Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 23 - Target Selanjutnya

Chapter 23 - Target Selanjutnya

Sebuah mobil kijang inova melaju dengan gesit, didalamnya terdapat dua sosok yang tengah melamun ke jendela luar dan satunya tengah menyetir dengan fokus.

"Kamu menyukai Elora beneran kan?"

"Tidak."

"Seperti itu terus jawabanmu."

"Hn. "

Bohong.

Itulah yang dirasakan dari kedua mata Brian yang terpancar dari kaca mobil. Ia tau sahabat kecilnya ini menyukai Elora, namun mungkin saja ia belum menyadarinya.

Beberapa menit kemudian, setelah melewati jalanan yang ramai dan macet, akhirnya Roby dan Brian sampai di rumah keluArga Reikh.

Brian turun dari mobil. "Terimakasih tumpanganya," ucapnya dengan datar.

"Seperti sama siapa aja bro," ujar Roby ketika melihat temanya ini membungkuk dan mengucapkan terimakasih.

Ia memandang sekeliling rumah dan bertanya. "Apakah tante, om dan kak Jerom dirumah?"

"Hn."

"Boleh aku mampir minum teh?"

"Sudah malam."

"Alah, ga papa."

"Hn."

Setelah sempat meminta kepada Brian, akhirnya Roby bisa mampir ke rumah Brian setelah puluhan tahun tidak kesini.

"Waahhh, makin besar saja rumahmu," ucap Roby ketika melihat lantai atas, dulu Roby ke rumah Brian masih dua lantai namun sekarang sudah empat lantai.

"Ibu yang ingin merenovasi," ucap Brian dengan menggendikkan kedua bahunya.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan tiba-tiba ada suara menyapanya dari dalam.

"Ohh adik-adikku," sapa Jerom.

Brian agak bergidik ngeri, karena mempunyai kakak yang centil seperti ini.

"Halo kak~," ucap Roby sambil memeluk Jerom, yang membuat Brian semakin merinding.

"Brian tidak mau memeluk kakak?"

"Tidak!"

Jerom menunjukkan raut wajah yang pura-pura bete.

"Kau selalu begitu dengan kakak sendiri" ucap Jerom pura-pura mengambek.

"Hn."

Brian mengedarkan pandanganya ke sekeliling rumah di lantai satu.

"Mana ibu?"

"Sebentar aku panggilkan, ayah dan ibu. Roby du-."

"Ibu saja, jangan panggil dia," ucap Brian dengan nada dingin.

"Baiklah, Roby duduklah dulu di ruang tamu," ucap Jerom yang langsung dijawab anggukan dengan Roby.

"Ternyata masih sama ya," ucap Roby dalam hati.

Dari kecil dia sudah mengetahui bahwa hubungan Brian dan ayahnya tidak baik, apalagi saat Brian disuruh menjalankan misi ayahnya. Meskipun itu demi kebaikan negara, namun Brian pasti masih merasa bersalah selama ini karena telah membunuh seseorang.

Roby hanya diam dan memandang Brian yang dingin, membuat Roby berdoa agar Jerom segera datang untuk mencairkan suasana.

Sedangkan di lain sisi Jerom tengah mencari keberadaan ibunyadi setiap lantai dan akhirnya ia menemukan ibunya di lantai empat.

Udara yang sangat sejuk membuat ibunya duduk di balkon lantai empat dengan memandang rembulan yang menyinari bumi dan bintang-bintang di angkasa.

Jerom melangkah mendekati ibunya yang tengah duduk membelakanginya.

"Bunda…" panggil Jerom dengan jarak satu meter.

"Ya?" tanya Reina dengan dingin.

"Maaf ganggu ibu, tapi Brian dan Roby di bawah sedang mencari ibu."

"Apa? Ada Roby?"

"Iya bunda."

"Baiklah, kamu buatkan teh. Aku akan kesana menemui anakku dan Roby," ucapnya dengan melewati Jerom dengan percuma.

"Masih sama ya bunda…," ucap Jerom dengan sedih.

Jika Brian dan ayahnya tidak mempunyai hubungan baik, sekarang berbeda dengan Jerom. Ia tidak mempunyai hubungan yang baik dengan ibunya maupun ayahnya. Jerom ingin sekali, setidaknya ibunya sedikit memberikan perhatian kepada dirinya dan bukan kepada adiknya saja, namun sepertinya itu hal yang mustahil terjadi.

Diantara kesedihan, Jerom menuruni tangga menuju lantai satu untuk membuat teh seperti suruhan ibunya itu. anak yang baik hati itu menurunni lantai empat dan ke lantai tiga. Dan ia tak sengaja berpapasan dengan ayahnya.

