Rumah sakit yang terlihat sepi namun di dalamnya banyak sekali pasien yang terbaring lemah, ada pula yang menggunakan alat bantu pernafasan maupun alat yang menempel di dada mereka guna memantau detak jantung dari pasien tersebut. Ada pula yang hanya di infus menandakan sakit mereka tidak begitu parah, salah satu dari mereka yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit adalah Elora. Sekarang ruangannya sepi yang hanya meninggalkan Kenza yang tengah duduk di kursi samping ranjang Elora. Matanya tidak bisa terpejamkan karena pikiranya terus mengusik kepalanya yang membuat kedua mata Elora sulit terpejam.
Jika kalian tanya kemana rendi dan naya yang tadi bemesraan, mereka berdua sudah pamit pulang. Meskipun akibat naya dirinya terbaring di rumah sakit, namun ia tidak mempunyai dendam sama sekali dengan dirinya. Karena ia tau ini hanya sebuah kesalahpahaman. Meskipun ia juga kehilangan mahkotaya sebagai perempuan yaitu rambutnya yang panjang sekarang menjadi pendek karena naya, ia tidak mempunyai niat untuk membalas sekalipun perbuatan naya. Berbeda dengan Kenza yang sedari tadi masih meruntuki kelakuan naya.
"Sudah kubilang jangan dekati naya!"
"Tapi aku tidak sengaja berpapasan saat ke toilet."
"Kenapa kamu ke toilet dan tidak sadar bahwa ada naya?"
Berbagai pertanyaan dilontarkan Kenza, sekarang ia terlihat seperti ibu Elora yang menjaganya dan overproktektif kepadanya. Elora hanya bisa terkekeh melihat teman yang mungkin bisa menjadi sahabatnya ini.
"Tidak ada yang lucu Elora," ucap Kenza krtika melihat Elora terkekeh.
Namun sedetik kemudian wajah Elora berubah menjadi sedih. Air matanya tiba-tiba terjatuh yang membuat Kenza terkejut.
"Ada apa Elora, apakah ada yang sakit?" ucap Kenza dengan panik, ia memandangi tubuh Elora siapa tau ada yang sakit dibagian tertentu.
"Tidak Kenza hiks," Isak Elora dengan bibir yang tertawa.
Ya.. ia menangis dan tertawa sekaligus, ia tidak tau bagaimana caranya menjelaskan pada Elora bahwa dirinya tengah patah hati.
"Ada apa Elora, ceritalah."
"Tidak Kenza, hiks. Aku hanya.. aku- aku hanya hiks,"
Isakan Elora semakin keras, tak tega dengan itu, Kenza kemudian berdiri dan memeluk Elora serta mengusap-usap bahu Elora.
"Menangislah Elora, jika itu bisa membuat sakitmu sedikit berkurang," ucap Kenza dengan prihatin.
Elora menangis dalam dekapan hangan Kenza. dan beberapa menit kemudian ketika dirasa Elora sudah tenang, Kenza melepaskan dekapanya dan memegang pundah Elora yang dimana wajahnya masih dipenuhi air mata.
"Kenza…"
"Iya Elora?"
"Apa kamu pernah mencintai orang yang ternyata orang itu tidak mencintai kita?"
"Tidak pernah Elora, aku tak pernah menyukai orang selama 18 tahun ini."
Elora berpikir keras. "Tadi pagi aku mendengar percakapan kak Brian dengan pak Roby," ucap Elora, air matanya terjun kembali. Namun Kenza tetap diam dan menyimak apa yang akan Elora katakana setelah ini.
"Dan ternyata kak Brian Cuma menjadikanku pelampiasan, kak Brian ternyata belum bisa move on dengan gadis yang menjadi cinta pertamanya," ucap Elora sambil menangis kembali.
"Kenza…. hikss."
"Dasar Brian sialan!" umpat Kenza kepada Brian yang tidak ada di ruangan itu.
"Aku terlanjur mencintainya," ucap Elora. Ia meruntukki dirinya sendiri kenapa hatinya mudah mencintai seseorang yang dingin seperti Brian, padahal baru beberapa kali mereka bertemu namun itu sudah membuat Elora jatuh hati kepadanya, dan meletakkan semua harapanya kepada Brian, namun ternyata Brian hanya mencoba mendekatinya hanya untuk pelampiasanya.
Elora mengusap air matanya dengan gusrak, ia kembali menunjukkan sisi kuatnya.
"Aku ingin pergi ke hutan pingir kota, menemui nenekmu."
