Brian masuk ke kamarnya. Dia segera menuju ke toilet. Di depan wastafel Brian membasuh bibirnya dengan air mengalir berkali-kali. Dia menatap wajahnya di cermin.
"Sial, kenapa aku mencium wanita malam itu? bibirnya masih terasa di bibirku," ucap Brian.
Brian kembali membasuh bibirnya lagi, kemudian menggosok gigi berkali-kali dengan pasta gigi yang cukup banyak, berharap bekas ciuman itu hilang. Dia berkumur-kumur sampai beberapa kali. Sentuhan bibir Elnara masih terasa di bibirnya menurut Brian, dia berdiri di depan kipas angin, solusi lain selain mencuci dan menggosok bibir.
"Rasanya gak hilang juga," ucap Brian.
Brian keluar dari kamarnya, dia menuju ke dapur. Brian memakan sambel sebanyak mungkin. Mungkin dengan begitu rasa bibir Elnara hilang.
"Kenapa jadi bengkak, panas lagi," ujar Brian sambil memegang bibirnya yang dower karena kebanyakan kena sambal.
"Den, kok bibirnya dower gitu, digigit tawon ya?" tanya Bi Nonong pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Keluarga Andrian.
"Iya Bi, tawonnya cewek, ganas!" ucap Brian.
"Oh ..., itu berarti tawonnya naksir Den Brian, masih jomblo kali tawonnya," ucap Bi Nonong.
"Jomblo gimana? orang dia kupu-kupu malam," batin Brian.
Brian masih kesakitan dan kepanasan.
"Di kasih madu aja Den biar dingin, terus tidur deh. Sembuh!" ucap Bi Nonong.
"Yang bener Bi?" tanya Brian.
Brian meragukan usul Bi Nonong, dia takut tambah parah dan berujung isolasi beberapa hari. Terus kapan dia mau melenyapkan Elnara.
"Bener Den, coba aja. Kata orang-orang madu bagus untuk segala jenis penyakit, tapi kok penyakit jomblo gak bisa ya, Bi Nonong masih jomblo aja minum madu tiap hari," ujar Bi Nonong.
Brian geleng-geleng. Pembantunya ini malah curhat panjang kali lebar. Dia butuh obat bukan buka layanan curhat gratis. Brian segera mengambil madu, dia mengoleskan madu di bibirnya.
"Segini cukup gak ya?" ucap Brian mengoleskan madu di bibirnya. Dia menambah madu itu sebanyak-banyaknya sampai bibirnya penuh madu kemudian dia tidur di sofa ruang keluarga.
Satu jam berlalu. Brian merasa bibirnya tambah gatal. Dia memegang bibirnya yang semakin bengkak, beberapa semut masih mondar-mandir di bibirnya.
"Loh kok malah di semutin gini? aw ..., gatel," ucap Brian sambil menggaruk bibirnya.
"Kenapa cuma karena ciuman jadi menderita tiada akhir gini," ucap Brian.
Brian tak menyangka gara-gara mengikuti ide Bi Nonong jadi tambah parah, niat buat ngilangin rasa ciuman yang tertinggal malah membuat penderitaan yang tertinggal.
***
Elnara kembali ke gubuk tempat tinggalnya. Dia tidak tahu kenapa Brian tiba-tiba pergi begitu saja padahal dia belum membawa kerupuk-kerupuk yang dibelinya. Alif dan adik-adiknya menunggu Elnara untuk makan bersama. Elnara duduk bersama mereka di kardus yang di tata seperti tikar. Ubi dan talas rebut jadi makanan yang akan dimakan mereka.
"Alhamdulillah Allah masih memberi rejeki untuk kita semua, sekecil apapun akan nikmat bila kita bersyukur," ujar Alif.
"Iya Kak," sahut Annisa, Yusuf dan Delisa.
Elnara senang bisa berkumpul di tengah-tengah mereka. Dia seperti memiliki sebuah keluarga. Mereka mulai memakan ubi dan talas rebus. Elnara yang biasa memakan makanan enak, belajar memakan apapun yang bisa dimakan. Ubi dan talas rebus itu terasa enak dan mengenyangkan di saat perut lapar.
Ketiga adik Alif terlihat begitu menikmati makanan sedehana tanpa mengeluh. Air mata Elnara menetes, anak sekecil mereka sudah bisa menerima kehidupan yang sulit.
"Ya Allah, mereka anak-anak yang baik, padahal kedua orang tuanya sudah tiada," batin Elnara.
Elnara belajar banyak hal dari anak-anak itu. Hidup tak melulu soal uang, ada kebahagiaan yang sederhana yang bisa kita rasakan, ketika kita berada diantara orang-orang kita sayang.
Esok harinya Elnara menjemur pakaian di depan rumah. Beberapa lelaki yang lewat depan rumah Alif pada berkumpul melihat sang wanita malam yang cantik dan seksi. Beberapa dari mereka sudah basah atas bawah, ada juga yang bolak-balik kelilipan gara-gara gak berkedip. Ada juga kakek-kakek yang jantungan gara-gara gak sanggup melihat kecantikan Elnara.