"Jerom."

"Iya ayah?"

"Panggil adikmu."

"Dia tidak akan mau."

"Sudahlah ini penting, cepat!"

"Hn."

Jerom hanya bisa menuruti perkataan ayahnya, percuma saja jika dia tidak menuruti perkataanya.

Jerom memasak air hangat dulu untuk teh dan membawanya ke lantai satu dimana terdapat Roby yang tengah tertawa bersama ibunya dan juga Brian yang tersenyum tipis melihat keakraban mereka bedua. Jerom ingin sekali bisa seperti itu, namun ia harus sadar bahwa statusnya sebagai anak yang gagal dalam keluArga.

"Brian…," panggil Jerom dengan nada halus.

"Iya?"

Dengan cemas Jerom mengatakan yang sebenarnya.

"Ayah sedang memanggilmu," ucap Jerom membuat ekspresi Brian berubah drastis, semula tersenyum kini menunjukkan ekspresi yang menakutkan.

"Untuk apa tua Bangka itu memanggilku."

"Brian tidak boleh begitu," ucap Roby.

"Bukan urusanmu," ucap Brian dengan kasar ke Roby.

"Brian sebentar saja, temui ayah ya," ucap Jerom setengah meminta kepada Brian agara menemui ayahnya.

Akhirnya Brian mau untuk menemui Arga-ayahnya yang ia benci. Setelah kepergian Brian, Jerom meletakkan cangkir dan teko yang berisi teh.

"Silahkan diminum…," ucapnya sambil menuangkan teh ke dalam cangkir.

"Terimakasih kak Jerom," ujar Roby dengan meminum the yang telah dituangkan Jerom. Di dalam hatinya ia terus berdoa agar tidak ada pertikaian Antara Brian dengan ayahnya sekarang.

***

Arga sedang duduk di meja kerjanya yang ada di lantai tiga, ia sekarang sedang menunggu kedatangan Brian, anak bungsu yang tidak pernah akrab denganya.

CKLEK

"Ada apa?"

"Duduklah."

Brian tiba-tiba membuka pintu tanpa mengetuk dulu, Arga memandang ekpresi Brian yang sangat menakutkan sekan-akan ingin membunuh ayahnya.

"Cepat katakan," ucap Brian setelah duduk di kursi depan ayahnya yang ia benci.

"Aku hanya memberi tahu, target yang kusuruh kau bunuh sekarang sudah meninggal karena rumahnya kebakar."

"Syukurlah, aku tidak susah payah menjalankan apa yang kamu perintah dan aku tidak akan melakukanya meskipun kamu bersujud ke kakiku!" ucap Brian dengan emosi.

"Aku belum selesai bicara," ucap Arga dengan menyeringai.

"Anak dari targetku masib hidup, tugasmu adalah membunuhnya."

"APA SALAH ANAKNYA!" ucap Brian dengan tegas dan memembentak sosok yang ia benci ini.

Bukan apa-apa Brian hanya heran, anaknya tidak salah apa –apa namun kenapa ia ingin sekali dirinya membunuh anak dari targetnya tersebut.

"Tak apa, aku hanya ingin membunuhnya saja."

Brian benar-benar tidak mengerti. Namun ia mulai berpikir. Kebakaran? Seperti yang dialami orang tua Elora. Kemudian ia menanyakan kepada ayahnya siapa yang selama ini ia maksud.

"Katakan padaku siapa sebenarnya targetmu."

"KeluArga Shaneur, dan targetku sekarang adalah Elora Atteonie Shaneur."

Seketika itu bola mata Brian membulat, Elora yang ia kenal dan ia lindungi adalah target selanjutnya dari ayahnya yang biadab ini.

"Aku tidak mau menjalankan perintahmu."

"Baiklah jika tidak mau aku akan menyuruh orang lain."

Semakin bingung.

Itulah yang dirasakan Brian, ia bimbang. Jika ia tidak mau menjalankan perintah ayahnya, ia akan menyuruh orang lain dan akan membunuh Elora.

"Biar aku saja."

"Wah wah," ucap erga sambil tepuk tangan.

"Ada apa ini kamu mau menuruti perintahku untuk membunuh Elora."

"Itu yang anda inginkan kan?" ucap Brian dan langsung berdiri.

Setidaknya dirinya yang akan memutuskan dan bisa mengawasi Elora, bukan orang lain. Apakah dia akan menuruti perintah ayahnya untuk membunuh gadis yang akhir-akhir ini mengusik hatinya, ia tidak tau.