Jenson mengatupkan giginya saat dia mencoba bersabar dan dia bangkit dari tempat tidur untuk mengenakan kembali pakaiannya tanpa berbicara apapun, setelahnya dia menyambar ponselnya dan menerima panggilan itu tanpa lebih dulu melihat ID si penelepon.
Jadi dia sangat terkejut begitu mendengar suara feminim yang tegas dan keibuan mencapai telinganya.
"Mommy!" seru Jenson.
"Ya, kenapa kamu begitu terkejut? Apa kamu begitu sibuk dengan Liora sehingga tidak sadar kalau Mommy yang menghubungimu?" tanya Shirley dingin.
Mulutnya ternganga sejenak sebelum dia bertanya dengan gugup, "D... darimana Mommy tahu kalau aku bersama Liora sekarang?"
Shirley tidak menjawab secara pasti , tapi dia justru mencibir putranya, "Jadi gosip kedekatan antara kamu dan Liora itu benar?"
Jenson yang saat ini berdiri di balkon kamar tampak menyugar rambutnya frustasi dan dia mencoba menenangkan dirinya saat berkata, "Aku perlu bertemu Mommy untuk menjelaskan ini."
"Oh ya? Kamu bahkan ingin menjelaskan sendiri kepada Mommy?" ada tawa mengejek di dalam pertanyaan Shirley, dia seolah tidak bisa percaya itu Jensonnya yang biasanya dingin dan serius juga tidak pernah membicarakan perempuan manapun padanya namun sekarang ingin bertemu dengannya untuk repot menjelaskan kedekatanya pada perempuan yang merupakan kekasih saudaranya sendiri.
"Aku perlu bicara sesatu dengan Mommy siang ini juga," Jenson berkata dengan tegas dan nada bicaranya penuh perintah yang tidak bisa dibantah.
Di seberang sana, Shirley terdengar menghela nafas berat dan tampak mengalah.
"Baiklah, dimana kita akan bertemu?"
"Villa Kencana," jawab Jenson tanpa ragu sedikitpun.
"Villa Kencana?" Shirley bertanya dengan suara yang terdengar sangat shock.
"Jens, apa yang terjadi? jangan bilang kalau Jaz..." suara Shirley berubah ketakutan bercampur rasa khawatir yang begitu dalam.
"Mommy akan segera tahu sendiri nanti," Jenson berkata dengan nada setenang mungkin dan sebelum Shirley mengucapkan apapun, dia sengaja mematikan sambungan teleponnya.
Jenson menghela nafas berat saat menyimpan kembali ponselnya di saku dan berbalik untuk menghampiri Liora.
Liora yang masih malas-malasan turun dari tempat tidur, dengan santai bertanya pada Jenson, "Tante Shirley yang menghubungimu?"
"Ya, dan kita akan menemuinya sekarang di Villa Kencana, jadi bersiap-siaplah."
Liora hanya bergumam pendek dan dia segera turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi dengan santainya tanpa mengenakan apapun.
Jenson geleng-geleng kepala melihatnya dan dia bergumam dalam hati dengan kesal, "Liora semakin keterlaluan."
Dia menghela nafas sekali lagi dan duduk di sofa dengan ekspresi sangat lelah, juga rasa gugup yang luar biasa. Dia tidak tahu nantinya akan memulai pembicaraan darimana untuk menjelaskan semuanya pada Mommynya.
Ya, semuanya, kematian Jaz, kehamilan Liora dan rencananya untuk menikahi kekasih Jaz itu.
Jenson memejamkan mata dan dia memijat celah dahinya, memikirkan semua itu kepalanya tiba-tiba mendadak sangat sakit.
Pada dia tenggelam dalam pikirannya, Liora muncul di depannya dengan dress hitam dan makeup tipis yang membuat pesona model cantik itu semakin terpancar sempurna.
Dia limbung sesaat sebelum akhirnya bangkit dan berkata, "Ayo kita pergi!"
***
Maseratti hitam milik Jenson tiba di Villa Kencana lebih dulu, disusul Rolls Royce putih milik Shirley.
Seperti biasa, Jenson terlihat sangat tenang di permukaan seolah tidak terjadi sesuatu yang buruk. Dia bahkan menyambut Shirley dengan hormat.
