Hari ini adalah hari senin, dimana waktunya makhluk hidup khususnya manusia beraktivitas setelah beristirahat di weekend. Elora Atteonie Shaneur, Putri dari keluarga yang bermarga Shaneur yang notabenya sebagai konglomerat hari ini akan melakukan aktivitasnya yaitu pergi ke kampus.
Elora bercermin sebelum pergi ke kampus, ia sangat sedih ketika mendapati wajahnya tidak bersinar dan tidak segar. Kantung mata tercetak jelas sebab kemarin malam ia begadang karena pusing memikirkan sebuah pesan yang tertulis di kertas aneh. Dan hari ini ia sudah punya keputusan akan pergi atau tidak.
"Elora. Nanti berangkat bersama bunda ya." ucap Kinaya ketika melihat Elora menuruni tangga.
"tumben sekali" sahut Elora dengan seyum miring.
Selama ini Kinaya selalu diam saja ketika Elora berangkat atau pergi kemana pun, bahkan saat Elora masih SMA. Dia pernah jalan kaki karena kepolosanya, ia menganggap ibunya benar-benar ada urusan saat itu. Namun ternyata ibunya sedang kencan dengan laki-laki lain. Sejak saat itu Elora sangat membenci ibunya. Ia kira ibunya akan berbeda dengan ayahnya yang suka main wanita, ternyata mereka sama saja.
Kinaya mendekati Elora dan mengelus rambut anaknya yang halus itu.
"Ibu kan rindu sama Elora"
"Singkirkan tangan bunda yang kotor itu!" ucap Elora sambil menepis tangan Kinaya.
Melihat perlakuan Elora kepadanya membuat dirinya sedih. Ia merasa tidak becus menjadi ibu dan sudah membuat anaknya sendiri membenci ibunya.
Elora memandang Kinaya dengan penuh rasa benci. "jangan pura-pura baik lagi. Aku sudah terbiasa tanpa bunda, dan kenapa bunda tidak pergi bersama si laki-laki itu."
Ia memandang meja makan dan disitu sudah tersedia sarapan, namun ia sama sekali tidak tertarik masakan ibunya. Ia meangkahkan kakinya meninggalkan Kinaya yang menampilkan ekspresi sedih.
"Jangan sok sedih bunda…," ucapnya sambil memutar bola matanya.
"Aku bisa pergi sendiri."
Setelah mengucapkan kata itu, Elora benar-benar sudah keluar dari rumah meninggalkan Kinaya. Tidak ada kata pamit, tidak ada salam. Semua itu memukul hati Kinaya.
"Aku gagal menjadi ibu," ucap Kinaya dengan sedih.
Air matanya turun. Sekarang ia paham bagaimana rasanya berada di rumah ini sendirian, sekarang ia mengerti pasti Elora merasakan kesedihan, dan kesepian setiap kali dirinya dan juga suaminya asik dengan dunianya sendiri. Ia ingin sekali menjadi ibu yang baik, namun ia juga ingin bersama seseorang yang ia cintai dan mencintainya, dan karena itu hubunganya dengan Elora menjadi jauh.
Elora pergi ke kampus menaiki mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tidak tau kenapa selalu merasa emosi setiap bertemu dengan ibunya. Ada rasa marah, rindu, kesal, muak, kecewa dan benci secara bersamaan.
"Argh!" kesalnya.
Ditengah kecepatanya mengemudi mobil, ia tidak sadar bahwa dia menerobos lampu merah da nada mobil yang mengarah padanya.
TINN TINN
"Aaaah!"
CKKIITT
"Haahh…Hahh…Hahh"
Hampir saja nyawanya hilang jika ia dan mobil di depanya tidak segera mengerem. Ia memegangi dadanya yang berdebar sangat kencang dan merasakan perasaan yang aneh.
"Perasaan apa ini… seperti de javu," ucapnya ketika merasakan kejadian ini tidak asing baginya.
Dug Dug Dug
Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk kaca mobil Elora.
"Hei keluarlah!" ucap seorang laki-laki yang sepertinya pemilik dari mobil di depan Elora.
Elora keluar dari mobil dan langsung menunduk, meminta maaf atas keteledoranya saat mengendarai mobil.
"Maafkan saya…"
Laki-laki tersebut memandang Elora dengan tatapan datar. "Pakailah matamu."
"hah?" ucap batin Elora ketika mendengar ucapan lelaki tersebut.
"Hei. Saya sudah minta maaf ya, bisa tidak anda sopan sedikit, saya nyetir juga pakai mata. Anda juga tolonglah pakai mata!"
Elora emosi karena laki-laki tersebut tidak ada sopannya sama sekali, padahal dirinya sudah meminta maaf dengan sopan.
"Hn. Merepotkan," ucap laki-laki tersebut lalu meninggalkan Elora yang tambah naik pitam.
"Jangan salahkan aku kalau begini," gumam Elora.
