Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 21 - Minta Maaf

Chapter 21 - Minta Maaf

Sore ini Naya shirena Onja atau akrab dipanggil Naya sedang memoleh wajahnya dengan riasan sesuai oerintah dosen mata kuliah pengembangan bisnisnya. Sedari tadi ia terus memutar-mutar omongan pak Robynya yang menyimpan banyak arti.

Kenapa ia harus danda yang cantik hanya untuk minta maaf ke Elora?

Itulah yang terus dipertanyakan Naya di dalam otaknya. Namunmsekipun begitu, dirinya tetap memoles wajahnya dengan cantik. Bibirnya yang pink, ia beri sedikit sentuhan lipstick merah muda membuatnya semakin ccantik. Matanya ia beri eyeshadow tipis dan mascara yang membuat bulu matanya sekarang terlihat lentik.

Cantik.

Itulah yang cocok diungkapkan siapapun ketika melihat dirinya saat ini. Dress hitam yang terlihat elegan juga cocok bagi dirinya yang langsing dan mempunyai kulit putih. Siapapun pasti terpikat kepadanya, namun entah bagi sosok yang ia cintai. Apakah ia juga akan meleleh ketika melihat Naya dengan penampian secantik ini.

"Mau kemana?" tanya ibunya saat melihat anak tunggalnya menuruni tangga.

"Ke rumah sakit ma, jenguk teman."

"Tapi… dandananmu kenapa seperti mau kencan?" ucap ibunya ketika melihat dari bawah ke atas dan atas kebawah penampilan Naya.

"Apa salahnya ma?" tanya Naya balik.

Tak mau banyak pertanyaan, ia langsung menuruni tangga dengan cepat dan keluar melewati ibunya begitu saja.

"hati-hati!" teriak ibuna ketika Naya sudah keluar dari pintu rumah yang mewah itu.

"Iya ibu!" teriaknya kembali.

Naya menaiki mobilnya dan segera menjembut Anastasy agar berangkat bersama menuju rumah sakit yang akan ia tuju.

Perjalanan berjalan dengan nyaman karena memang jalanan sepi menuju rumah Anastasy. Naya kemudian turun dari mobil dan memanggil Anastasy agar segera berangkat.

"Ana…!" teriak Naya di depan rumah Anastasy.

"Sebentar…"

"Ck. Lama," gumam Naya ketika tau ana belum bajuan.

Naya membuka sendiri pintu rumah ana dan langsung duduk di sofa.

Ia melihat ana memakai dres pink yang juga terlihat cantik dengan kerutan di bagian dadanya.

"Waw… kamu sangat cantik sekali."

"Hehehehe," kekek ana atas pujian sahabatnya itu.

Setelah menunggu beberapa jam sampai Naya sudah jamuran, ana baru keluar dari ritual dandanya.

"Astaga Ana.. kamu dandan apa membuat batik. Lama sekali!" decak Naya dengan kesal.

"Maaf Naya, nanti sehabis ke cecunguk itu, aku langsung kencan dengan my baby honey sweety~," ucapnya dengan mata berbinar-binar.

Naya hanya bisa menggelang-nggelengkan kapalanya menghadapi sahabatnya yang sangat bucin ini.

Jam di dinding rumah Anastasy menunjukkan pukul 18.00 sore hari.

"Ayo cepat," ucap Naya setelah mengetahui jam dinding.

Mereka berdua memasuki mobil, Naya mengendarai dengan kencang karena takut terlambat. Dosennya- Roby mengatakan mereka harus sudah di sana pada jam setengah tujuh malam.

"Sial macet," ucap Naya.

Ia memandang jam tangan. 19.28.

"Sial udah jam segini."

Naya merutuki keadaanya sekarang, ia tidak mungkin bisa datang tepat waktu. Ia juga menyalahkan ana atas kejadian ini. Jika ia lebih cepat dandanya pasti ia tidak akan terlambat seperti ini.

***

Sosok tiga laki-laki dan satu wanita yang tengah duduk mengelilingi ranjang dimana Elora terbaring dengan lemah.

"Elora… maafkan aku," gumam sosok perempuan itu.

"Sudah berapa kali aku bilang, ini salahku sendiri Kenza," ucap Elora dengan lemah.

Air mata Kenza tak kunjung berhenti. Ia sangat benci jika tuan putrinya di sakiti oleh orang lain.

"Kak Brian…," panggil lemah Elora kepada sosok lelaki tampan yang sedang duduk dengan ekspresi datar namun terkesan sedih.

