Chereads / Unrequited Love (Saka-Citra) / Chapter 22 - Pelukan Hangat

Chapter 22 - Pelukan Hangat

Dua orang anak manusia yang terikat hubungan menjadi satu sebagai sepasang suami istri itu tengah menjalani kehidupan masing-masing di tempat berbeda. Sudah satu minggu lebih Saka belum juga kembali dari rumah ibunya. Tidak ada komunikasi diantara mereka karena satu sama lain memang belum menyimpan kontak pasangan.

Citra sudah dua kali menjalani terapi jalan sesuai arahan Saka yang dititpkan kepada Bi Ijah. "Non, makan dulu. Makan siang sudah siap. Mau saya ambilkan atau Nona mau makan di ruang makan?"

Pandangan yang tengah menikmati udara semilir di balkon terhenti karena suara Bi Ijah. Citra mengalihkan penglihatannya ke arah wanita paruh baya itu dan tersenyum. "Citra keluar saja, Bi. Citra akan makan di meja makan saja."

"Ya sudah." Bi Ijah mendekat lalu membantu Citra berdiri dan berjalan menggunakan tongkatnya. Entah kenapa, sejak pindah ke Apartemen milik Saka, Citra lebih suka memakai tongkat sekaligus melatih kakinya agar kuat dan bisa sembuh secepatnya. Lagi pun, Citra tidak ingin selalu duduk di kursi roda. Cukup sudah dirinya setahun terakhir hanya diam dan meratapi kemalangannya. Saatnya semangat untuk bisa berjalan lagi.

"Wah, makanan kesukaanku semua," senang Citra melihat berbagai menu di atas meja.

"Benarkah? Kebetulan sekali, Nona." Sang Bibi juga tidak menyangka jika apa yang dimasak merupakan menu kesukaan Citra.

Rasanya tidak sabar untuk menikmati hidangan tersebut, Citra mengambil piring langsung diberi sayur bayam. Diambil pula pepes tahu dan oncom, tak lupa sambal terasi kukus. Menu tersebut adalah menu yang sering Nenek Sena masakan untuknya. Tiba-tiba ingatannya berpulang ke rumah Nenek Sena, rasa rindu menyeruak seketika.

"Bagaimana kabar Nenek, ya! Aku rindu," lirih Citra masih bisa di dengar Bi Ijah.

"Non kangen sama Nenek, Non? Kalau kangen, nanti minta Tuan Saka saja untuk mengantar."

Citra menggeleng. "Aku sungkan meminta bantuannya, Bi. Aku takut merepotkan dirinya."

"Enggak sama sekali kok, Non. Beliau sangat peduli pada Nona Citra." Citra menghela nafas dalam dan tidak menanggapi ucapan Bi Ijah. Dia lebih memilih untuk melanjutkan makannya dari pada membahas Saka.

Toh, jika memang Saka peduli padanya, tidak mungkin selama seminggu ini dia abai terhadap dirinya. Paling tidak, dia bisa menguhubungi nomor telepon rumah untuk sekedar menanyakan kabar dan keadaannya karena memang mungkin Saka belum save nomor ponselnya. Namun apa? Nyatanya Saka tidak memberi kabar sama sekali. Jadi sudah jelas, bukan jika Saka memang tidak peduli seperti apa yang dikatakan oleh Bi Ijah.

Bi Ijah tersenyum sedih, dia tahu apa yang dipikirkan oleh Citra saat ini. pasti gadis itu mengira bahwa Saka memang tidak peduli meski bukan itu kenyataannya. Setiap hari, Saka menghubungi Bi Ijah untuk memastikan kesehatan juga terapi yang dijalani oleh Citra. Saka begitu bertanggung jawab terhadap hidup perempuan itu. Memang Saka tidak pernah berniat untuk sekedar ngobrol pada Citra, begitu pun Citra yang tidak ingin bicara seolah tidak peduli akan keberadaan lelaki tersebut.

Sepandai-pandainya Citra menyimpan rasa ingin tahunya tentang kabar Citra, Bi Ijah bisa mengetahui dan menebak dari cara Citra memandang foto Saka di ruang tengah dengan tatapan sendu penuh kerinduan. Tak jarang Bi Ijah mengatakan apa yang dialami Citra selama pria itu tidak ada di rumah, namun hanya dibalas oleh senyuman atau sekedar, "biarkan saja, Bi. Nanti saat Saka pulang akan jadi kejutan untuknya." Itulah yang selalu dikatakan oleh Saka ketika Bi Ijah mengatakan betapa murungnya Citra tanpa sosok dirinya.

"Siapa yang rindu dengan Nenek?" Tiba-tiba sebuah suara familiar terdengar di rungu Citra. Seketika wanita itu menoleh dan mendapati sosok yang begitu amat dia rindukan. Ingin sekali dia langsung berhambur kepelukan pria itu untuk menghilangkan semua rasa terpendam yang menyelimuti dirinya. Tentu saja tidak, Citra berusaha sekuat tenaga untuk menjaga image dirinya. Sebaiknya memang dia mengikuti permainan yang dimainkan oleh Saka dari pada harus mengejar lagi seperti saat mereka masih sama-sama single. Pantang menyerah sebelum janur kuning melengkung. Itu prinsip Citra dulu kala mengejar cinta Saka.