BUGH
Sepatu Elora melayang ke badan laki-laki kekar itu.
"Dasar Bapak-bapak aneh!" teriaknya.
Laki-laki itu mengepalkan jari-jarinya menandakan dirinya saat ini kesal oleh wanita yang baru saja melemparkan sepatu kepadanya.
"Tuan anda tidak papa?" ucap supir dari laki-laki tersebut sambil turun dari mobil.
Laki-laki tersebut segera menaiki mobil dan tidak menghiraukan omongan dari wanita itu, meskipun sebenarnya dirinya kesal namun ia tahan.
Sedangkan Elora makin dibuat kesal olehnya karena tidak ada inisiatif meminta maaf atas ucapannya yang sangat tidak sopan tadi.
"Hei… mau kemana anda! Minta maaf dulu ! atau saya akan teriak disini!"
"Ck, merepotkan," ucap laki-laki tersebut.
Ia mengabaikan Elora dan segera melajukan mobil ke tempat tujuanya.
"Argh! Dasar ODGJ!"
Dengan perasaan yang masih kesal, Elora kembali menaiki mobilnya dan menuju ke kampus. Setelah beberapa menit perjalanan, sampailah ia di kampus. Elora tergesah-gesah menuju ke kelasnya karena sudah terlambat akibat kejadian yang menimpanya tadi.
Tok Tok
"Selamat pagi, maaf saya telat pak," ucap Elora kepada dosen yang sedang mengajar.
Elora melihat pandangan teman sekelasnya yang memandangnya dengan ekspresi tidak suka. Di kampus, Elora memang tidak memiliki teman sama sekali, ia tidak pandai bersosialisasi, bahkan malas berhubungan dengan seseorang.
"Ya. silahkan duduk" ujar dosen tersebut kepada Elora.
Elora berjalan menuju bangku paling pojok sendiri, ia suka dengan kesepian. Di rumah pun ia sudah terbiasa dengan suasana hening dan sepi. Ia mengeluarkan buku dari tasnya dan juga sebuah kertas yang ikut terbawa dalam tasnya. Kertas itu yang membuatnya berpikir keras.
"Kamu sukses membuatku penasaran," gumamnya dalam hati kepada kertas yang ada di genggamanya.
***
Mobil bewarna hitam legam yang nampak asing di mata satpam kampus terlihat sedang terparkir di gedung fakultas Ilmu Bisnis. seseorang di dalam mobil tersebut keluar dan menuju ke ruangan khusus tamu. Ia disini guna mengisi mata kuliah tentang mengelola bisnis.
"Halo Kak Brian, apa kabar?" sapa salah satu dosen muda yang tampan.
"Hn."
"Hahaha, kak Brian nggak ada berubahnya ya… masih saja cuek."
"Jangan basa-basi, jam berapa jadwalku?" ucap Brian tanpa ekspresi.
"Jam 11 siang nanti," ucap Roby.
Roby adalah dosen muda di fakultas Ilmu bisnis, ia juga teman dari Brian sejak dirinya kecil. ayahnya dan ayah Brian juga berteman dengan akrab.
Roby memandang wajah Brian seperti orang yang menyimpan rasa kesal, ia sudah hafal dengan ekspresi-ekspresi temanya itu.
"Ada apa bro wajahmu kok nampak kesal gitu?" tanyanya kepada Brian.
"Hn. Bukan urusanmu" jawab Brian sambil meminum suguhan dari Roby.
Roby nampak menggeleng-gelengkan kepalanya ketika mendengar jawaban yang terlontar dari mulut temanya itu. ia sudah terbiasa dengan sikapnya yang sangat dingin. mungkin jika dia berhadapan dengan seseorang yang belum kenal denganya, pasti akan menganggap Brian itu manusia es dan manusia yang tidak sopan.
***
Elora meregangkan badanya ketika bapak dosen mengucapkan salam dan keluar dari kelas. Hari ini ada dua mata kuliah yang harus ia tempuh. Sebelum memasuki kelas kedua, ia ingin sekali untuk makan karena lapar. Ia melirik jam tanganya, berharap ada waktu renggang untuk mata kuliahnya kedua. Namun ternyata jam sudah menunjukkan pukul 10.56. tidak ada kesempatan baginya untuk makan. Sebenarnya hari ini badan Elora sangat lemas, ia kurang tidur dan perutnya kosong, namun ia harus menahanya karena masih ada satu kelas lagi.
Desangan lemas, Elora menaiki tangga menuju kelasnya yang kedua. Beruntung dosen belum datang. Ia mendudukkan dirinya di kursi paling belakang dan menyenderkan kepalanya ke meja. Tanpa disadari dirinya tertidur karena sangat lelah. Dan beberapa menit kemudian Dosen memasuki kelas dengan keadaan Elora yang tertidur. Ia tidak menyadari bahwa dosen yang masuk ke kelas bukanlah dosen biasanya.