Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Divine War: Angel and Demon

đŸ‡źđŸ‡©dehowler
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.9k
Views
Synopsis
Tuhan telah mati. Gerbang Surga dan Neraka terbuka. Bumi tempat manusia hidup damai kini menjadi mendan tempur bagi mereka untuk memperebutkan Tahkta Eden. Lee Sion, seorang pemuda berusia 20 tahun yang koma selama 2 tahun akhirnya terbangun. Hal pertama yang dia lihat kehancuran, kematian dan sebuah layar bertuliskan, [Selamat! Will Power Kelas X telah bangkit.] [Apakah Anda ingin mengaktifkan?]
VIEW MORE

Chapter 1 - Hari Dimana Tuhan telah Mati

Saat ini merupakan malam yang penuh kegembiraan bagi seluruh manusia. Bagaimana tidak, sebentar lagi, hari akan memasuki tahun baru. Berbagai acara telah dipersiapkan untuk merayakan pergantian tahun. Di alun-alun kota New York, Time Square, gedung-gedung tinggi berjajar memancarkan cahaya kelap-kelip lampu. Layar panel yang menayangkan iklan menghiasi setiap gedung. Suara sorakan dan terompet saling bersautan. Para reporter memanggul kamera, menyorot lautan manusia yang memenuhi jalanan. Tua, muda, hitam, putih, semua berbaur menjadi satu. Hanya ada kegembiraan yang terlukis di wajah mereka.

Di sebuah ruas jalan, seorang pria kurus terdempet oleh romobongan pasangan. "Sialan! Semoga setelah ini selesai, terjadi bencana, lalu kalian semua mati," gerutu pria itu di dalam hati. Dia kesal karena tidak punya pasangan.

Pria kurus itu mendongak, menatap ke arah sebuah gedung menjulang tinggi. Di puncak gedung terdapat bola raksasa yang memancarkan cahaya. Warna cahaya berganti-ganti. Merah, ungu, kuning, dan terus berganti secara berulang. Pada gedung itu juga terdapat layar panel berlatar belakang biru, menayangkan hitungan angka yang berjalan mundur. Tidak hanya pria kurus itu yang menatap, semua orang sedang menatap ke arah layar bersinar itu. Mereka semua tidak sabar menunggu bola raksasa yang berada di puncak gedung terbelah.

Ketika angka di layar panel berubah nol, bola di puncak gedung akan memuntahkan ribuan kertas konfeti. Jalanan akan dihujani warna-warni potongan kertas, lalu disusul oleh keindahan kembang api. Para pria kemudian mencium bibir kekasihnya. Kemudian suara nyaring terompet bercampur riuh teriakan akan menggema sepanjang jalan. Itulah gambaran puncak kemeriahan malam tahun baru di Time Square. Sayangnya, itu tidak akan terjadi malam ini.

Karena sebentar lagi, kehidupan mereka akan berubah menjadi sebuah mimpi buruk tanpa akhir.

Layar panel menunjukan angka 13 kemudian berubah menjadi 12. Tepat pada angka 10, semua orang mulai ikut menghitung. Mereka berseru dengan suara lantang.

"10! ... 9! ... 8! ...7! ....6!"

Waktu bergulir semakin mendekati akhir. Orang-orang semakin antusias.

"3!... 2! ...1!"

Seketika, bola di atas gedung terbelah. Menumpahkan ribuan potongan kertas warna-warni yang terjun seperti daun yang gugur dari pohon. Tidak berhenti di situ, gedung melontarkan kembang api. Langit malam dihiasi kembang api yang bermekaran. Tapi ada satu keanehan. Sebuah keanehan yang tidak bisa jelaskan oleh akal sehat.

Tidak ada suara.

Tidak ada suara histeri euforia. Tidak ada suara terompet. Tidak ada suara letusan kembang api. Semua sunyi. Seolah-olah suara telah lenyap dari muka Bumi. Semua orang mulai bingung, panik. Salah seorang perempuan di antara kerumunan berusaha meneriaki kawannya yang tidak mengerti apa yang dia katakan. Begitu juga dengan ribuan orang yang ada di Time Square. Semua orang berpikir bahwa diri mereka mendadak tuli.

Di tengah kepanikan itu, sebuah suara nyaring terdengar di telinga mereka. Suara terdengar sangat keras, karena semua suara telah lenyap kecuali suara nyaring itu. Semua orang semakin kebingungan. Mereka pikir tidak bisa mendengar apa-apa, tapi tiba-tiba kemudian bisa mendengar suara nyaring seperti bunyi tiupan terompet perang. Mereka bertanya-tanya, "Suara apa barusan?"