Saka mengikis jarak antara dirinya dengan sang istri. Dibelainya pipi Citra penuh kasih, tak lupa senyum memabukkan bagi Citra yang membuatnya harus berulang kali merasakan jatuh cinta hingga besarnya rasa cinta tersebut seluas samudera. Gambaran dimana Citra teramat dalam menaruh perasaan terhadap lelaki meski sudah sering kali disakiti. Keyakinan bahwa suatu saat Saka akan luluh oleh keikhlasan juga kasih sayang bersarang indah selalu dalam hatinya.

"Kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak merindukanku, hem?" tatapan mata Saka begitu dalam seolah Citra adalah orang berharga di hidupnya. Sikap Saka benar-benar membuat Citra bingung.

"Memangnya…." Citra tak lagi melanjutkan kalimatnya, dia segera menunduk. Tangannya bahkan sudah gatel untuk menyentuh rahang tegas lelaki yang berdiri tegak dihadapannya ini.

"Memangnya… apa?" Citra menggeleng, tanpa mempedulikan Saka lagi, dia pun berbalik hendak meninggalkan Saka. Tanpa di sangka Citra, Saka malah menahan tubuhnya dan menjatuhkan ringan badan Citra masuk ke dalam pelukan.

"Apa kamu tidak merindukanku? Kenapa? Aku tetap ingin kamu setia untuk mencintaiku. Dengan kamu bersikap seperti ini, itu akan membuatku sangat sedih."

Sejenak Citra menikmati moment kebersamaan keduanya, dihirup dalam-dalam wangi tubuh Saka. Tidak ingin sedikit pun melewati time yang pasti dia ketahui akan jarang ia dapat. Citra merasakan pucuk kepalanya sedikit basah karena sebuah kecupan dari bibir manis Saka. Seutas senyum bahagia terbit menghiasi wajahnya.

"Yakin kamu tidak merindukanku?" Ulang Saka karena pertanyaannya tadi belum memperoleh jawaban dari lawan bicaranya.

"Kenapa Kakak tanyakan itu? Kakak sendiri, bagaimana? Apakah Kakak merindukanku?" Saka mengurai pelukannya, lalu menangkup wajah mungil menggemaskan milik Citra.

"Bukannya menjawab malah balik bertanya?" Saka mencubit kecil hidung Citra. "Ehm, kalau aku gimana, ya?" Saka mengangkat satu alis seolah berpikir.

"Sudah, jangan dipaksakan untuk berbohong. Apa Kakak sudah makan?"

Saka menggeleng. "Belum, aku ingin makan di rumah bersamamu." Citra menarik dua sudut bibirnya, kali ini sampai memperlihatkan deretan gigi putihnya dengan dua di depan sedikit besar dibanding lainnya. Kebanyakan orang menyebutnya gigi kelinci, tapi itulah yang menambah kecantikan seorang Citra.

Sebenarnya, sedari dulu Citra tidak pernah kehabisan stok pria. Banyak sekali kaum hawa mendekat dan ingin menjadikan gadis itu sebagai pasangan, akan tetapi penolakan tegas segera diperlihatkan oleh Citra. Dia tidak ingin memberi harapan kepada orang lain sedangkan pemilik hampir seluruh hatinya adalah pria lain. Akan merasa bersalah bila sampai gadis itu menyakiti mereka semua dengan cinta semu Citra.

Memang bodoh Saka selalu menolak kehadiran Citra, sedangkan tak sedikit pula kaum adam mengantri untuk bisa dijadikan sebagai pendamping Citra. Saka pun sebenarnya juga heran dengan Citra, apa yang membuat wanita itu tidak menyerah dan berhenti mengganggu hidupnya. Bahkan sampai mengorbankan diri dengan menolongnya dari maut yang harusnya di dapat. Saka tidak buta bila Citra termasuk gadis impian hampir semua pria, Citra memang bodoh karena lebih memilih Saka dibanding mereka semua yang lebih tulus mau menerima dan memberikan cinta yang mungkin jauh lebih besar dari pada Saka sekarang.

Oh tidak, apa yang dilakukan oleh Saka bukanlah cinta, melainkan sebuah tanggung jawab dan rasa bersalah semata. Baiklah, tidak masalah dia berkorban perasaan sendiri dan mencoba selalu bersikap baik selama Citra menyandang gelar Nyonya Saka dimata mereka yang tahu. Dia harus bersabar, dan jangan tanyakan ketulusan Saka saat menyentuh Citra seperti saat ini. Entah kenapa, Saka mulai merasa nyaman juga kulitnya menempel pada kulit Citra.

Apa lagi dalam posisi berpelukan seperti sekarang. Sungguh ada sebuah kenyaman yang tidak bisa Saka jabarkan seperti apa rasanya. Rasa nyaman, damai hinggap mengerubungi seluruh tubuh pria jangkung tersebut.