Apakah kau memikirkan konsekuensi itu? Sedetik pun, kau bahkan tidak acuh untuk segala kebodohan yang sudah kau buat, sekarang kau harus mendekam di ruang ICU, untuk menjalani masa kritismu, semoga saja kau bisa paham bahwa kau melupakan sebuah masalah kecil itu.
Pertemuan mereka diawali memang sedari kecil, tapi ketika mereka sudah mulai satu sekolah di SMP itu, mereka menyadari bahwa ketertarikan dengan satu sama lain telah merubah mereka dalam kepribadian yang lain, sehingga mereka sendiri tidak sadar dengan apa yang sudah mereka perbuat.
"Halo, nama kamu siapa?" kata Kiro, yang sepertinya merasa bahwa orang yang ia temui ini adalah orang yang tepat.
"Nama aku Delon, ini teman aku namanya Kemas, maaf kalau aku terlalu formal," kata Delon, yang sepertinya merasa sangat risih dengan pertemuan mereka untuk pertama kalinya.
Kiro yang cerdas hanya bisa memberikan sedikit perintah, bahwa dia akan sedikit menjauh, untuk memastikan bahwa Delon memang membutuhkan sisi kenyamannya sendiri, lagipun ini baru hari pertama mereka mengenal diri mereka yang lain, jadi alangkah lebih baik jika itu butuh adaptasi.
"Kalau kau merasa butuh mengerti pelajaran matematika atau apapun itu, aku siap membantu mu belajar."
Delon hanya mengabaikan pembicaraan itu, dia sama sekali tidak akan mendengarkan dirinya yang baru ia ajak bicara itu, baginya dia akan menggangu pemikirannya.
Beberapa waktu telah berlalu, tanda-tanda Delon untuk berbicara dengan yang lain itu seolah tidak akan membuahkan hasil, karena dia pikir memang dirinya masih sangat tertutup dan introvert, Kemas pun juga sedikit mengantisipasi Kiro dalam hal ini, mungkin juga dia memahami dirinya dalam warna-warna yang berbeda. Tapi, setidaknya banyak hal yang tidak ia pahami untuk terus memberikan kepastian kepadanya, hingga hal itu benar-benar terjadi.
"Hari ini, kelas kita ada pertandingan sepak bola, untuk kelas satu dan kelas dua, list pertandingan akan diberikan dua hari sebelum pertandingan."
Mereka semua sangat tidak sabar menantikan lawan pertandingan dari itu, sedang dari itu Kemas diam-diam berusaha untuk mengambil kesempatan kepada ketua kelas agar nama Kiro dan Delon disatukan.
"Bran, coba dong tolong masukin nama Kiro sama Delon."
Begitulah panggilan telepon yang dihubungkan satu sama lain dengannya, rasanya memang sangat mengagetkan bagi sang Ketua Kelas, Albran berusaha untuk memaknainya hal tersebut sebagai sesuatu yang penting. Tapi, apapun dari itu, memikirkan semua ini akan membuatnya terus terbuai dalam sebuah hal yang tidak pernah disebut kepentingan.
"Mungkin, kau ingin melihat kisah percintaan mereka?" tanya Kemas yang sepertinya mulai mengompori antara Delon dan Kiro.
"Heh, lu ngomong ada-ada aja, kalau beneran pacaran, emangnya kenapa deh?" tanya Albran yang sangat penasaran dengan kata-kata itu dan ingin langsung mengintrograsi Kemas.
"Nanti kau akan tau, aku sudah menduganya sedari awal, kalau kau sangat penasaran dengan apa yang kau pikirkan itu."
Kemas menutup ponselnya dan Albran menyetujuinya melalui chat, tiga atau empat jam setelah mereka terhubung melalui panggilan suaranya, rasanya tentu mungkin akan sangat mendebarkan melihat pertandingan diantara mereka berdua yang mencoba untuk tetap struggle dalam kondisi yang bisa dibilang cukup mengkhawatirkan.
"Kamu diam, atau terus bertahan dalam pikiran bodoh itu, aku berusaha memberikan dirimu yang terbaik, tapi kau malah acuh seperti ini terhadap dirimu yang lain."
"Aku tidak acuh," kata Delon yang mencoba untuk tidak menanggapi dia dengan emosinya sekali lagi.
