Suara derap langkah kaki Adinata semakin mendekat matanya memincing tajam tak kalah melihat dari atas jendela yang langsung tertuju ke taman belakang. Ia mengepal kuat buru-buru keluar menggunakan lift
"Nona, Nona masih berada di taman."
"Iya sih mana cuman pakai dalam lagi kalau Tuan sampai tahu habislah sudah."
Pelayan wanita yang tengah asyik menghibah gadis kampungan itu keduanya tak sadar bahwa sejak tadi sang Majikan berada di belakang mereka.
Salah-satu dari mereka berhneti memotong sayuran. Ketika menolah kebelakang astaga mengapa bisa ada Tuan Qdinata gawat sudah pekerjaan mereka.
Salah-satu dari mereka berhenti memotong sayuran. Ketika menoleh kebelakang astaga mengapa bisa ada Tuan Adinata gawat sudah pekerjaan mereka.
"Tu ... Tuan." Ekspresi wajah Adinata berubah dingin ia menghiraukan perkataan pelayan wanita itu Adinata lalu berjalan keluar tepatnya menuju ke taman
"Ih, kau bodoh sekali kenapa tidak lihat-lihat!" ucapnya penuh cemas
"Ak ... Aku juga tidak lihat tadi ini pertama kalinya, Tuan Muda, datang ke ruangan belakang." Pelayan wanita yang memiliki rambut berbentuk konde itu menyenggol cemas. Mana tadi Adinata sangat marah lagi, melihat wajahnya yang sedingin salju dipastikan ini terakhir ia bekerja.
"Ayo cepat kita harus temui Tuan!" ucapnya penuh khawatir tak mau menyia-nyiakan pekerjaan dengan gaji yang besar. Keduanya segera menyusul Tuan Muda.
***
Adinata tercekal melihat wanita jelek itu hanya berpakaian dalaman mana pendek lagi bukan hanya itu gadis yang ia nikahi selalu tampak tersenyum paksa malah sekarang melihatnya tanpa beban apa. Selama ini Adinata terlihat menyeramkan? Kenapa harus berpura-pura senang kalau Adinata menyuruhnya.
Elis menggelengkan kepalanya kuat sangat nikmat sekali bisa mandi. Elis bersiap untuk naik ketepian.
Dayana menutup mulutnya rapat-rapat habislah sekarang nasibnya dan Nona Muda. Adinata berdiri di depan Dayana tanpa berkata apa pun Adinata mengambil handuk di tangan Dayana menunggu Nona Muda
"Jangan ketepian Nona!" Teriakan itu hanya bisa Dayana lakukan dalam hati, harusnya Dayana tak perlu mengajak Nona Muda ke taman belakang bodoh sekali berkali-kali Dayana mengerutu
"Segarnya Dayana kemarikan handukmya!" pinta Elis yang berbalik punggung.
"Cepat mana handuknya kau lama sekali." Elis menggoyangkan tangan kanannya agar Dayana memberikan cepat. Tangan kirinya ia pakai menutupi dada wanita itu.
"Dayana ..." Elis menarik napasnya, kesal apa Dayana sudah tuli atau bagaimana sejak tadi ia meminta handuk. Elis berbalik matanya melotot sempurna, jantungnya terpacu cepat
"Tuan!"
Gadis itu terkejut ketika mendapati Adinata berdiri di depannya. Ah, kenapa Dayana malah diam saja tak memberitahu.
***
Perintah Adinata penuh penekanan ia masih tetap bersikukuh sampai gadis keras kepala ini puas
Tubuh Elis menggigil karena keras kepalanya sekarang malah dihukum untuk mandi di air yang cukup dingin
"Ampun Tuan, sa ... saya tak a ... akan melakukannya lagi."
Adinata memincingkan wajahnya kedepan ia bisa merasakan, deru napas gadis jelek dihadapannya
"Berdiri!"
Elis bergegas mengambil handuk melilit tubuhnya yang keluar dari bathub
Adinata memandangi tubuh gadis jelek ini. Mengapa begitu manis kalau dilhat-lihat dari dekat tak ada salahnya ternyata ucapan Dewanda kalau istrinya ... Tidak-tidak Adinata hanya menjadikan Elis Kinanti sebagai pelayan pribadinya saja tidak lebih. Adinata menepis pikirannya itu
"Pakai ini dan segera turun!"
Elis menerimanya dengan sigap sebuah pakaian tidur. Adinata meninggalkan Elis dalam kemarahan
"Aaa ... kenapa Dayana tak memberitahuku!" gerutunya sebal. Mana tadi Adinata melihatnya hanya memakai pakaian yang pendek
"Tutupi tubuhmu yang jelek." Kata-kata Adinata sangat membuat hati Elis sakit. Mencabik-cabik wajah Adinata akan.jadi pahala mungkin ia sama saja seperti bodyshaming
Elis berteriak kesal," Iya-iya aku memang tepos, setidaknya jangan bilang langsung membuat hati orang sakit saja." Salah ternyata mengira Adinata akan tertarik eh tetapi itu juga bukan yang dinginkan Elis ekspetasinya ternyata tak benar
"Siapa juga coba yang mau mengodanya ia saja yang datang diwaktu yang salah ih!"
