"Sini mendekat biar kau dengar dengan jelas!" perintah Brian.
Elnara mendekat, Brian membisikkan sesuatu padanya.
"Laper sayang," bisik Brian.
Elnara terkejut dipanggil sayang, dia menoleh ke samping melihat Brian mengedipkan matanya.
"Kenapa kau jadi genit? jangan-jangan otakku kongslet gara-gara terbentur kemarin, sini aku pijat!" ujar Elnara sambil menarik kepala Brian dan memijatnya.
"Elnara ... pelan-pelan, aw ... aw ...," ucap Brian.
"Sabar sebentar lagi, tahan," jawab Elnara yang masih memijat kepala Brian yang dikira kongslet
"Udah, gak tahan, enak sih tapi ..." ujar Brian.
Di luar pintu kamar Brian, Bi Nonong yang hendak memberikan teh hangat dan makan sore untuk Tuan mudanya jadi berpikir jorok, otaknya traveling bebas, semua yang disensor dipikirkannya.
"Lah kok pelan-pelan, aw .. aw ... gitu, gak tahan, enak, jangan-jangan mereka lagi arisan tas branded takut kena air hujan nih?" ujar Bi Nonong.
Suara di dalam makin meresahkan, jiwa jones Bi Nonong meronta, udah janda ditinggal suami kawin lagi, belum sempat dikasih uang ganti rugi, jadi janda menderita, ada yang mau nikahin tapi aki-aki, mesti sabar biar dapet warisan. Bi Nonong mulai penasaran tingkat tinggi.
"Aduh Den Brian ngapain ya? kok keenakan gitu, gak mungkin kan main boneka-bonekaan atau lompat tali," ujar Bi Nonong.
Langsung gak usah nunggu lama, Bi Nonong nyelonong ke dalam kamar dan ternyata ..., Brian sedang dipijat kepalanya sama Elnara.
"Eh Den Brian, maaf Bibi kira ada maling kolor di kamar Den Brian," ujar Bi Nonong.
Elnara spontan melepas tangannya dari kepala Brian. Dia tersenyum manis dan menyapa Bi Nonong.
"Selamat sore Bi," ujar Elnara.
"Sore Non," sahut Bi Nonong. Matanya melihat wanita berhijab yang cantik dan anggun di samping Brian. Selama ini belum pernah Brian membawa seorang wanita mana pun masuk ke rumah.
"Bi Nonong, ini Elnara, dia calon istriku jadi layani dia dengan baik," ujar Brian.
"Apa?" Elnara terkejut Brian memanggilnya calon istri.
"Bu ..." Mulut Elnara ditutup Brian saat mau menjelaskan pada Bi Nonong.
"Loh ada apa Den?" tanya Bi Nonong.
"Eee ... eee ..." Elnara berusaha bicara dan melepas tangan Brian.
"Den, Nona Elnara mau BAB kali," ucap Bi Nonong yang salah sangka.
"Iya, dia udah kebelet jadi gini, udah Bi sebaiknya keluar sebelum dia buang angin," ujar Brian.
"Siap Den, silahkan gunakan toilet dengan benar, udah dibersihkan," ujar Bi Nonong.
Brian hanya mengacungi jempol saat Bi Nonong keluar dari kamarnya, segera Elnara menggigit tangan Brian mumpung dia lengah.
"Aw ... sayang kau ganas!" teriak Brian sambil melepas tangannya dari mulut Elnara.
"Brian, jelaskan padaku kenapa kau bilang aku ini calon istrimu, heh?" tanya Elnara marah pada Brian.
"Santai sayang, jangan bertanduk, ibu tiriku itu kejam, kalau dia tahu kau pembantu, dia akan seenaknya padamu," ujar Brian.
"Oh, tapi satu hal lagi jangan panggil aku sayang, kita ini belum ada hubungan ya," ujar Elnara kesal.
Brian tersenyum melihat Elnara kesal, wajahnya cemberut, terlihat lucu di mata Brian.
"Oke, aku mau makan, suapi aku Elnara!" pinta Brian.
"Baik Den Brian cah bagus," jawab Elnara.
Elnara mengambil piring di atas meja, kemudian dia duduk di kursi menghadap Brian yang duduk di ranjang, perlahan dia menyuapi Brian makan.
"Brian makan semuanya," ujar Elnara.
"Aku gak berselera makan, buang saja Elnara sisanya," ujar Brian.
