Chereads / Diandra Bagaskara / Chapter 26 - Pertanyaan

Chapter 26 - Pertanyaan

"Rayan! Apa kau sudah Gila?! Aku membesarkanmu tidak pernah mengajarimu untuk melakukan hal seperti itu!" Ucap Reni nafasnya menggebu, jantungnya berdegup kencang. Rasanya ingin sekali menghabisi putranya itu, namun rasa sayangnya masih terlampau besar.

"Gila?! apa yang yang gila dari hal itu? Teman ku berkata justru jika tidak melakukan hal itulah yang membuat kami menjadi seperti orang gila" Tegas Rayan dengan suara yang sama sekali tak merasakan salah.

"Apa apaan kau ini Rayan?! aku tidak pernah memberikan contoh buruk padamu!" Ucap Reni, nafasnya memburu kasar. Hatinya begitu kacau.

"Sudah lah ma, itu juga tidak ada yang tau selain kita. Sudahlah"

Parrrrr, satu tamparan berhasil mendarat di pipi Rayan. Namun, dirinya hanya tersenyum getir merasakan sakit akibat ulah sang mama.

"Rayan! Duduk"Suruh Riandi, dengan nada yang sedikit kencang Rayan menghembuskan nafasnya, lalu menuruti perintah sang papa.

"kau tau ini adalah kesalahan?" Tanya riandi, Rayan menatap wajah sang papa lalu tersenyum singkat.

"Kau tau apa akibatnya jika, Dian hamil?!" Ucap Riandi, suaranya mulai mengeras rayan menatap dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa menit tak ada jawaban dari Rayan hal itu berhasil membuat Riandi menggeram

"Rayan!" Bentak Riandi.

"Kalian, seperti tidak pernah muda saja" Ucap Riandi lalu meninggalkan Diandra dan kedua orang tuanya begitu saja. hal itu berhasil membuat Riandi menggeram.

"Rayan!" lagi lagi Riandi mengeluarkan bentakannya, namun putra sematawayangnya itu sama sekali tidak menghiraukan dirinya.

"Dian, kau istirahat dulu. Aku ingin bicara dengan bibi mu" Suruh Riandi, yang kemudian mendapat anggukan dari Diandra. Dengan Isak tangis yang tak henti henti, Diandra berjalan getir meninggalkan kedua orang yang kini menjadi wali dirinya itu.

Diandra menatap lurus dari arah balkon kamarnya ia menatap rumah megah milik Dion, pria tampan itu tengah ada disana membersihkan mobilnya. Diandra menghembuskan nafasnya dalam dalam ia berpikir seandainya dirinya menjadi Dion pasti dirinya tidak akan mengalami hal seperti ini rasanya sangat menyiksa.

Diandra mendudukkan badannya di atas bangun tersebut, hatinya kembali tersayat ketika mengingat hari hari di mana dia masih bersama mama dan papanya, seandainya Tuhan tidak mengambil kedua orang yang sangat dia cintai itu hal ini pasti tidak akan pernah terjadi kepada dirinya. tentu saja mama dan papanya pasti akan selalu melindunginya dan memberikan dia yang terbaik.

"kenapa Tuhan sejahat ini kepadaku? kenapa setelah kepergian mama dan papa ku, Tuhan juga memberikan cobaan seberat ini salah siapa ini?! apa aku pernah membuat kesalahan yang fatal sehingga Tuhan memberikan aku hukuman yang seperti ini?" ucap Diandra dalam tangisnya, bahunya bergetar membedakan kepedihan dalam hidupnya sangat begitu dalam.

Dion yang tidak sengaja melihat kearah balkon kamar Diandra sangat begitu terkejut, rumah itu tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan Dion untuk melihat dengan jelas bawa Diandra jangan menangis di atas sana bahunya sangat begitu bergetar.

"kenapa wanita itu?" Batin Dion, entah sejak kapan perasaan itu mulai ada tapi kini di sangat merasa begitu khawatir kepada wanita itu, apakah ada yang melukai dirinya?. minta mulai sejak kapan dia selalu memikirkan wanita itu, dia tidak bisa membohongi perasaannya bahwa dia sangat benar benar takut wanita itu kenapa kenapa.

