Lelaki itu menangkap Elnara, membawanya paksa. Elnara dibawa ke sebuah gudang kosong. Dia dilempar ke lantai.
Bruug ...
Elnara terjatuh di lantai, lelaki itu mendekatinya, merobek baju Elnara hingga terbuka.
"Jangan, ku mohon."
"Sayang, nanti kau ketagihan, punyaku jumbo."
"Tidak, lepaskan aku." Elnara berusaha memberontak tapi lelaki itu mencengkram kedua lengannya. Dia mulai melecehkan Elnara. Air mata terus menetes di pipi Elnara, meskipun selama ini dia sudah terbiasa di sentuh banyak lelaki tapi kali ini dia merasa tubuhnya menolak.
"Kenapa aku merasa ternoda, padahal aku memang sudah kotor," batin Elnara. Dia teringat semua dosanya, betapa hinanya saat tubuhnya dijamah dan dinikmati berbagai lelaki. Di mana martabat dan harga diri, dia mengobralnya pada setiap lelaki beruang.
Elnara menangis di saat lelaki itu mulai mendekati bagian-bagian tubuhnya. Dia merasa jijik, ternyata seperti itu rasanya ketika hati sudah terbuka dan membiarkan kebenaran menerangi kegelapan.
"Kenapa menangis, kau akan menikmati senjata paling ampuh dariku."
Saat lelaki itu hendak melanjutkan ke tahap lebih dalam, pintu gudang terbuka. Alif berdiri di depan pintu. Dia berjalan menghampiri Elnara dan lelaki itu.
"Siapa yang berani menyakiti kakakku?"
"Bocah buta bisa apa?"
"Sini kalau berani." Alif menantang lelaki itu dengan lantang.
Mendengar ucapan Alif, lelaki itu menghampirinya. Dia hendak menangkap Alif, tapi Alif sigap, memukul lelaki itu dengan tongkat yang dibawanya. Lelaki itu kesakitan, Alif terus memukulnya, lelaki itu menendang Alif hingga terjatuh.
Bruuug ...
"Dasar bocah kecil, aku harus memberimu pelajaran."
Tangan Alif meraba-raba di lantai untuk mencari tongkat yang terjatuh, tapi tangannya malah diinjak lelaki itu.
"Aw ...." Alif kesakitan.
"Tanganmu akan putus bocah."
Elnara segera merapikan bajunya, dia harus menghentikan perbuatan lelaki itu, kalau tidak tangan Alif bisa putus diinjak olehnya. Elnara melihat tongkat milik Alif, dia mengambil tongkat lalu memukul lelaki itu sekuat tenaga sampai lelaki itu kesakitan dan memilih kabur. Elnara menghampiri Alif, dia meraih tangan Alif, tangan bocah kecil itu luka. Elnara mengusap tangannya, membalutnya dengan sobekan baju yang dikenakannya.
"Alif terimakasih." Elnara berbicara sambil menangis tak kuasa membendung kesedihannya.
"Kakak jangan menangis, kita pulang."
Elnara mengangguk. Dia dan Alif keluar dari gudang kosong, berjalan menuju rumah bambu di tepi jembatan, gubuk reyot yang selama ini jadi tempat berlindung dari panas dan hujan. Mereka berdua masuk ke dalam rumah.
"Alif kakak boleh tinggal di sini bersamamu?" tanya Elnara.
"Boleh, aku senang kalau kakak mau tinggal bersama kami," ucap Alif.
"Makasih ya Alif," ucap Elnara.
"Iya kak," sahut Alif.
Sekarang Elnara tak memiliki apapun lagi. Semuanya sudah dia berikan ke Mamy Desi untuk sebuah kebebasan. Hanya Alif yang dia punya sekarang.
Elnara berjalan ke toilet, dia mandi di toilet yang mungkin tak layak disebut toilet, kumuh dan kotor. Elnara membasuh tubuhnya. Dia merasa jijik dengan tubuhnya yang selalu membuat lelaki ingin menikmati keindahannya. Dulu saat jadi wanita malam dia begitu bangga dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya, tapi kini dia jijik. Kecantikan dan keindahan tubuhnya sudah membuatnya terjerumus ke dalam lembah hitam dan curam. Elnara menangis, dia merasa terhina saat lelaki tadi hendak memperkosanya, pertama kali dalam hidupnya dia merasa tubuhnya berharga dan tak ingin orang menyentuhnya seenaknya.
"Tubuh ini kotor, setiap lelaki menikmatinya, aku tak punya harga diri, seperti barang yang bisa dipakai siapapun, begitu hinanya diriku hik ...hik ..," ucap Elnara.
Selesai mandi Elnara menghampiri Alif dan adiknya yang sedang mengaji. Dia merasa damai saat mendengar lantunan ayat suci itu. Elnara teringat dosa-dosanya. Dia menangis, memohon ampunan. Elnara duduk sambil menutup wajahnya yang terus menangis.
"Kakak, Allah Maha Pengampun seberapapun besar dosa kita," ucap Alif yang menghampirinya.
"Apa wanita kotor seperti kakak pantas diampuni?" tanya Elnara.
"Iya, asal kakak bertaubat dengan sungguh-sungguh," ucap Alif.
"Alif bantu kakak untuk kembali ke jalan yang benar," ucap Elnara sambil menangis.