"Brian, kau tahu Alif dan adik-adiknya ingin sekali makan nasi, tapi mereka tak punya uang yang cukup, terkadang mereka hanya makan singkong rebus kalau tak ada bahkan makan makanan dari tempat sampah," ujar Elnara.
Brian sontak terdiam mendengar ucapan Elnara. Teringat semua yang dia miliki, hampir selama hidupnya sia-sia, membelanjakan uangnya untuk perbuatan terlarang.
"Di luar sana masih banyak perut-perut kosong yang belum makan seharian, bahkan ada yang berhari-hari," ujar Elnara.
"Suapin lagi, aku mau semuanya," kata Brian.
"Tuh kan mau, sepertinya jurus ini mempan," ujar Elnara sambil tersenyum.
"Suapin Bu," canda Brian.
"Anak kecil gak boleh makan sambelkan, gak usah ya," balas Elnara.
"Gak enak kalau gak pake sambal, seperti dunia tanpamu Elnara," gombal Brian.
"Lama-lama kau ini puitis dan gombalis ya," ucap Elnara.
Brian tersenyum sambil mengunyah makanannya. Dia senang kini ada seseorang yang baru dihidupnya. Dulu dia tak menyangka akan membuka hatinya pada wanita setelah kekecewaannya pada ayahnya yang meninggalkan ibunya demi menikah lagi.
"Brian sudah waktunya sholat, aku mau sholat dulu," ucap Elnara.
"Elnara, bolehkah aku jadi imammu?" tanya Brian.
"Kau bisa?" tanya Elnara.
"Hei Nona, dulu saat sekolah nilai pendidikan agamaku itu paling tinggi di kelas, ibuku sampai bangga banget tahu." Brian menyombongkan dirinya.
"Oh, baguslah! kalau gitu ayo," ajak Elnara.
Brian sholat dengan posisi duduk menjadi imam untuk Elnara yang sholat di belakangnya. Di kamar itu mereka sholat berjamaah. Usai sholat Brian mengajari Elnara membaca Al Qur'an, maklum Elnara masih belum bisa membacanya.
"Brian kau fasih melantunkan ayat suci, gimana caranya?" tanya Elnara.
"Aku sudah belajar dari kecil saat mengaji bersama ibuku," ujar Brian.
"Pantas, berbeda denganku yang banyak salahnya, belum lancar lagi," jawab Elnara.
"Nanti lama-lama kau akan lancar, atau ku kenalkan dengan seorang temanku, dia pandai membaca Al Qur'an," ucap Brian.
"Boleh, aku ingin bisa, selain dari Alif, aku ingin belajar dari yang lain juga," ucap Elnara.
"Elnara terimakasih," ujar Brian.
"Untuk?" tanya Elnara.
"Untuk kehadiranmu dalam hidupku, kau tahu, sudah lama aku meninggalkan Allah, tapi saat melihatmu sholat, aku tersentuh," jawab Brian.
"Kau tersentuh karena aku yang seorang pelacur ini mau bertobat dan sholat, iyakan?" tanya Elnara.
"Iya, aku belajar darimu, meski masa lalumu kelam, tapi kau tetap semangat untuk kembali ke jalan yang benar," jawab Brian.
Seketika Elnara teringat awal di mana dia mendapatkan hidayah.
"Ketika seseorang dipertontonkan kematian, dia akan teringat dosa dan kesalahannya, di situlah dia akan meminta waktu agar bisa memperbaiki semuanya, kematian membuat siapa saja takut dan ingin segera bertobat," ucap Elnara.
"Apakah Allah akan memaafkanku, aku sudah melakukan hal terkutuk dan terlarang?" tanya Brian.
"Alif pernah bilang padaku, Allah Maha Pemaaf, asal kita bersungguh-sungguh bertobat," ucap Elnara.
Brian mengangguk.
Akhirnya setelah makan sore Elnara pulang di antar mobil yang ditunjuk Brian untuk mengantarkan Elnara.
Sampai di jalan utama, Elnara turun dari mobil, tiba-tiba Evander datang menghampirinya.
"Elnara," panggil Evander.
Elnara menoleh ke arah Evander yang berdiri di depannya.
"Evander." sahut Elnara.
Evander terlihat bahagia bisa bertemu Elnara lagi.
"Ada apa?" tanya Elnara.
"Besok ikutlah denganku!" tegas Evander.