Suara nyaring barusan ialah bunyi sangkakala. Semua orang mencari arah bunyi sangkakala itu. Mereka menatap ke langit malam yang gelap tanpa bintang, karena dari situlah bunyi sangkakala berasal. Bunyi tedengar selama satu menit. Tapi satu menit itu cukup mengalihkan perhatian semua orang yang ada di Time Square. Tiba-tiba, seluruh layar panel yang ada di setiap gedung berubah gelap, beberapa saat kemudian layar panel kembali menyala. Di layar, terdapat sesosok pria berpakaian lusuh. Wajahnya keriput, kulitnya bergelambir seperti akan copot dari tulang. Kondisi pria tua itu sangat memprihatinkan, seperti manusia yang baru keluar dari goa.

"Apa ini? Siapa pria itu?"

"Apa ini bagian dari acara?"

"Ini sebenarnya ada apa?"

Timbul berbagai macam pertanyaan di kepala orang-orang. Mereka berusaha mencari penjelasan dengan apa yang terjadi sekarang. Mereka ingin bertanya satu sama lain, tapi tidak bisa.

"Wahai, saudara-saudaraku!" seru pria tua yang ada di layar panel. "Perkenalkan diriku, namaku Zarathustra."

"Zarathustra? Siapa dia?" Orang-orang bertanya-tanya di dalam pikiran.

"Aku akan menyampaikan sebuah kabar untuk kalian," lanjut Zarathustra. "Aku hanya mengatakan ini sekali, jadi dengarkan dengan baik. Karena ini menyangkut nasib kalian."

Suasana semakin aneh. Mereka semakin bingung. Mereka tidak bisa mendengar apa-apa, tapi bisa mendengar suara dari pria tua yang ada di layar panel.

"Sang Penguasa, atau yang biasa kalian sebut dengan Tuhan, sudah tidak ada lagi. Tuhan telah mati! Tuhan telah mati! Tuhan telah mati!" Zarathustra berkata dengan histeris.

Mendengar kalimat itu, banyak orang terkejut. Suasana berubah kacau. Ada yang mulai marah, protes, memilih meninggalkan Time Square. Ada yang masih bingung. Tapi kebanyakan orang terpaku pada layar panel, mereka masih berusaha mencerna situasi sekarang.

"Dunia bukan milik siapa-siapa lagi. Dunia sudah tidak ada yang berkuasa lagi. Sebentar lagi, pembatas antar Dunia, Neraka, dan Surga akan lenyap. Gerbang Neraka akan hancur, jutaan Iblis dari jurang terdalam akan merangkak naik ke Dunia. Prajurit Surga akan turun ke muka Bumi. Perang Akhir Zaman akan terjadi! Perang Akhir Zaman! Perang Akhir Zaman! Jutaan nyawa akan melayang dan lenyap menuju kehampaan!" Histeri Zarathustra berubah jadi tangisan yang penuh ketakutan.

Ribuan orang yang menyaksikan Zarathustra terbawa merinding. Mereka yang langsung paham dengan situasi, gemetar dan ketakutan setengah mati, seketika kakinya lemas kemudian terjatuh.

"Wahai, Saudara-saudaraku! Kuatkan 'Kehendak' kalian! Karena itulah kekuatan sejati manusia, agar Iblis dan Malaikat tidak memperbudak kalian. Ingat pesan terakhirku ini! Temukan Tujuh Warisan Tu—"

Tud.

Tiba-tiba layar panel padam, kemudian kembali berubah menayangkan iklan. Semua kembali semula, termasuk suara. Tapi situasi sebaliknya. Lautan manusia berubah gaduh, panik dan ketakutakan. Para pasangan kekasih saling berpelukan, berusaha menenangkan diri. Sedangkan mereka yang masih tidak percaya dengan perkataan Zarathustra menyangkal keadaan. Bahkan masih ada yang tertawa menganggap semua ini cuma lelucon akhir tahun. Para aparat keamanan berusaha menenangkan massa, walau perasaan mereka sendiri tidak tenang.

Kemudian, kekacauan semakin menjadi.

Aspal tempat berpijak bergetar. Sebuah gempa besar melanda. Situasi langsung tidak terkendali. Orang-orang berlarian, penuh dengan ketakutan dan histeris. Aparat keamanan yang kewalahan menangani situasi masih berusaha menunaikan tanggung jawab. Salah satunya seorang opsir bernama Dan.

