Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 9 - Rencana Berhasil

Chapter 9 - Rencana Berhasil

Malam ini terasa begitu dingin, semua orang yang keluar rumah entah itu untuk mencari makan atau hanya sekedar jalan-jalan, semuanya mengenakan pakaiann yang tebal. Kecuali dua sosok yang kini terduduk di kursi taman yang dibelakangnya terdapat air mancur bewarna-warni karena pantulan cahaya yang dihasilkan dari lampu pijar di bawah kolam air mancur tersebut.

"Nih," ucap seseorang kepada laki-laki yang tengah menahan emosi diantara dinginya udara.

"Kenapa kau mengikutiku Jerom," ucap sosok laki-laki itu dengan tegas. Ia tidak mau kakaknya ini ikut campur dengan apa yang ia lakukan.

"Aku khawatir bodoh. Kau menaiki mobil seperti orang kerasukan."

"huh."

Brian hanya mendengus ketika mendengar ucapan Jerom. Kakaknya ini memang sangat perhatian kepada dirinya. Namun dirinya sangat gengsi jika harus memperlihatkan sisi lemahnya kepada kakaknya ini.

"Ayah tadi bilang apa?" ucap Jerom memecah keheningan diantara mereka berdua.

"…"

Tidak ada jawaban dari pemilik rambut berwarna hitam legam itu.

"Haaahhh," helaan nafas Jerom menandakan dirinya sangat putus asa menghadapi adiknya yang belum bisa terbuka dengan dirinya. Padahal selama ini dirinya sudah terbuka untuk adik satu-satunya itu.

"Ceritalah Brian. Aku ini kakakmu," ujarnya kemudian.

"Kak," panggil Brian. Setelah sekian lama akhirnya Brian mau memanggilnya dengan panggilan kakak.

"hm?"

"Apa aku harus membunuh lagi?"

"Kenapa memangnya?" tanya Jerom sebelum otak lemotnya itu peka atas ucapan Brian. "Jangan bilang ayah menyuruhmu melakukan itu!"

"Hn." Jawab Brian yang menandakan bahwa ucapan kakaknya tadi sangat benar.

"Sialan!"

Jerom tak kuasa menahan emosinya yang tiba-tiba muncul begitu saja. Ia hendak pergi untuk menemui ayahnya namun tangan kecil yang hangat tiba-tiba menghentikanya.

"Paman," ucap pemilik tangan mungil tersebut.

"Paman kenapa?" tanyanya.

"Ah tidak apa-apa. Kamu sendiri kenapa bisa sendirian?" tanya Jerom kepada anak kecil tersebut.

"Aku bersama dengan bibi," ucapnya sambil menunjuk toko roti tepat dimana bibinya sedang memilih roti.

"Apa paman mau menemani bibi?" bibi kasihan bawa barang yang banyak."

Jerom sempat mencerna ucapan anak kecil itu. bagaimana bisa tiba-tiba anak kecil itu meminta dirinya menemani bibinya yang sedang berbelanja, bahkan sebelumnya mereka tak saling kenal.

"Hahaha sudah turuti saja, siapa tau bibinya single," ucap Brian dengan tawa kecil. suasana hatinya sekarang agak membaik dibandingkan dengan yang tadi.

Jerom dengan pasrah mengikuti langkah gadis kecil itu yang menuju ke toko roti dan meninggalkan Brian sendirian di kursi taman.

"Disaat sendiri, aku memikirkanmu. Entah kenapa hati ini selalu ingat kepada sosokmu. Aku mengakuinya… masih dirimu tokoh utama dalam hatiku. Masih kamuM," ucapnya dengan lirih.

***

"Uwaahh," ucap sosok wanita yang sedang membuka jendela kamarnya. Ia merasakan sentuhan lembut namun dingin dari angina yang menyelinap masuk kedalam jendelanya. Ia ingin sekali keluar untuk sekedar menghirup udara yang sangat dingin. otaknya sekarang sedang panas karena memikirkan teka teki tentang ucapan kenza.

"Lebih baik aku cari udara segar," ucapnya lalu mengambil jaket yang sangat tebal. Ia memang ingin menikmati angina malam yang dingin, namun ia tidak mau mati kedinginan.

Orang tua Elora juga belum pulang, biasanya mereka pulang sekitar jam 12 malam. Bahkan ayahnya terkadang tidak pulang sama sekali. Namun Elora sudah terbiasa dan menganggap ayahnya mungkin sedang booking hotel untuk wanita pesananya itu.

