya tersebut.
"Jangan pergi," ucap Ardo.
Marisa menjadi salah tingkah mendengarnya. Wajahnya mulai memerah menerima tatapan dari laki laki itu.
"Memangnya aku mau pergi ke mana?" jawab Marisa gugup.
Ardo diam kembali, raut wajahnya tampak sedang menahan sesuatu. Lalu tiba tiba saja dia keluar dari mobil dan memuntahkan isi perutnya.
Marisa terkejut dan menyusulnya, tangannya memijit mijit leher Ardo dari belakang.
"Kalau gak bisa minum, gak usah sok sokan minum sampai mabuk," kata Marisa menasehati.
"Aku muntah bukan karena itu, tapi karena kamu gak menyetir dengan benar," sahut Ardo.
Marisa lalu membawa Ardo masuk ke dalam rumahnya.
"Kamu istirahat dulu aja, biar aku buatin kamu sup buat meredakan mabukmu," kata Marisa.
Ardo menurut dan duduk di sofa, dia menyandarkan kepalanya. Sementara Marisa bergegas ke dapur dan melihat isi kulkas.
Sebelumnya Marisa sudah mencari di internet resep untuk membuat sup penghilang mabuk yang hanya terdiri dari mie, daging ayam, kaldu, bawang bombai dan telur rebus.
Setelah sibuk beberapa menit akhirnya Marisa menghampiri Ardo dan meletakkan sup tersebut di atas meja.
Ardo memandang sup itu seakan tidak percaya dengan masakan Marisa.
"Makanlah," suruh Marisa.
Karena tidak mau membuat kekasihnya tersebut kecewa, akhirnya Ardo memakan sup buatan Marisa dan menghabiskannya karena wanita itu terus mendesaknya.
"Gimana? Apa udah lebih baik?" tanya Marisa setelah Ardo menghabiskan masakannya.
"Iya, aku udah seger lagi. Kamu koki yang hebat Marisa," jawab Ardo bohong karena sebenarnya masakan Marisa jauh dari kata enak.
"Kalau begitu aku pulang ya." Marisa bersiap untuk pergi, tapi tangan Ardo menahannya.
"Udah malam, di sini aja."
Dari raut wajah Marisa tampak cemas setelah mendengar perkataan Ardo.
"Tenang aja, aku gak akan berbuat apa apa," kata Ardo lalu tersenyum padanya, "Aku cuma gak mau sendirian malam ini," lanjutnya kemudian dia menarik Marisa untuk duduk lagi.
Ardo memejamkan matanya dan tangannya masih menggengam tangan kekasihnya tersebut.
"Kamu mau tidur di sini?" tanya Marisa.
"Iya," jawab Ardo singkat.
Sepertinya Ardo memang tidak akan berbuat macam macam padanya. Marisa tahu jika Ardo bukan tipe lelaki seperti itu. Marisa lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Ardo dan memejamkan matanya juga.
"Kenapa kamu tinggal sendirian?" tanya Marisa tiba tiba.
"Karena ingin," jawab laki laki itu.
"Di mana orang tuamu?"
"Mereka tinggal di Bandung, karena adikku kuliah di sana."
Marisa baru tahu jika Ardo memiliki seorang adik. Dia lagi lagi menyalahkan dirinya karena tidak pernah peduli dan mau tahu tentang kehidupan kekasihnya.
Setelah itu terdengar dengkuran halus dari Ardo dan Marisa tak lagi melanjutkan pertanyaannya. Dia mencoba tidur di sisi Ardo.