"Kek udah pulang aja, sekali ngeliat lagi almarhum nanti."
"Tapi kakek masih ingin lihat neng semok, kali aja dia mau jadi istri kakek."
"Kakek pipis aja pakai pempes, sok-sokan mau nikah lagi."
"Masih mending kakek, lah ini yang di samping saya kentut terus tiap kali neng semok jongkok."
Mereka semua terus melihat Elnara, tak peduli mau dagang, berangkat ke kantor, pilihan kepala desa, dan menggali kubur di kebon salak, asal bisa mengintip si cantik yang sedang menjemur pakaian. Tiba-tiba ibu-ibu datang menghampiri bapak-bapak genit yang asyik memanjakan mata.
"Oh pantes gajian berkurang, ternyata ngantor di sini."
"Iya, Pak Kades kehilangan pendukung, ternyata berpartisipasi di sini."
"Itu jenazah Pak Doni belum di kebumikan gara-gara tukang gali kubur masih nongkrong di sini."
Para lelaki menoleh ke arah para istri dan Bu RT. Mati kutu mereka, maklum mereka semua tipe suami takut istri.
"Mama."
"Sayang."
"Bu RT."
Semua lelaki bubar setelah mendapatkan teguran dari para istrinya dan Bu RT. Giliran para istri yang menghampiri Elnara.
"Hei Neng, jangan suka godain suami orang."
"Pelakor kok bangga."
"Mentang-mentang cantik, kegatelan."
Ibu-ibu memarahi Elnara yang sudah membuat para bapak-bapak nongkrong di depan rumahnya.
"Maaf ya ibu-ibu ada apa? kok datang-datang marah sama saya?" tanya Elnara.
Elnara belum tahu kenapa ibu-ibu mendatanginya. Dia tidak merasa melakukan kesalahan atau mengusik kehidupan mereka.
"Kamu tuh bikin bapak-bapak males kerja dan nongkrong di sini."
"Bapak-bapak? maaf ya ibu-ibu sekalian, saya tidak meminta mereka nongkrong di sini, kalau mereka tetap nongkrong, itu bukan salah saya," ujar Elnara.
"Dasar murahan! maunya diliatin sama bapak-bapak."
"Dasar wanita penggoda."
Kata-kata pedas terlontar dari mulut ibu-ibu yang kesal pada Elnara. Mereka tak terima suaminya tergoda wanita secantik Elnara.
"Maaf ya ibu-ibu sekalian, saya bukan wanita penggoda. Terimakasih atas waktunya sudah bersilaturrahmi, assalamu'alaikum," ujar Elnara.
Elnara mengambil ember cuciannya lalu berjalan memasuki rumahnya. Percuma saja berdiam diri, mereka akan terus menghinanya dan memfitnahnya. Lebih baik pergi, nanti mereka juga pergi sendiri.
Para istri lelah protes dan berbicara sendiri di depan rumah. Akhirnya mereka pergi juga. Di dalam Elnara merapikan penampilannya, dia masih mengenakan baju yang cukup seksi, maklum sebelumnya Elnara seorang wanita malam, dia tidak memiliki baju yang tertutup. Body mulusnya memang selalu mengundang syahwat para lelaki. Apalagi di bagian dadanya, setiap lelaki yang melihatnya pasti fokus melihat ke dadanya. Pagi itu Alif menemani adiknya Delisa yang sedang sakit. Elnara memutuskan untuk pergi jualan kerupuk sendirian. Dia menghampiri anak-anak itu untuk berpamitan. Si kecil Delisa sedang berbaring di ranjang di temani Alif, Annisa dan Yusuf.
"Delisa doain ya kerupuknya laku, Insya Allah sore ini Kak El akan mengantar Delisa ke rumah sakit ya," ujar Elnara.
"Iya Kak, semoga kerupuknya habis," sahut Delisa.
Elnara mencium kening Delisa. Dia tahu anak itu sakit, tubuhnya mulai hangat. Dari semalam Elnara sudah mengkompresnya tapi belum turun juga. Sepertinya Elnara memang harus membawa Delisa ke rumah sakit, tapi dia tidak memiliki cukup uang.
Elnara berangkat, dia berjalan di tepi jalan sambil menawarkan kerupuk. Bukannya para kaum Adam membeli tapi malah sibuk menggodanya. Beberapa berani mencolek dan hendak menyosor padanya. Elnara merasa begitu direndahkan. Dia duduk di kursi untuk berpikir.
"Kenapa para lelaki itu menggodaku? tadi pagi juga, bikin ibu-ibu emosi aja, kenapa ya?" Elnara penuh tanya.
Seorang wanita muslim mengenakan hijab berjalan di tepi jalan, dia terlihat sopan dan anggun. Elnara memperhatikannya, tak ada satu lelakipun menggodanya. Bahkan dia bisa berjalan dengan tenang tanpa gangguan, sangat berbeda dengan Elnara yang selalu digoda para lelaki tak jarang dilecehkan.
