"Aku ingin bertemu Elnara," ucap Evander.
"Elnara?" batin Mamy Desi.
"Tuan Muda banyak barang bagus, pasti anda lebih suka yang masih disegel, Mamy punya banyak koleksi yang berkualitas," sahut Mamy Desi.
"Aku hanya ingin Elnara!" tegas Evander.
"Kalau begitu mari kita bicara di ruangku" ajak Mamy Desi.
"Oke," jawab Evander.
Evander mengikuti Mamy Desi ke ruang kerjanya Dia duduk di sofa bersama sang mucikari. Di ruang itu terpajang foto Elnara yang begitu cantik mengenakan dress berwarna pink. Evander berdiri, berjalan menghampiri foto di dinding. Dia meraba foto wanita malam yang sudah membuatnya jatuh hati. Kejantanannya kembali perkasa saat melihat kecantikan dan keindahan tubuh Elnara.
"Elnara aku rindu, kapan kita bertemu?" batin Evander.
"Tuan muda, itu foto Elnara saat masih remaja, dia memang primadona di sini," ucap Mamy Desi.
"Apakah Elnara sudah jadi wanita malam sejak lama?" tanya Evander.
"Dari dia lulus SMA," ucap Mamy Desi.
"Siapa yang pertama kali mengambil mahkotanya?" tanya Evander.
Mamy Desi tersenyum. Dia merasa Tuan muda di depannya ini sudah tergila-gila pada Elnara, sampai ingin tahu masa lalunya
"Dia itu diperkosa, sejak saat itu dia tertarik jadi wanita malam," ucap Mamy Desi.
"Diperkosa?" Evander terkejut, dia penasaran apa yang terjadi pada Elnara.
"Tuan muda, sebuah informasi itu berharga, berapa yang ingin kau bayar untuk informasi penting ini?" tanya Mamy Desi.
"300 juta cukup?" tanya Evander.
"Wow, Tuan muda tahu selera saya," ucap Mamy Desi.
"Katakan cepat!" perintah Evander.
"Saat masih SMP dia diperkosa di depan sekumpulan anak laki -laki," ujar Mamy Desi.
Evander langsung terdiam. Kepalanya sedikit pusing. Tangannya memegang kepala. Ada beberapa potongan ingatan tiba-tiba datang dipikirannya. Suara teriakan dan rintihan terdengar di telinganya, beberapa orang tertawa, Evander berusaha mengendalikan dirinya.
"Tuan muda, ada apa?" tanya Mamy Desi.
"Tidak apa-apa," ucap Evander. Dia merasa tubuhnya sudah stabil kembali.
"Aku ingin Elnara, berapapun akan ku bayar, asalkan aku bisa bertemu Elnara," ucap Evander.
"Fantastis, Tuan muda memang top," ucap Mamy Desi.
"Elnara sepertinya kau akan menghasilkanku banyak uang lagi," batin Mamy Desi.
Evander keluar dari rumah bordil. Dia mengendarai mobilnya menuju villa miliknya. Sepanjang jalan dia memikirkan Elnara. Dia begitu rindu padanya.
"Elnara kau dimana? bisa gila aku," ucap Evander.
Evander mengendarai mobilnya begitu kencang, dia sudah tak sabaran ingin bersama Elnara, wanita malam itu membuatnya candu.
Sampai di villa, Evander membuka pintu, di dalam sudah ada lelaki cantik yang mengenakan dress, dia juga berdandan layaknya wanita. Evander menatapnya dingin dan berjalan melewatinya.
"Sayang kau kenapa sih? emangnya aku ini kurang cantik?"
"Aku lelah, aku ingin tidur," ucap Evander.
"Sayang." Lelaki cantik hendak memeluk Evander tapi di dorong tangan Evander.
"Sayang!" bentak lelaki cantik.
Evander mengacuhkan lelaki cantik itu, dia berjalan menuju lantai atas, lelaki cantik terus mengikutinya sampai ke kamar Evander. Dia memblokir jalan Evander. Sengaja berdiri di depannya.
"Kau melupakanku? wanita itu sudah membuatmu seperti ini."
"Aku lelah, kau keluar atau aku yang keluar?"
"Sayang, dulu saat kau kesepian aku selalu ada, tapi kenapa kau meninggalkanku?"
"Brian Andrian kita putus," ucap Evander.
"Apa? kita putus? kau bahkan memanggil nama asliku?"
"Iya, aku ingin hidup normal, kau juga bisa sepertiku, memiliki seorang wanita yang kau cintai," ucap Evander.
"Evander, aku sangat mencintaimu, aku bahkan meninggalkan rumahku demi bersamamu, inikah yang kau berikan padaku?"
Evander membuka pintu kamarnya, dia mempersilahkan Brian keluar dari kamarnya.
"Keluar!"
"Evander!"
"Baiklah, aku yang akan keluar."
Evander berjalan keluar dari kamarnya. Dia masuk ke ruang kerjanya lalu mengunci pintu.
Di luar Brian mengetuk pintu beberapa kali. Evander mengacuhkannya. Sebenarnya dia tak tega, tapi kini di hatinya sudah ada Elnara, dia juga ingin hidup normal sesuai kodratnya.
"Sial, wanita malam itu sudah merusak mimpiku bersama dengan Evander."
