Keesokan harinya, Citra di jemput dan diantar pulang oleh Taksa bersama sang kekasih. Beruntung sekali, kekasih Taksa juga menyayanginya. Tidak ada kecemburuan antara pasangan kekasih tersebut kepadanya. Yang dia rasakan hanya kepedulian dan simpati, meskipun begitu, Citra sungguh bahagia karena memiliki teman yang sudah seperti saudara sendiri.
"Terima kasih banyak, Kak Taksa dan Kak Adel. Maaf selama ini sudah merepotkan kalian berduam," ujar Citra menunduk. Citra merasa tidak enak hati karena sudah membuat repot orang lain, walau tidak dipungkiri bila hatinya merasa bahagia karena masih ada orang yang memperhatikan dirinya. Apa lagi setelah kecelakaannya dulu yang membuatnya cacat seperti ini. kebanyakan dari mereka yang mengetahui hanya bisa memandang sebelah mata, tak sedikit juga yang mencemooh.
Menjadi anak yatim piatu membuat Citra sulit dalm hal perekonomian. Dulu saat masih kuliah, dia masih memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Karena meskipun sederhana, sang Nenek selalu memberi semangat dan dukungan untuk menjadi diri sendiri dan menghargai apa yang ada padanya.
"Hargailah dirimu sendiri, dengan begitu orang pun juga akan menghargaimu. Jika kamu malu dan penakut, yang ada mereka akan semakin menindasmu. Cucu Nenek ini sangat cantik dan pintar loh, jadi tidak ada alasan untuk Citra menjadi pribadi tertutup. Terbukalah, carilah teman yang tulus padamu. Nenek yakin akan banyak orang yang mau berteman denganmu," ucap Nenek kala itu yang membuat pribadi Citra Introvert menjadi ekstrovert.
Dan benar, setelah Citra mulai mau berbaur dengan yang lain, Citra mendapatkan teman-teman kala sekolah. Karena citra yang sangat cantik dan juga pintar, banyak kaum hawa yang iri. Apa lagi dengan para kaum lelaki mengejar-ngejar Citra, kebanyakan dari mereka hanya baik di depan saja dan buruk di belakang. Persahabatan yang mereka tawarkan hanya sebagai topeng belaka untuk mendekati para pria yang mengejar Citra. Pertemanan mereka justru dijadikan sebagai obyek untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Seperti ingin dijodohkan dengan pria atau jawaban ketika mereka ujian. Ya, seperti itu mereka memanfaatkan kepolosan Citra.
Hanya satu yang benar-benar tulus berteman dengan Citra. Tapi sayang, demi mengejar pendidikan S2 dan S3, sang sahabat harus menempuh pendidikan di luar negeri. Untuk itu, Citra kini merasa sendiri dan tidak ada yang peduli. Citra yang membutuhkan bantuan hanya bisa menelan ludah kala penolakan demi penolakan yang dia terima. Tak urung para tetangga pun enggan membantunya di saat mereka butuh.
Sudah menjadi rahasia umum bila tetangga hanya bisa menghina bila ada orang susah dan baik kala bisa dimanfaatkan saja. Seperti mencari jarum dalam jerami, mendapatkan orang yang benar-benar tulus membantu Citra dan sang Nenek. Tapi kepahitan hidup tak pernah membuat keduanya putus asa dalam berusaha dan berikhtiar.
Sang Nenek sebagai penjuak nasi uduk, masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari walau dengan kesederhanaan. Mau hidup seperti apa pun, bagi Citra sang Nenek tetaplah pahlawan baginya. Tubuh rentanya rela bercucuran keringat demi mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua. Bila dulu Citra turut membantu mencari nafkah, kini dengan keterbatasannya Citra harus duduk diam. Dia dilarang keras oleh sang Nenek untuk bekerja. Akan tetapi, Citra bukan orang yang mudah menyerah, diam-diam dia melakukan bisnis online yang baru dirintisnya. Meskipun hasilnya tidak semaksimal jika dia bisa berjalan, namun cukup membantu perekonomiannya.
"Kami senang bisa membantumu. Tidak ada kata terima kasih untuk saudara sendiri. Betul kan, Yang?" Tanya Adel pada Taksa.
