Kini Gita terjebak oleh teman pria yang menolongnya tadi, mereka mengira kalau Gita adalah benar-benar pacar pria itu. Sehingga Gita harus berpura-pura menjadi kekasihnya.
"Baru tahu kalau kamu punya kekasih secantik ini Dirga," ucap salah satu teman pria tersebut dengan mengedipkan sebelah matanya seraya menggoda Gita.
"Jadi nama dia Dirga," gumam Gita dalam hati.
Gita hanya tersenyum menjawab ucapan teman Dirga yang tidak dirinya kenal. Tidak peduli dengan perbincangan mereka, dia hanya fokus mencari keberadaan Ibunya dengan melirik ke seluruh arah.
"Kenapa?" tanya Dirga.
"Ha, enggak," jawab Gita canggung dengan sedikit keterkejutan.
Lama waktu berjalan, dan sekarang sudah semakin larut. Dirinya ingin izin pergi, akan tetapi entahlah Gita merasa tidak enak dengan Dirga dan teman-temannya, karena pria itu sangat baik menolong dirinya.
Dan waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, kini semua teman Dirga mengucapkan pamit. Di sofa yang menjadi tempat perbincangan mereka, sekarang hanya ada Gita dan Dirga saja.
"Kalau begitu aku izin pergi." Gita melangkahkan kakinya tanpa menunggu jawaban dari Dirga. Justru langkahan terhenti dengan cekalan tangan Dirga.
Matanya menatap tangan Dirga yang melingkar di pergelangan tangannya. Sedangkan Dirga yang menyadari akan hal itu sontak langsung saja melepaskan cekalan tangannya.
"Maaf."
"Iya, gapapa. Aku harus pergi."
"Tunggu aku, kamu aku antar," ucap Dirga.
"Enggak bisa, aku mau pergi ke suatu tempat sebentar."
"Gapapa, aku antar."
Tangan Gita ditarik dengan paksa dan dibawa ke tempat parkiran.
Dia bingung bagaimana harus mengatakan oleh Dirga. Walaupun dirinya baru mengenal Dirga, akan tetapi dia tetaplah orang asing dimata Gita.
"Mau pergi kemana?"
Pertanyaan Dirga membuat Gita bingung, haruskah dia menjawab pergi mencari Ibunya yang merupakan seorang kupu-kupu malam?
Atau justru dia kembali saja ke rumah tanpa membawa balik Ibunya, dan bagaimana jika Bapaknya bertanya nanti.
Mulut kaku untuk menjawab dan pikirannya seakan pecah. Rasa khawatir semakin besar terhadap sang Ibu, terlebih lagi dia sudah lama tidak bertemu. Dia sungguh takut jika Ibunya menjadi sangat liar.
"Gita."
"Aku mau pulang saja," jawab Gita dengan gugup.
***
Motor Dirga yang ditumpangi Gita telah sampai di rumah, dia melihat sebuah mobil mewah terparkir di rumahnya. Siapa pemilik mobil tersebut, dan untuk apa dia datang malam-malam?
Sedangkan Dirga yang sejak satu menit lalu sudah mengentikan motornya sambil menunggu Gita turun, akan tetapi sejak tadi perempuan itu tidak kunjung turun dari motor miliknya.
"Gita."
"Iya."
"Mau ikut aku pulang?"
"Maksudnya?"
"Kapan turun dari motornya?"
"Aishhh... maaf, aku melamun tadi," jawab Gita sambil turun dari atas motor.
"Aku pamit, sampai bertemu lagi nanti."
"Iya, terimakasih."
Setelah memandangi kepergian Dirga, dia berjalan dengan tergesa-gesa dan masih penasaran dengan pemilik mobil mewah tersebut. Rasa penasarannya sungguh besar ketika matanya kembali melihat seorang pria tua yang baru saja keluar dari rumahnya, namun dia terkejut dengan Ibu yang menyusul pria tua tersebut.
Melihat mereka saling berpelukan mesra dan hangat, membuat mata Gita memanas. Seperti kehilangan akal sehatnya, Ibu berani melakukan hal tersebut di depan rumahnya sendiri. Dan bagaimana perasaan Bapaknya nanti jika melihat?
Bertemu dan membawa pria itu ke dalam saja, pasti Bapak Gita akan merasa kecewa dan sakit hati.
Masih setia memandangi dari kejauhan, mobil mewah berwarna hitam itu pergi meninggalkan perkarangan rumah Gita. Rumah yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk keluarganya.