Beberapa saat kemudian, guru Olahraga masuk ke dalam kelas, yang juga merupakan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan menagih janji, yaitu mengirim tujuh orang pemain bola untuk permainan bola antar kelas.
"Oke, saya sudah menemukan tujuh orang pemain bola, yang pertama Baya..."
Semua nama dibacakan, hingga nama ke enam dan ketujuh disebutkan, "Pemain ke enam yaitu Delon dan ketujuh Kiroshi."
Mungkin, memang dalam pikirannya meliuk-liuk dalam hatinya, tapi saat ini Delon dan Kiro hanya bisa bersikap bodoh atas apa yang didengarnya, bisa-bisanya mereka dipersatukan, mereka juga tidak akan sudi menjadi satu tim yang utuh, tapi inilah kenyataan yang harus mereka terima, dibanding menolak semua yang berkaitan dengan Kiro.
"Ini apa-apaan?" tanya Kiro, yang mendadak marah, setelah guru olahraga itu keluar dan mempertanyakan maksud dari semua ini.
"Loh kok marah, padahal kalian berdua kemarin masih baik-baik aja lho, hayo ini ada apa? Kok, tiba-tiba kalian saling marah-marah begini."
Mereka menggerutu kesal, alasannya lebih jelas adalah karena mereka sadar bahwa ini sedang dipermainkan yang bahkan tidak jelas apa tujuannya, tapi daripada memikirkan ini, lebih baik dia memprotesi si pembuat kebijakan.
"Selamat berlatih kalian berdua, yang lain ajak mereka berkomunikasi ya, jangan lupa untuk latihan, karena lawan kalian anak kelas dua belas."
Percakapan pun diakhiri dan mengusahakan agar untuk tidak ada yang mengetahui tentang hal ini, tapi bagaimanapun Delon dan Kiro tidak berusaha hubungan diplomasi untuk memperbaiki masalah yang sudah terjadi. Tapi, dia tetap menunggu kabar baik untuk mencoba melakukan kebaikan itu.
"Oh iya, kalau mau kalian tau, lawan kita adalah kelas tiga, yang diisi oleh Davian, Kirofa dan Inusha."
Nama-nama diatas terdengar cukup aneh kan? Untuk ditemui di sekolah di Indonesia. Tapi, tak dapat dipungkiri bahwa Delon sendiri mendapat beasiswa ke sekolah khusus Internasional, jadi tidak menutup kemungkinan mereka akan mendapatkan tempat ini, tapi sekali lagi, tempat yang bagus tidak akan menjamin siapa murid yang akan menjadi lebih baik, karena biasanya yang paling baik adalah orang yang tidak pernah menonjolkan dirinya sama sekali.
"Hah! Serius? Mati aja udah! Serius, mereka musuh abadi tim kompetisi sekolah, kalau lu ampe kalah biasanya memang udah nasib, jadi mereka itu tim abadi."
Di satu sisi lain, Delon dan Kiro merasa bahwa dalam hal ini, mereka memang harus bekerja sama, jika ingin kemenangan, tapi dalam hati mereka, dia sangat malu untuk memberikan hatinya, karena memang pada akhirnya dia tidak akan mudah untuk menerima semua ini.
"Yaudahlah ya, akhirnya kita harus jadi satu tim."
"Btw, kita mau latihan gak?" tanya Dero, salah satu bagian dari tim kelas tujuh, temannya Delon dan Kiro juga.
"Boleh sih, tapi kalian harus kompak, karena memang kalian ini susah, adaptasi kalian berdua termasuk cukup lemah, mungkin memang sedikit butuh waktu juga, mumpung lombanya satu minggu lagi, itu gak akan jadi lebih buruk sebenernya."
Sebenarnya, memang tidak akan menjadi lebih baik untuk mendengarkan pemikiran dari mereka untuk membuat hal-hal yang sangat buruk itu, selain mencoba untuk terus memahaminya.
"Oke, gue setuju, tempatnya di lapangan pribadi gue," kata Baya yang mengusulkan tempat bagi mereka.
"Thanks, udah mau nyumbang tempat, dan btw sebentar lagi kita akan balik nih."
Memikirkan itu, Delon bisa bernafas lega, karena ternyata kelas tujuh bisa kembali ke rumah setelah pelajaran usai. Sedangkan, kelas delapan dan sembilan harus mendekam di asrama untuk beberapa hari dan sekian minggu, itu pasti akan menyiksa nantinya.