Ibu Soraya tersenyum bahagia melihat anaknya sholat. Terakhir dia melihat Evander sholat saat dia masih SD. Sejak masuk SMP Evander jadi anak yang gaul dan mengikuti teman-temannya. Dia jadi jarang di rumah. Keluyuran dan pulang malam. Ibu Soraya tidak bisa menasehatinya, bahkan Evander malah mengancam akan keluar dari rumah kalau Evander terus dikekang. Saat itu Ibu Soraya merasa gagal mendidik Evander, hingga peristiwa kecelakaan itu terjadi. Evander kehilangan ingatannya, karena kejadiaan itu dia jadi pendiam dan tertutup.
Evander yang baru seperti kertas kosong, tak ada satupun kenangan yang tersisa, hanya seorang Evander yang tak tahu apa-apa. Di saat seperti itu hadirlah Brian yang menjadi teman di saat Evander tak mengingat semuanya. Kedekatan mereka hari demi hari seperti sahabat yang tak terpisahkan, mereka sekolah bersama bahkan setelah lulus kuliah tinggal bersama. Ibu Soraya mulai merasa hubungan anaknya dengan sahabatnya mulai tak sehat, akhirnya dia menegur Evander, tapi berujung pada perginya Evander dari rumah. Dia tak pernah tinggal atau singgah di rumah lagi. Evander memutuskan untuk tinggal bersama Brian di apartemen dan hidup bersamanya, tapi kini Ibu Soraya bisa bernafas lega melihat anaknya mau kembali ke jalan yang benar.
Evander menengok ke samping, ibunya tersenyum padanya. Mata yang dulu penuh air mata karena kepergiannya dari rumah, kini berubah menjadi mata yang penuh kebahagiaan. Segera Evander menghampiri ibunya, berlutut dan memohon ampunannya. Selama ini sudah membuat ibunya sangat terluka dan bersedih karena semua perbuatannya.
"Bu maafkan aku, maafkan semua kesalahanku," ujar Evander.
"Ibu sudah memaafkan semua kesalahanmu nak, yang terpenting kau harus benar-benar kembali padaNya, jadilah imam yang menerangi jalan semua orang," ucap Ibu Soraya.
"Iya Bu," sahut Evander sambil menangis.
Ibu Soraya begitu bangga melihat Evander sudah mulai berubah. Hal ini sudah dinantikannya sejak lama. Dia selalu berharap Evander akan tobat dan kembali padaNya.
"Berdirilah nak! ibu ingin memelukmu," ujar Ibu Soraya.
Evander berdiri dan memeluk ibunya. Sekian lama dia selalu menyakiti hati ibunya, kini semua itu jadi penyesalan. Hidupnya yang kelam membuat Evander merasa berdosa dan malu dengan dirinya sendiri.
"Aku sayang ibu, maafkan aku." Evander kembali meminta maaf. Terlalu banyak dosa yang digoreskannya, tapi dosa terbesarnya adalah menyakiti ibunya dan melakukan perbuatan terlarang.
"Iya nak, ibu selalu memaafkanmu dan mendoakanmu agar kau kembali ke jalan yang benar," ucap Ibu Soraya sambil mengelus punggung anaknya.
Evander melepas pelukannya dan mencium tangan ibunya.
"Semoga Allah terus mengiringi langkahmu menuju kebenaran," ujar Ibu Soraya. Dia yakin doa seorang ibu pasti dikabulkan, dengan cara yang sudah Allah persiapkan.
"Amin," sahut Evander.
Ibu Soraya kembali tersenyum. Bahagia, itu yang dirasakannya. Melihat Evander sholat dan meminta maaf padanya. Tidak ada kebahagiaan yang lebih baik dari itu, karena sejatinya seorang ibu hanya ingin anaknya selalu berada di jalan yang benar agar hidupnya senantiasa bahagia.
"Bu ada seseorang yang ingin ku kenalkan pada ibu," ucap Evander.
"Siapa?" tanya Ibu Soraya penasaran. Dia ingin tahu siapa yang membuat muka Evander berseri-seri saat berbicara tentangnya.
"Namanya Elnara Balqis," jawab Evander.
"Nama yang cantik, pasti orangnya cantik iyakan?" tanya Ibu Soraya sambil menggoda anaknya.
"Dia memang cantik seperti bidadari," ucap Evander.
Ibu Soraya mengusap kepala anaknnya.