"Siapa dia, Bu?"
"Kamu kembali," ucap Ibu dengan mendengus.
"Iya, Gita kembali. Dan pria tadi.... "
"Tidak usah menasehati Ibu dan berlagak so paling benar. Ibu sama seperti kamu," jawab Ibunya sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Gita bingung dengan perkataan yang keluar dari mulut Ibunya, dia ikut masuk ke dalam dan kembali mengeluarkan kalimat.
"Maksud Ibu apa, Gita tidak mengerti?"
"Kamu kan selingkuhan juga, malah kamu lebih buruk. Kamu tega membunuh untuk harta, tapi apa mendapatkan harta? Tidak!" ucapnya dengan penuh penekanan.
Melihat Ibunya yang melenggang pergi, dan kala itu juga Gita meneteskan air matanya. Dia sengaja tidak memperbesar masalah ini dan memilih diam, karena dia tidak ingin jika tidur Bapaknya terganggu.
Mengingat perkataan Ibunya tadi, yang ternyata sang Ibu masih ingat betul tentang masa lalu Gita, padahal itu semua adalah bukan karenanya.
Tidak ada rasa rindu dari tatapan Ibu, yang dilihat oleh Gita hanyalah tatapan tidak suka serta ujaran kebencian.
Mungkin dia masih kecewa dengan dirinya.
***
Membuka lembaran baru dengan gaya hidup yang baru pula, membuat perempuan itu tersenyum Bahagia. Kini pakaiannya lebih rapi dari biasanya, karena hari ini dia akan mencoba melamar pekerjaan. Hanya putri bodoh yang diam saja melihat Bapaknya terduduk lemah di atas kursi roda, darimana makan sehari-hari mereka nanti. Uang Ibunya tidak mungkin, cukup bagi bapaknya memakan uang haram itu. Dan sekarang dia lah yang akan melarang Ibunya bekerja dan menggantikan dengan dirinya.
"Pak, Gita pamit cari kerja dulu ya."
"Iya, hati-hati."
"Ibu, Gita.... "
"Pergilah cari uang yang banyak, jika tidak membawa uang Ibu akan kembali menjadi seorang kupu-kupu malam."
Gita hanya tersenyum menanggapi ucapan sang Ibu, rasanya masih pagi sangatlah tidak baik jika terjadi pertengkaran, terlebih lagi dengan mulut tetangga. Dia datang saja sudah menjadi topik hangat, padahal Gita hanyalah rakyat biasa.
Setelah mengucapkan pamit dia pergi dengan harapan kalau jika pulang nanti akan ada kabar bahagia untuk kedua orang tuannya.
***
Langkahnya semakin lama perlahan, panas terik membuat tenggorokannya kering. Sejak tadi beberapa perusahaan sudah dia kunjungi, namun semua menolaknya, alasannya hanya satu yaitu karena dirinya seorang mantan narapidana.
Memangnya siapa yang ingin menjadi mantan narapidana, dan jawabannya tidak ada. Lagi pula dia dihukum bukan karena kesalahannya, tapi semua orang mana tahu itu. Mereka hanya tahu berita yang dilihat dengan kedua bola matanya adalah benar.
Angin kencang terus saja menyelusup setiap kulit Gita, awan gelap serta terdengar beberapa kali suara gemuruh.
"Aku harus kemana lagi?" ucap Gita yang sedang berjalan kaki.
Otaknya buntu akan harapan, ternyata kehidupan itu tidak adil dengannya.
Hingga jatuhlah tetasan air dari langit yang mengguyur habis tubuh Gita. Dia berlari mencari tempat teduh.
Byur!
Sebuah mobil melesat dengan cepat dan tubuhnya terkena cipratan genangan air. Sepertinya pengendara itu sedang terburu-buru, namun dari kejauhan dia melihat kalau mobil tadi berhenti dan mundur. Lalu berhenti tepat di depan halte, dimana Gita berdiri.
Awalnya Gita pikir pengendara itu tidak memiliki sopan santun, namun dia salah dugaan.
Memeluk tubuhnya sambil menatapi mobil putih yang tadi tidak sengaja membuat pakaiannya kotor.
Keluarlah seorang pria bertubuh tinggi dengan menggunakan payung, pakaian berjas dan berdasi membuat Gita yakin kalau orang tersebut merupakan pria kaya.
Wajahnya yang tampan membuat tubuh Gita tidak lepas dari pandangannya. Tanpa dia sadari ternyata pria tersebut sudah berada dihadapannya.
"Maaf."