Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 8 - Keluarga Besar 'Reikh'

Chapter 8 - Keluarga Besar 'Reikh'

"Selamat sore tuan muda."

Jamuan para pelayan rumah berkedok istana itu tertuju pada sosok pria tampan yang sedang memasuki pintu yang sangat besar.

Tiada sahutan balik atau sekedar membungkukkan badan guna menghArgai jamuan dari para pelayan. Brian melangkahkan kakinya yang jenjang ke dalam kediaman Reikh. Yaitu rumahnya dan juga kedua orang tuanya.

"Adiku datang juga."

"Hn."

Brian hanya membalas dengan singkat karena dirinya sangat rishi dengan kakanya yang memanjakan dirinya.

"Hei gimana hari ini? Apakah lancar? Banyak perempuan cantik pastinya. Kenalin ke aku dong," pinta kakak Brian dengan wajah yang di imut-imutkan, malah membuatnya seperti orang aneh.

Brian yang melihat ekspresi kakaknya langsung bergidik ngeri. Entah dari mana sifat kakanya ini muncul. Padahal ayahnya adalah sosok yang dingin, Brian juga dingin, bahkan ibunya juga terlihat elegan. Namun kakak satu-satunya yang dia punya ini malah mempunyai sifat aneh yang tidak dimiliki semua keluArga.

"Hentikan Jerom! Kau membuatku jijik. Aku curiga kalau ibu memungutmu dari kolong jembatan," ucapnya langsung meninggalkan kakaknya.

Jerom Aditya Reikh- adalah pria berumur 29 tahun. Perbedaan umur mereka yang tidak teralu banyak membuat mereka sering bertengkar meskipun itu lelucon.

Jerom memandang adiknya yang pergi menjauh darinya. "Sudah besar ya adikku," ucapnya ketika mengingat adiknya yang ia rawat saat bayi dulu kini sudah memiliki punggung yang bidang, bahkan tinggi badanya sudah menyamai kakaknya.

Meja makan, itu adalah tujuan Brian untuk pulang ke rumah. Karena ada jamuan makan bersama. Jika tidak ada acara seperti ini, ia memilih pulang ke apartemennya dan kakaknya juga pasti tidak akan ke sini jika ayahnya tidak menyuruh semuanya untuk berkumpul.

"Ah anakku," ucap ibunda Brian.

Reina Reikh- ibunda Brian tak kuasa menahan rindunya kepada anak bungsunya ini. Sejak berumur 18 tahun anaknya ini sudah memutuskan pisah rumah dengan orang tuanya.

Reina memeluk Brian, sekitar satu menit ia memeluknya dengan erat seakan-akan tidak mau kehilangan Brian lagi.

"Nanti malam Brian tidur dirumah ya?" pinta Reina kepada Brian dengan mata yang berkaca-kaca.

"Brian harus pulang bunda."

"Ayolah Brian, kau ngga kasihan sama bunda. Dia merindukanmu loh. Aku juga akan menginap untuk semalam disini," ucap jerom guna meyakinkan Brian bahwa dia tidak akan sendirian di rumah ini.

Brian memandang ibunya yang melihatnya dengan penuh harapan. Ia tidak tega bila tidak menurut dengan permintaan Reina. "Baiklah untuk malam ini saja," ucapnya kemudian.

"Yaish. Terimakasih Brian adikku yang sangat comel," ucap jerom dengan ekspresi genitnya.

"Hn. "

"Makasih ya sayang," ujar Reina dengan senyum tulus.

Dalam hati Brian sebenarnya ada rasa bersalah bercampur rasa rindu. Ia sangat rindu akan sapaan ibunya, suapan ibunya saat dirinya sedang sakit dan juga becandaan dengan ibunya. Namun di sisi lain dia sangat muak dengan ayahnya. Jika dia tidak pisah rumah mungkin dirinya akan ditugaskan untuk membunuh orang lagi dan lagi.

"Ehem."

Seorang paruh baya berdahem guna memberikan isyarat bahwa makan malam akan segera dimulai.

Brian dan jerom duduk di hadapan ayah dan ibunya. Arga nora Reikh- adalah kepala keuArga sekaligus ayah dari Brian dan jerom. Oaring inilah yang dibenci oleh Brian.

"Brian bagaimana kabar perusahaan kita?" tanya Arga sembari meminum jus alpukat yang tersedia di atas meja.

Reina memandang Brian yang sekarang menjadi topic utama. Namun Brian tak kunjung menjawab pertanyaan ayahnya. Melihat hal tersebut Reina langsung mengambil alih.

"Pasti baik-baik saja mas, mas gausah khawatir anak kita udah besar," ucapnya sambil mengisi piring kosong punya Arga dengan secentong nasi dan lauk.