"Halo! Halo! Ini Opsir Dan. Meminta bala bantuan untuk mengamankan situasi di Time Square. Situasi berubah tidak terkendali!" seru Dan pada walkie talkie. Pria berusia 25 tahun berambut hitam legam itu masih bersikeras.

Mimpi buruk umat manusia akhirnya datang.

Di tengah-tengah jalan Time Square, jalan yang terbuat dari aspal terbelah. Puluhan orang terjatuh ke dalam lubang. Dari lubang itu, terdengar suara gemuruh langkah berat. Seperti ada ratusan, tidak, melainkan ribuan langkah kaki kuda. Lama-lama, goncangan semakin keras. Gedung-gedung yang berjajar menjadi retak. Sayangnya, barisan bangunan kokoh itu tidak mampu menahan goncangan lebih lama lagi. Gedung-gedung roboh. Ribuan manusia berusaha menyelamatkan diri, mereka saling menabrak, tidak mempedulikan yang lain. Banyak yang terinjak-injak sampai tewas dan tertimpa robohan gedung.

Tapi itu baru awal.

Dari lubang yang diakibatkan oleh gempa, muncul ratusan makhluk mengerikan. Bentuknya seperti manusia, tingginya sekitar 250 cm. Satu per satu mereka keluar. Namun ada satu sesosok yang mencolok. Wajahnya setengah robek, mengenakan baju zirah logam berwarna keemasan dengan jubah warna merah di belakang punggungnya. Makhluk itu menghirup udara dalam-dalam.

"Inikah udara Dunia? Aroma kekacauan dan ketakutan bercampur jadi satu. Segarnya." Kemudian mata makhluk mengerikan itu berpendar.

"Aku Duke Zepar, memerintahkan prajurit Iblisku yang pemberani! Tangkap dan habisi yang berani melawan! Bawa harum nama Jinnestan"

"Aaarghh!" seru menggebu-gebu pasukan Iblis.

Aspal terbelah semakin banyak, ratusan pasukan Iblis keluar dari lubang, menangkap manusia. Ada juga yang langsung dihabisi meski tidak melawan. Manusia dijagal bagaikan sapi ternak. Aspal hitam kini berubah merah karena darah. Orang-orang berlari sampai paru-paru mereka kempes, sedangkan mereka yang putus asa terdiam pasrah menerima kematian. Bencana gempa kini berubah menjadi sebuah pembantaian.

Semua orang dalam ketakutan. Termasuk Dan.

Dan berlari sekencang mungkin menyelamatkan diri. Dia sudah melupakan segalanya. Melalaikan tugas, menabrak orang yang menghalanginya, menginjak orang yang terjatuh dan membuang harga dirinya.

"Dunia kiamat! Kiamat!" teriak Dan dalam hati.

Dan tersandung. Dia terjatuh mencium kerasnya aspal. Sekarang giliran Dan yang diinjak oleh ribuan pasang kaki. Dia menangis, ingin menyelamatkan diri, tapi tubuh mengkhianatinya. Dan terlalu takut sampai tidak bisa bergerak.

Di tengah keputusasaan itu, Dan melihat sesosok perempuan yang terbaring diantara kerumunan. Tubuhnya yang kecil dan rapuh terinjak oleh kaki-kaki besar orang dewasa. Tidak ada ketakutan atau tangisan dari wajah perempuan itu. Hanya ada ekpresi datar dan kaku. Sebuah ekpresi yang dimiliki oleh orang mati.

Melihat kejadian itu, hati Dan sakit. Dia teringat dengan adiknya yang meninggal karena pengeroyokan sewaktu SMP. Seandainya dia tidak pengecut seperti sekarang ini, mungkin mendiang adiknya masih hidup. Dan kecewa pada dirinya sendiri.

"Kenapa aku tolol begini! Aku jadi polisi supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi, tapi aku malah mengulanginya lagi. Sialan! Bangkitlah dasar pengecut! Bangkit! Bangkit!" Teriak Dan dalam hati.

"Aaaarggh!"

Tiba-tiba, tepat di hadapan wajah Dan, terapung sebuah layar hitam transparan. Terdapat tulisan berwarna putih keemasan di layar itu. Dan terheran membaca tulisan yang ada di layar.

[Selamat! Will Power Kelas SSS telah bangkit. Apakah anda ingin mengaktifkan?]