Bab 229.
Brayan segera menemui Alina. Laki-laki itu tertidur di pelukannya. Sambil meneteskan air mata serta rasa takut kehilangan yang begitu dalam.
"Al, Aku nggak tahu hidup aku gimana kedepannya kalau aku kehilangan kamu. Aku nggak tahu gimana aku bisa menjalani hari-hariku di saat matahariku pergi. Mungkin saja hariku akan dipenuhi dengan kegelapan dan juga badai yang selalu saja melanda."
"Hah? Kok tiba-tiba kamu ngomongnya pakai diksi?"
"Al, kamu itu bukan cuman matahari aku aja, tapi kamu merupakan mata untuk aku melihat, kaki serta tangan yang akan membawaku melewati hari-hari begitu menyebalkan. Tapi aku tidak ingin untuk meninggalkan matahariku, bagaimana dengan kamu, Al?"
Alina bingung dengan ungkapan Brayan. "Kamu lagi ngomong apa? Aku nggak paham deh sama ucapan kamu barusan. Terus siapa yang akan meninggalkan dan siapa yang akan ditinggalkan?"