Ia keluar dari rumah dengan jalan kaki, karena Elora malah jika harus mengeluarkan mobil dari garasi. Elora menkmati setiap sentuhan angin yang menerbangkan helaian rambutnya yang tidak terikat dengan sempurna. Pikiranya mengingat tentang kejadian tadi siang di kampus. Ia teringat akan sosok yang selama ini tidak ia dapatkan dimanapun, baru kali ini Elora bisa merasakan bagaimana diperhatikan. Dulu saat dirinya sedang sakit tiada yang memperhatikanya, bahkan kedua orang tuanya juga angkat tangan tentang hal itu.

Elora berjalam dengan senyum-senyum sendiri membuat orang-orang yang ada di sekitarnya memandangnya dengan aneh. Ia tidak sadar bahwa langkah kakinya menuju taman kota yang memang dekat dengan kediamanya.

"Berhentilah tersenyum wanita aneh," ucap sosok yang membuat senyuman Elora menghilang.

Elora memandang sosok dihadapanya yang barusan bicara dengan dirinya, sosok yang sama yang sedang mengisi pikiran Elora.

"Kau!"

Pipi Elora merona karena malu dan jantungnya serasa dipompa dua kali lipat.

"Ke-kenapa kamu ada di-disini?" tanya Elora. Ia merutukki dirinya karena gugup saat berbicara.

"Ini tempat umum," ucap Brian dengan singkat, padat dan jelas.

"Iya sih," gumam Elora dengan nada kecil.

"Aduh kenapa harus bertemu dia sih," ujarnya dalam batin. Ia memang senang bisa bertemu dengan dia lagi, namun tidak sehat bagi jantungnya.

"Elora kendalikan dirimu," gumamnya dengan memukul-mukul dadanya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Brian ketika melihat Elora dengan gemas memukuli dadanya.

SRAT

"Duduklah sini," ucap Brian setelah menarik jaket yang dikenakan Elora agar pemilik jaket tersebut bisa duduk di samping dirinya.

Kedua-duanya saing terdiam, tidak ada yang mau mengawali pembicaraan. Namun selang beberapa menit Elora ingin berkata sesuatu untuk mencairkan suasana, begitupun dengan Brian.

"Kau-" ucap Elora dan Brian secara bersamaan.

"Duluan saja," ucapnya secara bersamaan kembali.

"Baiklah aku duluan," Ujar Elora yang akhirnya mengalah.

"Anu- terimakasih untuk tadi siang. dan maaf untuk tadi pagi ya," ucap Elora dengan mata penuh harap.

"lupakan saja."

Elora kaget dengan jawban Brian yang sangat enteng itu. sebenarnya Elora tidak mengharapkan balasan seperti itu agar dia dan Brian bisa basa basi dalam obrolan mereka.

"Oh iya tadi kamu mau ngomong apa?" tanyanya dengan penasaran.

"Lupakan saja."

"Hah" sontak Elora merasa kesal dengan perkataan Brian, ia sudah berharap dirinya dan Brian bisa mencari topic baru,tapi ternyata nihil.

"Apa-apaan orang ini, tadi dia bersikap seperti tertarik padaku, tapi sedetik kemudian dia sangat dingin," ujar batin Elora dengan bingung.

Mereka berdua kembali termenung dalam kesunyian. Tidak ada topic tidak ada pembicaraan. Tanpa mereka berdua sadari ada sepasang laki-aki dan perempuan serta anak kecil yang mengarah kepadanya.

"Diam-diam saja kalian. Seharusnya kencan itu yang romantis dong," ucap Jerom yang membuat Elora dan Brian sadar dari keheningan mereka berdua.

"Kenalin ini Andira, bibi dari anak kecil ini," ucap Jerom sambil mengusap kepala anak kecil itu.

"Salam kenal saya Andira," ucap Andira dengan membungkuk kepada Elora dan Brian.

"Salam kenal juga. saya Elora,"

Elora memperkenalkan diri dengan sopan, namun berbeda ddengan sosok dingin di sampingnya ini. Ia tidak merespon sama sekali salam dari Andira.

Seakan mengerti keadaan, Jerom langsung mengambil alih "Ah memang dia seperti itu, namanya Brian, dia adiku."

Mereka betiga mengobrol dan menuju ke kedai makanan terdekat untuk menghangatkan tubuh. jika tadi Elora dan Brian dipenuhi dengan keheningan, sekarang mereka ber lima sangat penuh keramaian. Mereka semua menikmati pertemuan ini. Bahkan Elora senang karena baru pertama kali mendapatkan kehangatan seperti ini.

Namun tanpa mereka sadari, di dalam hati salah satu dari mereka ada suara jahat. "aku akan membalaskan dendamku kepadamu" ucapnya dalam hati.