Shirley mengabaikannya karena dia sedang dalam mood yang buruk, apalagi saat ia bertemu Liora. Perempuan berusia setengah abad yang tampak masih sangat cantik dan awet muda itu tidak pernah menyukai Liora sejak dulu.
Dia punya alasan sendiri kenapa dia tidak menyukainya. Ya, Shirley tidak suka penampilan Liora yang selalu terbuka dan sexy bahkan di setiap momen apapun, juga dia merasa Liora membawa pengaruh buruk bagi karir Jaz.
Itu karena Jaz selalu mementingkan urusan Liora di atas urusan apapun.
"Lama tidak bertemu Tante." Sapa Liora saat mereka bertemu.
Shirley mengangkat salah satu alisnya dan dia hanya tersenyum segaris tipis, dia tidak pernah minat membicarakan hal apapun pada perempuan cantik itu.
Liora sudah biasa dengan sikap itu jadi dia tidak masalah, dia mengabaikannya dan ikut berjalan beriringan bersama Jenson.
"Jadi apa yang membuatmu mengajak Mommy datang ke villa ini Jens? Kamu tahu villa ini khusus pemakaman keluarga kita." Shirley bertanya dengan ekspresi tidak senang, dia masih marah pada Jenson karena mengabaikan Christabella.
"Mommy akan tahu sendiri nanti." Jenson menoleh ke arah Shirley dengan langkah kaki yang terus berjalan masuk ke villa itu.
Ada rasa khawatir yang menyelimuti Jenson saat menatap mata ibunya, tapi dia harus siap menghadapi semuanya nanti.
Sementara Shirley, dibalik sikapnya yang begitu tenang, dia tampak khawatir tentang alasan Jenson mengajaknya ke sini, dia hanya berdoa dalam hati semoga ini tidak ada kaitannya dengan Jaz. Bagaimanapun dia sudah kehilangan suaminya dan dia tidak ingin kehilangan anak-anaknya.
Tapi kenyataan terkadang jauh lebih meyakitkan.
Kaki Shirley seolah kehilangan tulang-tulangnya begitu tiba di taman belakang dan dia melihat ada dua makam berdampingan di sana. Satunya makam Alexander suaminya dan satunya lagi...
Shirley terduduk lemah dan pertahanannya jebol sudah, dia menjerit tak percaya meneriaki nama Jaz.
Jenson menghela nafas berat sebelum akhirnya dia ikut berlutut di depan makam Jaz untuk menenangkan ibunya.
"I'm sorry Mom, aku tidak pandai menyembunyikan kenyataan ini darimu, i'm sorry." Jenson memeluk Shirley dan tak terasa air matanya berderai pelan.
Tentu saja dia sama terpukulnya dengan Shirley, meski dia sudah ke sini beberapa kali, tapi tetap saja kesedihan yang melandanya sama seperti saat dia baru saja mengunjungi makam Jaz, itu sangat menyakitkan.
"Jaz..."
Shirley terus meneriakkan nama Jaz tanpa henti di sela tangisannya.
Begitu juga Liora, dia berulang kali menyeka air matanya meski kali ini dia tidak sehisteris Shirley.
"Mom, dia sudah tenang di sana okey." Jenson berusaha mengajak Shirley berdiri untuk menyudahi tangisannya.
Tapi Shirley menolaknya, dia seolah kehilangan tulang belulangnya sehingga dia sangat lemah.
"Jaz..."
Jenson berdiri dan memejamkan matanya, dia mengutuk dirinya sendiri karena tidak pandai menyembunyikan semuanya, tapi ini soal kematian saudaranya. Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya?
Jenson menarik nafas dalam-dalam dan dia menatap makam Jaz dalam waktu yang begitu lama.
"Jaz, apa yang harus aku lakukan sekarang? Ternyata hidup terasa lebih menyakitkan ketika tanpamu," batinnya.
Liora di sisi lain, dia menghampiri Shirley untuk memeluk dan menenangkannya, tapi respon Shirley di luar dugaannya.
"Pergi! Ini semua gara-gara kamu." Teriak Shirley.
Hal itu menyentak Jenson kembali ke dunia nyata dan dia membantu Liora yang terhuyung ke belakang.
"Mom, ini murni kecelakaan."
"Tapi dia yang meminta Jaz pergi menemuinya waktu itu!" sangkal Shirley marah.