"Tentu saja. Kami berdua sudah menganggapmu seperti adikku sendiri, jadi tidak perlu sungkan pada kami. Ingat, jika kamu butuh sesuatu, kamu bisa mengandalkan kami berdua," timpal Taksa disusul anggukan oleh Adel.
"Baiklah, Kak." Taksa mengacak kepala Citra gemas.
"Mau kami antar masuk atau mau sendiri?" tawar Taksa.
"Sebaiknya kita antar masuk saja, Mas. Sekalian kita jelaskan kepada Neneknya Citra apa yang terjadi dengannya."
Sejenak Taksa berpikir, lalu tak berselang lama pria itu pun menuruti ucapan sang kekasih. "Kamu benar sayang, apa lagi kemarin aku sudah berbohong pada Nenek. Aku akan bantu menjelaskan pada Nenek. Kalau begitu ayo kita masuk sama-sama." Dua gadis itu tersenyum. Taksa mengambil alih kursi roda Citra dari Adel, dan mendorongnya masuk menuju pintu rumah Citra.
"Assalamualaikum," ucap ketiganya.
"Walaikumsalam." Tak berselang lama mendapat balasan dari dalam.
"Ya Allah, kamu kenapa lagi, Cit?" Tanya Nenek Sena kala melihat cucunya kembali pulang dalam keadaan tangan terpasang sebuah gips.
"Akan Citra jelaskan di dalam, Nek?" Mereka pun masuk dan duduk di kursi yang tersedia.
"Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Bagaimana bisa tanganmu sampai seperti ini?" sang Nenek memberondong pertanyaan kepada cucunya.
"Jadi begini, Nek…." Taksa mulai menjelaskan dari awal sampai akhir, tak luput kebohongan yang dia buat pun turut diceritakan.
"Ya Allah, ndukk… kan sudah Nenek bilang, biar Nenek saja yang cari uang untuk hidup kita sehari-hari. Kenapa kamu masih saja ngeyel dan ngotot mencari uang sih? Begini kan jadinya kalau tidak nurut sama orang tua." Antara marah dan sedih menjadi satu. Nenek Sena sedih melihat bagaimana perjuangan sang cucu yang ingin seperti dulu. Dengan segala kekurangannya, Citra tetap ingin membantu sang Nenek memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Aku tidak apa-apa, Nek. Nenek tidak perlu berlebihan. Meskipun Citra cacat, tapi Citra masih bisa seperti orang-orang pada umumnya kok, Nek. Jangan pernah menganggap Citra lemah, Nek. Citra akan sedih dan merasa tidak berguna." Citra menunduk, berusaha menyembunyikan air matanya. Dia sedih karena selalu saja membuat orang yang dia sayang meneteskan ari mata.
Sungguh, tidak ada yang perlu disesali hasil dari kecelakaan satu tahun yang lalu. Semua hanya Citra yang bisa rasakan betapa tidak berharganya dirinya karena tidak bisa melakukan semua hal dengan baik. Dia ingin hanya senyum saja yang terbit di bibir Neneknya, namun lagi-lagi hanya tangisan yang selalu dia beri untuk wanita tua renta di sampingnya ini.
"Nenek akan pastikan kamu tidak akan susah, Nduk. Sampai datang seseorang untuk meminangmu, barulah Nenek bisa tenang dan melepasmu. Karena di hari itu tiba, Nenek sudah tidak punya hak membatasimu melakukan apa pun. Semua sesuai keinginan mu. Akan tetapi selama kamu masih menjadi tanggung jawab Nenek, tidak akan Nenek biarkan kamu menderita. Meskipun hidup kita sederhana, kita bisa hidup bahagia. Jangan pernah berpikir untuk mencari uang lagi ya! Nenek tidak mau terjadi hal buruk lagi padamu."
Ucapan Nenek Sena begitu menyentuh hati orang yang mendengarnya. Terutama Citra, dia tersenyum miris mendengarnya. Mana ada seorang pemuda yang mau mengikat dirinya dan bertanggung jawab demi hidupnya. Seorang gadis lumpuh sepertinya tidak akan bisa menggait lelaki manapun untuk dijadikan suami. Citra cukup sadar diri, siapa dirinya dan bagaimana kondisinya.