"Pantas saja kau berubah, ternyata Elnara yang membuatmu jatuh hati," ucap Ibu Soraya.
"Iya Bu, dia yang membuatku merasakan cinta, dia istimewa, dan menjadi jalanku untuk menjadi imam untuknya," ujar Evander.
"Segera bawa dia ke rumah, ibu ingin mengenalnya, dia sudah mencuri hati putra ibu," ucap Ibu Soraya.
"Siap!" jawab Evander.
Ibu Soraya senang anaknya sudah kembali normal. Evander terlihat bahagia saat menyebut nama Elnara, sebagai seorang ibu, Soraya bisa merasakan anaknya sedang jatuh cinta. Wanita bernama Elnara sudah menjadi jalan hidayah untuk anaknya.
"Bu aku harus menemui Elnara dulu," ujar Evander.
"Evan, berikan ini padanya," ucap Ibu Soraya sambil melepas gelang di tangannya. Gelang perak bertahta berlian yang begitu indah. Dia memberikannya pada Evander.
"Ini untuk Elnara?" tanya Evander sambil memegang gelang dari ibunya.
"Hadiah untuk gadis yang membuat putraku jatuh cinta," ujar Ibu Soraya.
"Makasih Bu, Elnara pasti suka," ucap Evander.
"Iya nak," sahut Ibu Soraya.
Evander langsung berjalan menuruni tangga, dia bergegas keluar dari rumah, mengendarai mobilnya menuju tempat Elnara tingggal.
***
Elnara mengantar Brian pulang ke rumahnya. Dia tidak ingin dirawat di rumah sakit. Dia beralibi bosan dan tertekan berada di rumah sakit, dia ingin dirawat di rumah, padahal dia ingin bersama Elnara.
Sampai di rumah, Elnara dan sekuriti rumah itu mengantar Brian masuk ke dalam rumahnya. Baru sampai di ruang tamu, Pak Danny yang duduk di sofa menegur Brian.
"Untuk apa kau membawa wanita yang tak jelas ini masuk rumah!" tegas Danny.
Brian menoleh ke samping, melihat ayahnya yang duduk di sofa menegang majalah bisnis di tangannya.
"Haruskah aku izin padamu? bahkan rumah ini dan semua hartamu itu milikku, kau lupa semua ini harta ibuku?" ketus Brian pada ayahnya.
"Brian!" teriak Pak Danny.
"Ayo Pak Min antar aku ke atas!" perintah Brian pada sekuriti.
"Baik Den," jawab Pak Amin.
"Tapi Brian?" Elnara merasa tak enak, saat kedatangannya membuat pertengkaran Brian dan ayahnya.
"Elnara kau harus ikut aku, jangan pedulikan monster itu," ucap Brian.
"Bocah sialan!" teriak Pak Danny.
Brian tak peduli dengan kemarahan ayahnya, dia tetap berjalan diantar sekuriti naik ke lantai atas bersama Elnara. Mereka berjalan menuju kamar Brian, Elnara membuka kamar Brian, mrmbantu sekuriti membawa Brian masuk dan mendudukkannya di ranjang.
"Den ada yang saya bisa bantu?" tanya Pak Amin.
"Nanti saya panggil Pak kalau saya butuh bantuan," ujar Brian.
"Baik Den," sahut Pak Amin.
Pak Amin keluar dari kamar itu, tinggal Elnara dan Brian yang ada di dalam kamar. Elnara melihat ke sekeliling ruangan kamar Brian, kamar yang luas dan indah. Kamar itu lengkap dengan segala yang dibutuhkan yang ada di dalam kamar, nuansa biru dongker mendominasi kamar itu. Foto Brian yang tampan terpajang di dinding dengan ukuran yang cukup besar, Elnara tersenyum. Dia tak menyangka kamar Brian sangat rapi dan bersih.
"Kenapa? kau suka?" tanya Brian.
"Kamarmu bagus," jawab Elnara.
"Ini akan jadi kamarmu juga saat kau jadi istriku," ujar Brian.
Elnara masih tercengang melihat kamar Brian sampai dia tak mendengar ucapan Brian.
"Elnara ... Elnara ...," panggil Brian.
"Apa?" tanya Elnara.
"Kau tak mendengar ucapanku tadi?" tanya Brian.
"Ucapan yang mana?" tanya Elnara. Dia benar-benar tidak mendengar ucapan Brian. Matanya fokus melihat kamar Brian hingga tak mendengar ucapan Brian tadi.