***
Di ruangan tengah Dayana berdiri di hadapan Tuan Muda
"Kau mengajaknya ke taman?"
"Iya Tuan saya mengajak Nona ke taman karena tadi saya melihat nona banyak melamun," cukup menjawab seperlunya saja. Dayana ketakutan apalagi temannya yang sempat kedapatan bergunjing tadi di belakang habislah.
Tatapan Adinata beralih kedua pelayan wanita, "Kalian berdua kenapa di sini?"
"Maafkan kami Tuan ...." Keduanya menunduk lesu habislah sekarang nasib dan juga keluarganya.
Adinata mengangkat sebelah alisnya," Memang apa yang kalian lakukan."
Keduanya saling bertatap lalu detik kemudian kembali menunduk melihat ujung kakinya masing-masing
"Kami sudah mengatakan hal jelek tentang Nona Muda sekali lagi maafkan kami," ucapnya bersamaan.
Adinata mengangguk pelan
"Harusnya kalian sudah tahu peraturan di rumah ini temui Nayla besok." Adinata tak mau memberi hukuman langsung pada kedua pelayan wanita itu
Keduanya mengangguk pasrah menemui Nayla? Sama saja menyerahkan nasib pekerjannya mereka. Apa boleh buat kalau begini. Ya, memang salah mereka juga keduanya pun pergi kembali. Ke rumah belakang hanya tersisa Dayana.
"Kau juga harusnya sudah tahu ...."
"Maafkan sa—"
"Dian!"
Tiba-tiba perkataan Dayana terpotong ketika suara melengking seseorang di depan pintu.
Gadis itu berjalan dengan penuh semangat wajahnya berseri-seri.
"Dian, kado ultahmu sangat manis aku suka deh."
Adinata mengembuskan napasnya kasar
"Mawar, sejak kapan kamu datang," ucap Adinata melembut namun tak mengurangi intonasi suara datarnya itu.
Mawar mengembungkan pipinya menengok dua penjaga di belakang, "Kau sejak tadi berada di depan gerbang tapi dua penjaga mu itu menghadangku." Tatapan Mawar penuh kekesalan, dua orang yang berjaga dengan baju setelan hitam kalau bukan tujuannya ke rumah Adinata mana mau ia harus menunggu berlama-lama.
Tatapan Mawar kembali melembut dengan suara yang dibuat semanja mungkin "Aku bawain kamu sesuatu sebagai bentuk kalau kamu udah mau belain datang ke acaraku padahal jadwalmu pasti padat."
Adinata mengerutkan dahinya melihat sesuatu apa yang dibawa Mawar, ingin marah namun Mawar ini perempuan yang baik sih tapi Adinata tak terpikat.
"Tara!" sebuah kotak di dalamnya ada jam tangan bermerk
"Ini buat kamu Dian, ini jam edisi terbatas pasti cocok kamu kenakan." Tanpa permisi Mawar memegang pergelangan tangan Adinata lalu memasangkannya.
"Tuhkan apa aku hilang cocok, Papah aja bilang kalau ini cocok buat kamu."
Adinata memandangi saja
Tatapan Mawar penuh benih cinta, andai saja Adinata memilihnya sebagai kekasih hidup. Pasti Mawar akan selalu di sekat lelaki ini.
"Dian ...," ucap Mawar rasanya sangat amat nyaman ketika berada di dekat Adinata
Tangan Mawar beralih membelai lembut kedua pipi Adinata
"Dian, aku ke sini karena hatiku."
Adinata tak bereaksi apapun membiarkan mawar mengutarakan isi hatinya, tatapan mereka saling beradu. Mawar tak sanggup membohongi dirinya melupakan Adianta tidak bisa sebab lelaki di hadapannya hanya Adinata lah satu-satunya yang mampu membuat Mawar merasakan getaran dari di antara pria yang selama ini berkencan hanya Adinata yang mampu membuat hati Mawar bertanya-tanya. Adinata penuh tantangan lelaki yang sulit di dekati wanita.
"Aku tahu Dian, kenapa kamu nggak pilih aku sebagai istrimu, sebab Papah, kan? Papah memang overthingking akan hidupku percayalah, Dian, seiring waktu berjalan rasa cinta akan tumbuh aku selalu memberinya setiap hari."
Mata Mawar berkaca-kaca ia tahu semua ini karena Papahnya
Mawar marah ketika tahu Papahnya membatalkan pertunangannya dengan Adinata, sampai sekarang Mawar masih kecewa dengan Papahnya.