Tiga tahun telah berlalu semenjak tragedi berdarah malam tahun baru. Bangunan-bangunan megah hasil peradaban ribuan tahun telah hancur dalam semalam. Jasad manusia berserakan seperti sampah. Jalanan dipenuhi aroma darah dan kematian. Time Square hancur, atau lebih tepatnya seluruh Amerika.
Hal serupa juga terjadi di belahan Bumi lain. Russia, Inggris, China dan negara-negara besar lainnya mengalami apa yang Amerika rasakan. Keruntuhan.
Pemerintahan mengalami disfungsi. Kekuatan militer dan aparat keamanan tersapu seperti debu. Akibatnya masyarakat tenggelam dalam kekacauan. Tidak ada tempat aman. Tidak ada pelindung. Beberapa memilih bertahan, beberapa memilihi mengakhiri. Keputusasaan, itulah yang dialami manusia sekarang.
Akan tetapi, manusia masih memiliki harapan.
Secercah api muncul di tengah kegelapan. Ketika jutaan Iblis menyerang Dunia, sesuatu dalam diri manusia bangkit. Sebuah kekuatan yang melampaui batasan imajinasi. Sebuah kekuatan yang bisa menciptakan harapan sekaligus kehancuran.
Will Power.
Kekuatan yang ditanam oleh Tuhan pada diri manusia. Tidak ada yang tahu akan hal ini. Bahkan Malaikat, para pengikut Tuhan yang paling setia sekalipun tidak tahu. Seolah-olah Tuhan merahasiakan dan menyiapkannya untuk tragedi ini. Tuhan tidak meninggalkan manusia tanpa harapan. Tentu saja, tidak semua manusia memiliki kekuatan ini. Hanya mereka yang memiliki kehendak kuat yang bisa membangkitkannya.
Dan Braun, seorang polisi yang telah membangkitkan Will Power, berhasil mengalahkan Duke Zepar dan Prajurit Iblisnya. Walau tidak berhasil menyelamatkan banyak manusia, tapi kehadirannya seperti obor di malam hari. Harapan. Dan salah satu dari sekian banyak harapan yang ada.
Sayangnya, bukan dia pahlawan dalam cerita ini.
Jauh di Timur belahan bumi, sebuah kota bernama Seoul, kota yang dulu penuh bangunan megah dan menjadi pusat hiburan di Asia, kini luluh lanta. Puluhan gedung tinggi yang menjulang ke langit berubah jadi puing-puing. Jalanan dulu ramai akan mobil dan lampu-lampu kota, sekarang hanya ada kesunyian. Para Iblis berterbangan di langit. Tidak terlihat manusia sama sekali di atas permukaan, kecuali mereka yang sudah tidak bernyawa.
Sebuah gedung rumah sakit yang terdapat banyak retakan dan nyaris runtuh berdiri di antara bangunan-bangunan yang hancur. Di dalam suasana sunyi. Bau obat bercampur darah tercium di udara. Fasilitas kacau, dan lampu berkedip setiap detik.
Di lantai 14, terdapat kamar dengan kondisi berantakan. Seorang pria muda terbaring di atas kasur. Tubuhnya kurus, sisa tulang yang dibungkus kulit putih. Rambutnya hitam panjang karena tidak pernah dipotong. Dia terbaring seperti mayat. Tetapi, sebetulnya dia masih bernafas. Entah karena keberuntungan atau kekuatan magis, dia mampu bertahan hidup.
Lee Sion, itulah yang tertulis di papan nama pasien.
Kelopak mata Sion berkedut, berlahan dia membuka mata. Kepalanya sakit, serasa mau pecah. Tapi tubuhnya lebih sakit lagi. Setiap bagian tubuh Sion menjerit ketika ingin digerakan.
"Aaargh!" gerutu Sion.
Meski begitu, dia tetap memaksa bangkit. Sion terduduk. Dia melihat sekeliling, semua tampak berantakan. Lampu di atas kepalanya tidak menyala, di dalam tampak gelap. Tapi berkat sinar bulan yang masuk ke jendela, dia masih bisa melihat. Pandangan Sion tertuju pada vas berisi bunga kering yang berada di sebelahnya.
"Berantakan sekali. Ada apa ini? kemana para petugas?" tanya Sion di dalam hati.
Sion turun dari tempat tidur. Tubuhnya terasa berat meski dalam kondisi kurus. Ketika melihat ke luar jendela, seketika langsung terjatuh. Sion tidak percaya dengan apa yang dia lihat dengan mata kepalanya.
"Astaga! Apa ini?"
Gedung-gedung yang dulu berdiri tegak, kini tidak lebih dari reruntuhan. Tapi yang lebih mengejutkan, Sion melihat sesosok makhluk berwujud mengerikan terbang di langit.
"Apa tadi itu? Iblis?"
Dengan menahan rasa sakit, Sion bangkit. Dia keluar kamar, berjalan sambil tertatih menyusuri lorong rumah sakit. Kejutan tidak berhenti menemui Sion. Darah kering dan mayat sisa tengkorak menghiasi sepanjang lorong rumah sakit.