Suasana kembali suram. Jerom yang melihat Brian dan ayahnya hanya bisa menghela nafas. dengan perlahan ia meletakkan lauk untuk adiknya itu dan berbisik. "Jawab saja perkataan ayah, jika tidak mau merusak suasana."

"Hn."

Mereka berempat mulai makan tanpa suara. Namun ada suatu hal yang ingin Arga sampaikan ke Brian, namun ia menunggu sampai makanan mereka habis terlebih dahulu.

"Ehem," daheman Arga memecah keheningan.

"Brian, selesai makan datanglah ke ruangan ayah."

"Untuk apa? Bicara pada intinya saja ak-aww!"

Brian belum menyelsaikan kalimatnya karena jerom menginjakn kakinya. Ia mengisyaratkan agar dirinya menuruti saja apa yang dikatakan oleh ayahnya.

"Hn," jawabnya kepada Arga.

Setelah itu Arga meninggalkan meja makan yang menyisahkan mereka bertiga.

"Bunda…"

"Turuti saja ya sayang," ucap Reina ketika melihat anak bungsunya ini sangat keberatan ketika disuruh menemui ayahnya.

"baiklah" ucap Brian lalu segera bangkit dari duduknya dan menuju ruangan ayahnya.

Ia melangkahkan kakinya dengan malas. Sebenarnya ia sudah mengira ayahnya ada rencana lain selain menyuruhnya berkumpul untuk makan malam.

"Ada apa?" tanya Brian langsung pada intinya.

"Tidak papa, aku hanya rindu anakku. Apa tidak boleh?" jawab Arga dengan tampang yang tidak meyakinkan.

Brian yang sudah mengetahui sifat dibalik raut wajahnya kini berujar. "Sudahlah langsung pada intinya saja."

"Hahaha memang anakku yang satu ini sangat peka."

"Aku mempunyai misi lagi buatmu."

"…"

Brian hanya diam ketika mendengarkan perkataan ayahnya, ia sudah menduga jika akan ada misi seperti ini.

"Ada target yang harus kamu bunuh, ia adalah rekan bisnis ayah, yang ternyata diam-diam mengambil saham dari perusahaan kita."

"Saya tidak akan melakukanya."

"Sudah kuduga kamu tidak bisa di andalkan."

"Belum puaskah anda membunuh orang selama ini?"

"Ha ha ha… aku akan puas jika kamu melakukan permohonanku kali ini."

"Tidak akan pernah!"

"Kenapa? Kamu masih merasa bersalah karena mambunuh ayah dari gadis yang 18 tahun kamu temui itu?"

Brian membelalakan matanya, ia tidak menyangka ayahnya akan mengorek lagi kenangan itu. tidak tinggal diam. Brian langsung menarik kerah leher ayahnya itu.

"Dengarkan saya baik-baik! Saya tidak akan melakukan hal tersebut. Meski anda mau bilang saja pengecut atau apalah itu." ucapnya dengan penuh emosi.

Setelah itu Brian meninggalkan ayahnya yang sedang tersenyum miring. "Suatu saat nanti kamu pasti akan menerima misi ini."

Dengan emosi, Brian melangkahkan kakinya menuju ke pintu utama, ia melewati kakak dan juga ibunya begitu saja.

"Eh! Brian mau kemana kamu?" utanya jerom ketika melihat adiknya berjalan dengan penuh emosi.

Brian tidak menjawab pertanyan jerom, menoleh pun tidak.

"Cepat kejar adikmu."

Reina menyuruh jerom untuk mengejar Brian yang sedang emosi. Setelah itu ia menuju ke ruangan suaminya. Ia ingin mengetahui apa yang telah membuat anaknya itu marah.

"Kamu bilang ke Brian apa mas?"

"Ha ha ha. Aku hanya bilang ada misi dan dia bilang tidak akan melakukanya. Dasar pengecut."

BRAK

Reina menggebrak meja yang ada di hadapan suaminya itu. ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran suaminya.

"Bisa tidak kamu lepaskan Brian dengan misi-misimu itu. sudah cukup mas! Mental Brian tidak sekuat mentalmu."

"Maka dari itu aku melatih mentalnya. Masa hanya karena dia membunuh 18 tahun lalu membuatnya enggan melakukan misi kembali."

"Aku benar-benar tidak tau lagi denganmu mas!" ucap Reina dan pergi meninggalkan suaminya.

Sementara itu Brian mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia tidak menyadari bahwa ada mobil jerom yang mengikutinya dari belakang.

Memang benar, terkadang orang tua tidak mengerti bagaimana perasaan anak-anaknya, apa yang diinginkan anak-anaknya bahwan orang tualah yang menjadi sumber taruama anak-anaknya