Alif mengangguk. Dia mengajak Elnara untuk sholat dan mengajarinya mengaji. Untuk pertama kalinya Elnara merasa hatinya begitu damai. Kegundahannya selama ini, karena dia begitu jauh dari Allah SWT. Elnara sadar, seberapa besar dosa kita, Allah selalu memberi jalan agar hambanya bertaubat dan kembali padaNya.
***
Seorang lelaki paruh baya mengenakan kaos dan celana sport berdiri di tengah lapangan golf. Dia terlihat keren dan stylish untuk usianya yang sudah kepala lima. Lelaki itu baru saja bermain golf ditemani seorang caddy. Dari arah belakang seorang ibu tua datang menghampirinya.
"Tuan masih ingat saya?"
Lelaki itu menoleh ke belakang. Dia terkejut saat melihat wanita tua yang berdiri di depannya.
"Kau!"
"Iya Tuan, sudah lama sekali ya sejak saat itu."
"Mau apa menemuiku?"
Wanita tua itu tersenyum tipis. Ada yang diinginkannya dari lelaki kaya itu.
"Saya pikir anda lupa."
"Jangan banyak bicara, kau mau uangkan?"
"Apa anda tidak ingin tahu di mana putri yang terbuang berada sekarang?"
"Bukannya aku sudah menyuruhmu membunuhnya?"
Wanita tua tertawa. Kenyataan tak sama dengan apa yang dulu diminta lelaki itu.
"Yang jelas dia masih hidup, apa anda tidak ingin tahu di mana dia berada?"
"Untuk apa? matipun aku tidak peduli padanya."
"Sungguh orangtua yang kejam."
Lelaki itu emosi, dia meraih leher wanita tua itu dan mencekiknya.
"Eek ... anda ingin membunuh saksi?"
Lelaki itu melepas tangannya dari leher wanita tua itu. Emosinya mulai mereda. Wanita tua terbatuk dan mulai kembali berbicara pada lelaki itu.
"Anda harus tahu putri anda sudah jadi wanita malam nomor satu."
"Jaga mulutmu, atau kau takkan bisa bicara lagi!"
"Ha ... ha ..., seorang ayah yang tega memintaku untuk melenyapkan putrinya tapi aku ini mau untung, jadi ku jual putrimu yang cantik itu, tak ku sangka dia berlian di rumah bordil."
"Kau!"
"Tenang Tuan, aku hanya ingin uang tidak lebih."
Lelaki itu meminta bodyguard-nya mengambil tas miliknya, lalu dia mengambil sebuah amplop yang berisi uang. Dia memberikannya pada wanita tua itu.
"Pergilah! jangan berani muncul lagi di depanku!"
"Untuk saat ini sudah cukup, terimakasih Tuan."
Wanita tua mencium amplop yang berisi uang, lalu dia pergi meninggalkan lapangan golf. Lelaki tua itu begitu marah saat tahu kalau putrinya masih hidup.
"Kenapa putri pembawa sial itu masih hidup?"
"Tuan apa yang harus ku lakukan?"
"Cari dan habisi dia!"
"Baik Tuan."
Lelaki itu tak ingin putrinya hidup. Kehadirannya hanya membawa sial dalam hidupnya. Dia tidak ingin putri pembawa sial itu hidup.
***
Evander mengendari mobilnya menuju rumah bordil. Dia ingin bertemu Elnara, wanita malam yang terus membuatnya ingin kembali mengulang malam penuh cinta itu. Tak pernah dibayangkan olehnya akan mencintai seorang wanita, selama ini dia selalu hidup bersama lelaki yang dianggapnya pacar, tapi wanita malam itu mengembalikan kodratnya sebagai penjantan tangguh yang sebenarnya.
Sampai di rumah bordil Evander turun dari mobil, masuk ke dalam rumah bordil. Semua mata tertuju padanya, wajah tampan rupawan tanpa cela berhasil mengusik mata yang butuh penyegaran. Tubuhnya yang atletis membuat siapa saja ingin bersandar padanya. Semua barang yang dikenakan baik dari atas sampai bawah branded. Tatapan mata yang dingin sedingin salju membuat kaum hawa meleleh tak mampu berkutik.
Mematung.
Itulah gambarannya saat Evander melewati keramaian, suara riuh berdesis membicarakan pangeran tampan yang melewati mereka. Tapi mata si tampan tak sedikitpun melirik keindahan yang melambai padanya. Hati dan pikirannya sudah memiliki pemilik. Aroma harum yang tercium berasal dari parfum terbaik keluaran tahun ini membuat semua indera penciuman terarah padanya. Beberapa wanita malam menghampirinya, merayu dan memperlihatkan kemolekan tubuhnya.
"Sayang aku bisa full servis loh."
"Atas bawah juga bisa."
"Gaya apapun aku jago, sampai pagi lagi."
Wanita-wanita malam menempel, meraba dada bidang Evander, sebagian merangkul dan meraba pipinya.
"Pergilah kalian dari sisiku!" Evander mengusir wanita-wanita malam yang menempel padanya.
Mereka menjauh dari Evander dengan wajah cemberut, sang arjuna tak mau digoda, padahal mereka berharap bisa menghabiskan malam dengannya.
"Wah ... wah ..., ada angin apa Tuan Muda datang kemari?" Sang mucikari berjalan menghampiri Evander.