Dion memutuskan untuk memberhentikan aktivitasnya sejenak ingin mendatangi rumah di mana keberadaan wanita itu, entah mengapa dirinya harus memastikan bahwa wanita itu baik baik saja dan tidak ada seorangpun yang berani melukai nya. Dion bergegas memasuki rumahnya setidaknya untuk mengganti pakaian karena kini hanya menggunakan pakaian pendek.

dion memasuki rumahnya dengan terges gesa hal itu membuat sang mama merasa penasaran, apakah yang membuat putranya itu terlihat tergesa-gesa seperti itu.

"kamu kenapa Mau ke mana? seperti sedang ada masalah saja wajahmu terlihat sangat begitu panik" Ucap Mama Dion, yang sedari tadi duduk di atas sofa miliknya sambil memandangi putranya itu dengan begitu heran.

"mau ke rumah depan dulu ada urusan" Ucap Dion sedikit berteriak karena diyakini berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"perasaan baru kemarin tidak berjumpa dengan wanita mu itu kini sudah rindu saja" Ucap Nia, meledek putranya itu namun sama sekali tidak ada jawaban dari putranya itu.

Dion yang baru selesai mengganti pakaiannya, langsung menuruni anak tangga masih sama seperti yang tadi tergesah-gesah rasanya hatinya sangat begitu tidak nyaman tidak ada lagi rasa kenyamanan ketika melihat wanita itu menangis di atas sana. benda apa yang diinginkan dihindari wanita itu namun dia selalu menginginkan kan bahwa wanita itu baik-baik saja.

"sebentar" cegah anita paruh baya itu pada putranya yang dari tadi tidak berhenti tergesa-gesa.

"Kenapa ma?" tanya Dion yang masih sama dengan tadi tergesah gesa rasanya tidak menemukan ketenangan lagi jika masih berada di dalam rumah ini terlalu lama.

"Mama juga mau ikut, mama rindu dengan Dian." Ucap Nia, dengan senyuman manisnya, entah mengapa Dian memang pandai sekali membuat semua orang merasakan rindu pada dirinya.

"Gak usah ma, Dion sebentar saja kok. Lagian tidak enak, pagi pagi seperti ini harus bertamu" Ucap Dion, lalu meninggalkan ibunya begitu saja, karena merasa sangat begitu khawatir pada Diandra. Belum sempat menjawab Nia sudah kehilangan jauh jejak putra sematawayangnya itu.

"Dasar bucin" Ucap Nia begitu kesal, lalu mendudukkan bokongnya kembali diatas sofa.

***

"Permisi, selamat pagi" Ucap Dion sesekali mengetuk pintu rumah keluarga Riandi tersebut.

"Biar aku saja yang buka" Ucap Riandi, menghentikan perdebatan yang dengan istrinya lalu meninggalkan istrinya begitu saja dan berjalan ke arah pintu yang sedari tadi diketuk. Riandi sangat hafal dengan suara yang berada dibalik pintu rumahnya itu. sengaja ia tidak membiarkan istrinya membukakan pintu karena takut Dion akan melihat istrinya itu habis menangis.

"eh pak Dion, selamat pagi pak" Ucap Riandi berbasa basi, berusaha menampilkan senyuman palsunya.

"Silahkan masuk pak" ucap Riandi sambil membukakan pintu lalu, menyuruh Dion duduk disofa miliknya itu.

"silakan duduk pak sebentar saya ambilkan"

"Tidak usah saya tidak lama-lama." Tolak Dion sangat begitu halus takut merepotkan Riandi

"Saya ke sini hanya ingin menanyakan beberapa hal kepada kamu" Ucap Dion to the point, tidak ingin terbelit-belit "kamu tahu kan sekarang saya sangat membutuhkan Diandra, karena hal itu saya tidak ingin dia kenapa napa, Saya tidak ingin berbasa basi tapi saya melihat dirinya di atas balkon kamar yang sedang menangis apakah dia sedang mengalami sebuah masalah?" Tanya Dion. Riandi terdiam sejenak, akankah dia jujur pada pria yang berada dihadapannya ini?