Brian berjalan menuruni tangga, dia keluar dari villa milik Evander. Brian kembali ke rumah besar Keluarga Andrian. Baru berjalan di ruang tamu, ayahnya yang duduk di sofa memanggilnya.
"Brian kau ingat rumah juga?"
"Bukannya kau senang aku pulang Daddy?"
"Sudah lelah berkelana tanpa tujuan?"
"Aku tidak sepertimu yang meninggalkan ibu demi gadis muda."
"Brian!"
Ayah Brian bernama Danny Andrian. Dia meninggalkan istrinya demi wanita lain, semua itu membuat Brian begitu membenci wanita. Dia merasa semua wanita hanya ingin menghancurkan kebahagiaan orang lain.
"Kenapa? Daddy malu dengan kenyataan? wanita itu sudah membuat ibu meninggal, eh ..., kau juga yang membuat ibuku meninggal."
Pak Danny menghampiri Brian dan menamparnya.
Plaaak ...
"Tampar Dad! tampar lagi!"
"Kau!"
"Aku lelah Dad."
Brian berjalan menuju tangga, dia naik ke lantas atas, masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil foto ibunya dan memeluknya.
"Bu kenapa setiap wanita selalu mengambil kebahagiaan kita, aku benci, aku benci wanita."
Brian mengingat wajah Elnara yang sudah mengambil Evander darinya.
"Elnara aku akan membuatmu menderita, kau sudah mengambil Evander dariku."
***
Elnara berjualan kerupuk di tepi jalan bersama Alif. Dia duduk sambil menawarkan dagangannya pada siapapun orang yang lewat. Hari ini hari pertamanya mencari uang yang halal. Dia tidak ingin menjadi wanita malam lagi, mendapatkan uang sedikit dengan cara yang baik akan mendatangkan berkah yang tak ternilai.
"Alif, panas sekali siang ini, apa setiap hari begini?"
"Ini masih belum panas, biasanya lebih panas dari ini Kak."
"Segini saja sudah sangat panas, apalagi siang hari ya?"
"Kakak berteduh saja di bawah pohon, biar Alif yang duduk di sini."
"Tidak, aku ingin di sini bersamamu."
Elnara terus menemani Alif, matahari mulai berada di atas ubun-ubun, panasnya sangat menyengat di kulit.
"Panas banget."
"Kakak berteduh saja."
"No, aku ingin merasakan rasanya mencari uang yang halal."
Setengah hari sudah mereka berdagang tapi belum satupun ada yang membeli dagangan mereka. Elnara kasihan melihat Alif yang duduk panas-panasan.
"Alif lampu merah, kakak coba tawarkan ke mobil-mobil itu."
"Tapi hati-hati ya Kak."
"Iya."
Elnara membawa beberapa kerupuk, dia berjalan menuju perempatan jalan, tempat lampu merah berada. Dia menuju arus jalan yang berhenti karena lampu merah. Elnara menawarkan dari satu mobil ke mobil lainnya.
"Bang beli kerupuknya, murah loh," ujar Elnara.
"Aku mau beli eneng aja, berapa harganya itu?"
Elnara melihat lirikan mata lelaki itu ke arah dadanya yang terbuka. Elnara langsung menutup dadanya.
"Saya jualan kerupuk Bang, mau beli tidak?"
"Mau, tapi cium dulu."
"Gak usah beli." Elnara kesal, dia meninggalkan mobil itu, berjalan ke mobil di belakangnya. Dia kembali mengetuk kaca mobil. Dia mulai menawarkan dagangannya setelah pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya.
"Om beli kerupuknya, murah loh."
"Mau itu tapi full servis berapa?"
Lelaki tua ini melihat ke dada Elnara sama seperti lelaki sebelumya. Leher Elnara yang jenjang dadanya yang putih mulus dan wajah cantiknya selalu membuat para lelaki menginginkannya.
"Neng saya kasih dua juta, mau gak ke hotel bareng Om?"
"Tidak, seharusnya Om gunakan uang itu untuk memesan peti mati "
Selesai bicara, Elnara meninggalkan tempat itu, dia kembali duduk bersama Alif.
"Ternyata tak mudah ya Alif mencari uang, kita sudah seharian duduk, kepanasan, belum dapat uang sedikitpun.
"Sabar Kak, rejeki sudah yang ada yang mengatur," ucap Alif.
"Iya."
Tak lama hujan turun, Elnara dan Alif berteduh di depan ruko, tapi mereka di usir dari depan ruko, dianggap pengemis karena Alif yang buta. Akhirnya mereka berteduh di bawah pohon. Hujan semakin deras disertai angin kencang. Kerupuk di tangan Alif terbawa angin, Alif berusaha mengejar kerupuk yang terbawa angin di tengah hujan deras.
"Alif hujan." Elnara berusaha mengikuti Alif.
"Sebentar Kak, kerupuk itu milik orang, aku harus mengambilnya lagi." Alif terus berjalan mencari kerupuk yang terbang, hingga di tengah jalan, Alif hampir tertabrak mobil, Elnara langsung berlari meraih tubuh Alif berlari ke seberang jalan.
Bruuug ...
Elnara dan Alif terjatuh ke tepi jalan. Mobil yang hampir menabrak mereka berhenti, seseorang keluar dari mobil. Dia berjalan menghampiri Elnara dan Alif.