Laki-laki itu menoleh tanpa suara.

"Terimakasih untuk selama ini," Ucapnya dengan senyum yang tulus dan air matanya tiba-tiba terjatuh. Dengan gusar ia segera menepis air matanya.

"Hn. Tidak apa-apa Elora, kamu cepatlah sembuh," ucapnya dengan menggosok kepala Elora.

"Kenapa kamu menangis? Seakan-akan ini adalah pertemuan terakhir," kekekh Roby yang sedari tadi mengawasi Elora.

Elora tidak menganggapi pertanyaan Roby, ia hanya tersenyum, hanya ia yang akan tau apakah ini perpisahan terakhir atau masih dilanjut namun tentunya dengan hati yang telah hancur.

Roby memandang jam tanganya, sekarang sudah pukul tujuh malam. "Mana anak-anak itu." ucapnya dalam hati dan memandang sosok yang sedari tadi diam saja di sampingnya.

"Apakah aku boleh pergi?" tanyanya setelah diam tak bersuara.

"Iya tidak ap-"

"Tunggu!" ucap Roby menyela omongan Elora.

Rendi Setya Wongso-sepupu jauh Elora yang sekarang tiba-tiba bisa disini. Elora sangat bahagia sekali bahwa anggota keluarganya masih ada yang mau menjenguknya meskipun sedari tadi Rendi tidak berucap apa-apa. Hanya membawakanya buah jeruk dan apel.

"Tunggu sebentar lag-"

"Selamat malam~."

Ucapan selamat malam yang berasal dari pintu kamar dimana Elora dirawat membuat semua mata menoleh ke sumber suara.

Naya dan Anastasy dengan membawa buah-buahan memasuki ruangan dengan canggung.

"Akhirnya…" ucap Roby di dalam hati dengan lega.

Tanpa semuanya sadari ada sepasang mata yang terkejut dengan kehadiran sosok yang ia sukai.

Ya… Naya terkejut ada sosok Rendi yang memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Sedetik kemudian ia mengalihkan pandanganya guna memandang Elora.

"Elora kami minta maaf, atas apa yang sudah kami perbuat padamu tadi pagi," ucap Naya disertai membungkuk. Anastay juga membungkuk sebagai tanda permohonan maaf.

"Jika kamu bukan, ehem. Mungkin aku tidak akan memaafkanmu" ucap Elora dengan senyum.

Naya terkejut atas sikap Elora yang snagat baik hati. Namun ia bingung atas 'daheman' Elora ditengah-tengah ucapanya.

"Kami sudah salah sangka kepadamu Elora. Kami mohon maaf."

"Kau.. tidak ku maafkan!" ucap Kenza tiba-tiba.

Elora memandang Kenza dan Kenza akhirnya megalah" baikah kalian kumaafkan"

"Terimakasih Elora," ucap Naya dan Anastasy.

Roby yang sedari tadi diam sekarang ia ingin berbicara.

"Naya, bagus… kamu mau kesini dengan apa yang bapak suruh. Sekarang Rendi.. Naya kalian keluarlah dan bicaralah berdua," ucap Roby dengan frontal membuat semua orang menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Kenapa?" tanya Rendi.

"Sudahlah turuti saya omongan bapak."

"Iya Rend,i" ucap Elora menambahi.

Elora tidak tau apa yang direncanakan pak Roby. Namun ia tau kalau itulah yang terbaik.

"Ana tetap disini saja tidak apa-apa?"

"Anu pak, sebenarnya aku ada kencan sama pacar saya" ucapnya.

"Baikah tak apa. Rendi.. Naya.. cepat kalian keluar dari sini" ucap Roby memerintah.

Dengan pasrah Naya dan Rendi akhrinya menuruti perkataan dosenya itu. sekarang di dalam kamar hanya ada empat orang, Elora, Brian , Kenza dan juga Roby. Mereka merempat sekarang hanya diam-diam dan memakan buah yang dikupaskan Kenza.

"Elora…" panggil Brian yang membuat keheningan menghilang.

"Hum?"

"Cepatlah sembuh."

"Hahahah sudah berapa kali kak Brian berkata seperti itu?" ucapnya dengan tawa garing.

Brian tidak menjawab pertanyaan Elora. Ia tau dirinya sudah mengucapkan itu berkali-kali. Ia hanya tak ingin Elora sakit.

"Mungkin aku akan kehilangan sosokmu setelah ini," ucap hati Elora dengan miris.