Demi apa! Kenza sangat terkejut mendengar keputusan Elora.
"Apa kamu benar-benar ingin kesana Elora?" tanya Kenza meminta kepastian.
"Iya. Ini sudah waktunya Kenza, ayah dan ibuku sudah menjadi korbanya dan katamu dulu jika aku belum menyadarinya dan mengingat kehidupanku dulu, jiwa ini akan menggerogoti kesehatanku. Dan akhir-akhir ini memang terbukti, aku selalu sakit-sakitan" ucap Elora dengan memandang tanganya yang tengah bertaut menandakan rasa bimbang namun mulutnya harus menegaskan keputasanya itu.
"Jangan dipaks-."
"Tidak Kenza, aku harus kesana. Aku juga ingin menghindar dari kak Brian, mungkin aku akan pindah kampus karena tidak mampu dengan biayanya dan aku akan bekerja untuk membayar uang kuliahku di kampus baru yang tidak semahal kampus sekarang," ucap Elora dengan yakin.
Kenza memeluk Elora. "Kamu sangat kuat Elora! Aku akan menemanimu, kita pindah kampus sama-sama ya?"
"Apa kamu yakin Kenza?" tanya Elora.
"Iya, lagian jika ingin pergi ke nenek, proses untuk ingat kepada jiwamu yang dulu itu sangat lama Elora. Jadi otomatis aku juga akan menemanimu. Dan kita akan kuliah di kampus baru bersama-sama ya" ucap Kenza meyakinkan Elora yang tengah berani mengambil keputusan.
Elora mengangguk dan tersenyum kepada Kenza. ia tidak menyangka menemukan Kenza yang sangat baik dan bisa menemaninya kapanpun dan dimanapun.
Setelah itu Elora bisa tersenyum mekipun dalam hatinya ia mengatakan 'apakah ia bisa tidak bertemu dengan Brian yang notabenya adalah cinta pertama yang ia rasakan'. Namun guna membuat hatinya yang sedang bergemuruh menjadi senang, Elora lantas meminta makan pada Kenza.
"Aku lapar."
"Tapi kamu udah makan Elora."
"Aku ingin nasi goreng depan rumah sakit," ucapnya dengan memelas.
"Baiklah aku belikan dulu ya,"ucap Kenza dengan berdiri, namun tangan Elora mencegahnya.
"Ikut~" ucap Elora dengan manja.
"Sudah malam Elora."
"Tidak Kenza.. aku ingin menikmati angina malam, toh aku tidak sakit separah itu," pinta Elora dengan memelas kepada Kenza.
Kenza hanya menghela nafas pasrah dan membantu Elora untuk berjalan dengan infus yang ia bawa.
Mereka berdua berjalan meninggalkan ruangan dan menuju ke taman rumah sakit, Elora di dudukan kanza di bangku taman.
"Baiklah aku tinggal dulu ya?" ucap Kenza sambil menunjuk ke pintu luar rumah sakit yang dimana ada abang tukang nasi goreng.
Elora hanya mengangguk guna menjawab ucapan Kenza. sekarang dirinya sedang melihat langit malam yang dipenuhi bintang dan bulan yang bersinar terang. Angin malam sangat sejuk dan Elora menikmati itu semua. Kemudian ia teringat akan semuanya, tentang bagaimana orang tuanya meninggalkan dia sendiri di dunia yang kejam ini dan kakek yang membuang nama belakang Elora serta kak Brian yang ternyata hanya menjadikannya sebuah palmpiasan agar bisa melupakan gadis yang menjadi cinta pertamanya. Sungguh berat rasanya.
Elora menangis kembali di tengah dinginya udara. Sebelum benar-benar meninggalkan semuanya ia ingin menangis agar semuanya terasa lega. Ya… setelah ini dirinya tidak bisa bertemu Brian maupun bertemu siapa-siapa. Mulai besok ia akan menajdi Elora Atteonie. Bukan Elora Atteonie Shaneur lagi. Karena marga Shaneur sudah dibuang oleh kakeknya.
"Selamat tinggal kak Brian, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali," ucap Elora dengan pandangan yang buram karena matanya dipenuhi oleh air mata.
Sekarang biarlah Elora bersalah paham atas semuanya, ia tidak tau kebenaran apa yang diucapkan Brian pada waktu itu. memang takdir mungkin membuat mereka yang saling menyukai mengalami kesalah pahaman. Ya,.. mungkin takdir sudah berkata seperti ini.