"Kenapa wanita berhijab itu tidak digoda?" Pertanyaan besar ada dipikirannnya. Elnara mulai memperhatikan penampilannya. Dia melihat bajunya sangat seksi, hingga bagian dada dan pahanya terbuka, tubuh mulusnya jadi tontonan banyak orang, siapa yang tak akan tergoda.
"Apa karena ini aku selalu jadi bahan bulan-bulanan kaum lelaki?" tanya Elnara pada dirinya sendiri.
"Iya, sepertinya memang pakaianku ini penyebabnya? aku ini dagang kerupuk bukan mau jual diri," ucap Elnara.
Elnara berjalan ke sebuah toko busana di tepi jalan yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia melihat pakaian yang jauh lebih rapi dan sopan terpajang di toko busana. Elnara melihat-lihat baju itu. Dia memegangnya dan melihat harganya.
"Mahal juga, dulu harga segini bukan apa-apa untukku, tapi sekarang aku tak punya uang," ucap Elnara.
Elnara hanya bisa melihat. Dia tak punya uang untuk membelinya. Tiba-tiba seorang karyawan toko busana menghampiri Elnara.
"Nona saya perhatikan dari tadi, anda hanya melihat-lihat saja, kalau tidak niat beli tidak usah bolak-balik pegang, pastikan punya uang dulu baru ke sini," ucap karyawan toko busana.
"Siapa saja boleh melihat ya Kak, soal beli atau tidak itu hak pembeli. Bagaimana orang mau beli, belum apa-apa udah disemprot dulu," jawab Elnara.
"Kalau gak punya uang silahkan keluar! jangan bikin malu sendiri," ucap karyawan toko busana.
"Oke, tidak masalah. Seandainya saya punya uang juga tidak akan beli di sini. Saya kecewa dengan pelayanannya yang merendahkan seperti ini," ucap Elnara.
Elnara keluar dari toko busana itu. Dia benar-benar kesal, karyawan toko busana itu menghinanya.
"Apa karena uang seseorang dihormati?" ucap Elnara.
Elnara berjalan di tepi jalan, kembali berjualan kerupuk. Dia sedang memikirkan cara menjual kerupuk dengan cepat. Elnara berpikir jika berada di keramaian mungkin akan menarik banyak orang. Segera Elnara pergi ke sebuah lapangan, di sana banyak orang berkumpul di pagi hari untuk joging dan berolah raga lainnya. Elnara sengaja berada di tengah dan memancing masa dengan gaya bicara khas sales.
"Bapak-bapak ibu-ibu, dikala gabut pasti bingung mau apa. Terkadang ada yang ingin digigit. Dari pada gigit tiang nanti sakit lebih baik cari pelampiasan yang lain. Apalagi sedang menonton acara ibu mertua dan pelakor, pasti jiwa kesal kita membara, harus ada penyemangat yang bikin kita stand bye di depan televisi sambil ngoceh-ngoceh bukan?" tanya Elnara.
"Iya." jawab semua orang.
"Kebetulan saya punya solusinya," sahut Elnara.
"Apa nih? neng jualan obat kuat?" tanya seorang bapak.
"Huh ...," ucap ibu-ibu menyoraki.
"Bukan, lebih renyah dari itu," ucap Elnara.
"Aduh Neng saya udah basah duluan, Neng mau jualan obat mujarab?" tanya seorang pemuda.
"Huh ...," teriak ibu-ibu.
"Sabar, masih terlalu dini bicara seperti itu di pagi hari yang cerah, lebih baik kita makan soto sambil ditemani si cantik yang satu ini," ucap Elnara.
"Saya mau kalau si cantik yang menemani makan soto, apalagi soto di atas ranjang," ucap kakek.
"Huh ...," teriak bapak-bapak dan ibu-ibu.
"Si cantik yang satu ini bikin ketagihan, maunya gigit terus, apa coba?" tanya Elnara.
"Udah Neng jangan ngomong lagi, tancap langsung," ucap lelaki budek.
"Budek aja kok denger yang enak-enak," sahut ibu di samping lelaki budek.
"Tenang-tenang, jangan emosi apalagi demo, pasti kebagian ya, silahkan antri jika ingin membeli si cantik satu ini," ucap Elnara.
Bapak-bapak dan ibu-ibu pada ngantri. Apalagi bapak-bapak paling rajin. Elnara mulai berjalan dari satu orang ke orang lain. Dia menawarkan kerupuk jualannya.
"Oh dagang kerupuk Neng, saya kira jualan apa?"
Mereka semua beli karena harga kerupuk yang lumayan murah. Elnara berhasil memancing mereka yang udah terlanjur termakan promosinya.
Setelah semua kerupuknya habis Elnara berjalan di tepi jalan. Dia terlihat riang, semua kerupuknya habis. Tak jauh dari tempatnya berdiri, mobil Evander terjebak kemacetan. Evander melihat ke tepi jalan, dia melihat Elnara.
"Elnara," ucap Evander.