Ngeri, bingung, ketakutan, campur aduk di dalam dada Sion. Meski begitu, Sion tetap memberanikan diri untuk keluar dari rumah sakit. Di kepala Sion saat ini hanya ada satu,
"Ji-ah."
Ji-ah merupakan orang paling penting bagi Sion. Kekasih sekaligus keluarga baginya.
Sion lahir dari keluarga yang sangat kaya. Akan tetapi, nasib kurang berpihak padanya. Ketika Sion masih kecil, kedua orang tua Sion tewas dalam kecelakaan mobil. Tentu harta melimpah yang dimiliki orang tuanya diwariskan pada Sion, tapi Sion belum cukup dewasa untuk menerimanya. Oleh karena itu, untuk sementara seluruh kekayaan orang tua Sion diwalikan pada pamannya. Sehingga seluruh kendali harta berada di tangan paman Sion.
Sion diperlakukan seperti sampah oleh keluarga pamannya sendiri. Bahkan dia tidak menikmati sedikit saja kekayaan orang tuanya. Paman Sion dan keluarganya hanya ingin uang yang dimiliki orang tua Sion. Hidup Sion tidak jauh dari penderitaan. Satu-satunya yang bisa mengobati rasa sakitnya adalah Ji-ah.
Berkat Ji-ah, Sion tetap bersabar menerima perlakuan keluarga pamannya. Berharap ketika usianya menginjak 20 tahun, semua akan berubah.
Tapi, Hidup selalu melenceng dari rencana. Paman Sion yang dibutakan keserakahan merencanakan pembunuhan. Sion dibuat mengalami kecelakaan mobil. Beruntung, Sion masih selamat, meski dia harus koma selama 2 tahun dan ketika bangun, Dunia dalam ambang kehancuran.
Sion menekan-nekan tombol lift, tapi tidak berfungsi. Akhirnya Sion memutuskan turun melewati tangga darurat. Dia menuruni tangga gelap.
"Kenapa semua kacau begini?"
Setiap langkah Sion menimbulkan pertanyaan dalam pikirannya. Tiba-tiba, kaki Sion tergelincir. Dia terguling sepanjang anak tangga, sampai menabrak sebuah dinding keras. Tubuhnya yang sudah remuk sekarang tambah tidak karuan. Seluruh tubuh Sion terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi.
"Kenapa semuanya jadi begini! Kenapa semua kacau begini!" jerit Sion.
Suara Sion menggema. Perasaannya sekarang campur aduk. Harusnya hidup Sion berjalan mulus. Tapi kenapa jadi kacau seperti ini?
Kedua orang tuanya tewas, dia mengalami kecelakaan, ketika bangun seluruh Dunia hancur, dan sekarang orang yang membuatnya bertahan hidup tidak jelas kabarnya. Jangankan nasib Ji-ah, nasibnya sendiri saja dia tidak tahu akan seperti apa.
Di tengah luapan emosi itu, sebuah layar hitam tranparan muncul di hadapannya.
[Selamat! Will Power Kelas X telah bangkit.]
[Apakah Anda mengaktifkan?]
"Apa lagi ini?" tanya Sion dalam hati.
Belum sempat Sion mencerna apa yang ada di hadapannya, sebuah suara gemuruh diikuti getaran besar melanda. Sion panik. Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari menuruni tangga darurat.
Sion berlari sekuat tenaga.
Getaran semakin besar, kengerian Sion juga semakin besar. Tiba di aula depan rumah sakit, debu mulai berjatuhan. Beberapa menit kemudian, puing-puing menghantam lantai. Sebuah bongkahan besar nyaris menghancurkan kepala Sion.
"Sialan!"
Sion terus belari, menerjang apa pun yang menghalanginya. Sion sudah tidak peduli dengan apa yang dia tabrak dan injak. Bahkan setelah keluar dari bangunan, dia tetap berlari menembus halaman rumah sampai keluar jalan. Yang terpenting sekarang, nyawanya selamat terlebih dahulu.
Di saat yang sama, bangunan rumah sakit roboh. Layaknya bengunan yang diledakan, gedung rumah sakit roboh. Bongkahan-bongkahan besar berjatuhan. Material bangunan menghujam ke Bumi. Tanah begetar keras akibat benturan.
"Nyaris saja aku mati."
Sion langsung terbaring. Tubuhnya yang tidak pernah bergerak selama 2 tahun berkucuran keringat. Meski nafasnya terengah-engah, perasaan lega meliputi dada Sion. Baru saja Sion selamat dari kematian.
Tapi, tanpa Sion ketahui, ancaman sesungguhnya baru muncul. Di antara suara bangunan runtuh, ada sebuah bunyi lain yang turun dari langit. Bunyi lembut sebuah kaki yang mendarat ke tanah. Sesosok makhluk setinggi lebih dari 2 meter berdiri tidak jauh dari Sion.
"Ternyata betul, ada manusia."