Chereads / Unrequited Love (Saka-Citra) / Chapter 4 - Tertampar Kenyataan

Chapter 4 - Tertampar Kenyataan

"Memang benar. Semua memang ada kaitannya denganmu." Saka menoleh cepat ke arah Taksa dan dibalas tatap oleh Taksa juga. "Aku akan memberitahumu yang sebenarnya."

"Jelaskan! Jangan bertele-tele," tandas Saka tidak sabar, apa lagi ada hubungannya dengannya. Ketidak tahuan Saka membuat dirinya begitu penasaran. Hal apa yang membuat Citra mengalami kondisi seperti itu, lalu bagaimana bisa semua ini ada hubungannya dengan dirinya.

"Kamu ingat satu tahun lalu saat kamu mengalami kecelakaan?" Saka mengangguk pasti.

"Kamu selamat karena pertolongan dari seseorang yang pernah kamu tolak." Saka bergeming, akan tetapi netra lelaki di samping Taksa seakan bertanya 'apa itu Citra?' begitulah kira-kira yang titafsirkan oleh Taksa.

"Iya, seperti dugaanmu. Citralah yang menyelamatkanmu waktu itu dengan mengorbankan dirinya sendiri. Dia seperti Srikandi, bukan? Bertindak sebagai pahlawan sejati untuk pria yang bahkan sudah menyakiti dirinya berkali-kali." Taksa menarik nafas dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tanpa memikirkan dirinya sendiri, gadis itu langsung berlari ke arahmu dan dalam keadaan terdesak, dia pun langsung mendorong tubuhmu menjauh hingga akhirnya malah tubuhnya sendirilah yang terpental akibat tertabrak minibus waktu itu." Saka tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar kenyataan yang menamparnya.

Bagaimana mungkin, gadis yang sudah dia tolak dan permalukan di depan umum, masih saja melindunginya dari musibah besar. Saka bergeming, pikirannya memutar memory dimana siang itu dia mencaci bahkan melempar bunga serta cincin yang dibawa oleh Citra—yang dia baru ketahui jika cincin itu Citra beli dengan uang gaji ditambah lemburan-lemburan dari tempat kerja wanita tersebut.

"Bagaimana pendapatmu? Apakah sama denganku? Well, aku tidak mengerti dengan semua sikapnya. Naif, atau memang bodoh karena bucin."

Saka tak menanggapi ucapan Taksa yang terkesan santai. Saka mengamati rumah sederhana di depannya. Tangannya pun tergerak hendak membuka pintu mobil. Ya, sedari tadi Saka belum beranjak dari rumah yang sudah dibeli oleh Taksa. Melihat temannya yang dia tebak pasti akan kembali ke rumah Citra guna mengkonfirmasi ucapan Taksa, dengan cepat Taksa menghentikan niatan Saka.

"Mau kemana kamu? Apa kamu ingin kembali ke rumah Citra dan mengatakan apa yang baru saja aku katakan padamu?" Taksa tertawa remeh.

"Apa kamu tidak melihat bagaimana reaksi Citra tadi? Dia masih sedih, tidak bisakah untuk sementara waktu kamu berpura-pura masih belum mengetahui kenyataan yang ada? Aku tidak ingin Citra kecewa padaku karena sudah membocorkan rahasia terbesarnya. Akan tetapi, aku sudah tidak tahan lagi. Selama satu tahun belakangan ini, aku bisa melihat kesedihan yang terpancar dari wajahnya meskipun dia berusaha menutupinya dari semua orang termasuk neneknya. Namun aku sangat tahu bagaimana dia mencoba untuk bersabar dan menerima segala yang terjadi padanya. Tanpa minta pertanggung jawaban, maupun meminta belas kasihan darimu."

Taksa menatap dalam manik Saka. "Aku sudah berjanji pada Citra untuk tidak memberitahu siapa pun termasuk kamu." Kening Saka bertaut. "Kenapa?" Tanya Saka tidak mengerti.

"Dasar bodoh. Kenapa sih, kamu tidak sepeka itu terhadap Citra?" Taksa menggeleng-gelengkan kepala sendu. "Tentu saja dia tidak ingin kamu dirundung rasa bersalah karenanya. Dia hanya ingin menanggung penderitaan ini sendirian. Yah walaupun mau tidak mau sang nenek dan tentunya aku. Kenapa? Karena aku melihat seberapa besar pengorbanannya untukmu dan yang pasti, cinta tiada duanya. Bahkan rasa itu masih bisa kulihat dari sinar matanya."

Saka menarik kembali tangannya dari pintu mobil. Dia pun menunduk lalu meletakkan kepalanya pada stir mobil, menghalau rasa yang bercampur aduk akibat rasa bersalah dan sedikit penyesalan. Mungkin Saka akan lebih bersyukur lagi bila seandainya waktu itu Citra tidak menolongnya. Dengan begitu, dia tidak akan merasa berhutang nyawa pada gadis yang dia benci.

"Kendalikan dirimu, aku tahu mungkin kamu sangat terkejut mendengar kenyataan ini. Tapi begitulah fakta yang sebenarnya. Aku berharap kamu bisa lebih bijak dalam mengatasi ini semua. Itu harapan terakhirku. Lebih baik kita segera pergi dari sini," pinta Taksa.

Cukup sekian menit, Saka pun beranjak meninggalkan lokasi dimana membuatnya menemukan sebuah kebenaran tentang kejadian satu tahun lalu. Selama perjalanan kembali pulang, Saka tidak berhenti memikirkan semua kejadian barusan dan ucapan Taksa terus saja terngiang di kepalanya. Apa yang harus dia lakukan untuk menebus semuanya? Yah, meskipun apa yang terjadi pada Citra memang bukan murni kesalahan dirinya sepenuhnya. Akan tetapi, tidak menutup hati nuraninya jika Ia harus membalas kebaikan yang dilakukan oleh gadis itu. Apa lagi dengan kondisi Citra seperti sekarang ini, tentu sebuah tekad akan dia putuskan.

Entah itu adil atau tidak bagi Citra, namun dengan begitu bisa membuat dirinya merasa sedikit mengurangi beban rasa bersalah yang menyerang hatinya. "Saka, kenapa kamu lurus saja? Katanya mau makan siang? Perutku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, cepat putar balik! Aku ingin makan ikan bakar di Restaurant X," perintah Taksa seenaknya mengabaikan raut wajah Saka menahan amarah. Bodo amat dengan ekpresi Saka saat ini, yang terpenting baginya adalah kenyang.

Dengan kesal, Saka membanting pintu mobil saat kendaraan roda empat itu sudah memasuki area Resto. Taksa pun berjingkat kaget, pasalnya tak tanggung-tanggung Saka menutup pintu itu sangat kasar. Dengan karakternya yang suka mengumpat, Taksa tidak tanggung-tanggung mengeluarkan kata-kata kasar untuk Saka. "Anjir… loe mau gue jantungan, hah?" pekik Taksa yang tidak bisa mengendalikan mulutnya.

Saka bersikap acuh dan masa bodoh, bukannya meladeni, Saka terus saja berjalan masuk meninggalkan sahabat yang masih mengerutu dengan semua cacian tertuju padanya. "Emang dasar gila kamu tu ya. Kelakuanmu mengganggu orang-orang sekitar tau, gak?" Maki Taksa masih setia dengan kekesalannya. Tentu saja, Taksa baru saja sport jantung. Saka benar-benar menguji kesabarannya hari ini.

"Bisa tidak kamu tutup mulutmu itu, kalau tidak, jangan salahkan aku membungkam mulutmu selamanya," ancam Saka yang langsung dituruti oleh Taksa. Selama beberapa saat mereka pun dalam keadaan hening. Sampai makanan habis pun, keduanya masih sama-sama bergeming.

Hingga akhirnya, Saka lebih dahulu mengeluarkan suara memecah kediaman yang terjadi sejak tadi. "Apa yang harus aku lakukan untuk menebus semuanya?" Saka menunduk menunjukkan penyesalan yang mendalam.

"Apa kamu ingin melihatnya bahagia dan tersenyum lagi seperti dulu?" Saka mengangguk.

"Kalau begitu, kamu hanya punya satu pilihan dan aku tidak yakin kamu mau melakukannya." Kali ini Saka mendongakkan kepala, menatap dalam manik Taksa.

"Apa?"

"Tapi, apa kamu bersungguh-sungguh ingin dia kembali tersenyum?"

Saka mengangguk mantap. "Cepat katakana ide kamu itu, jangan berputar-putar."

"Menikahlah dengan Citra. Hanya itu satu-satunya yang bisa kamu lakukan untuk menebus semuanya dan membuat gadis itu kembali bersemangat menjalani hidupnya." Tegas, Taksa berkata yakin akan sarannya.