Besok paginya elora dan kenza telah meninggalkan rumah sakit dan mulai membereskan apapun yang ingin mereka bawa untuk menuju hutan pinggir kota.
Tanpa izin, tanpa berpamitan, sosok elora yang menjadi penyemangan Brian kini telah memilih keputusanya sendiri dengan didasari kesalah pahaman antar mereka berdua. Salahkan elora karena menguping pembicaraan Brian, jika saja ia tidak menguping mungkin keputusan ini tidak akan ia ambil selamanya, karena telah nyaman dengan sosok bertubuh tinggi dan berahang tegas yang bernama Brian itu.
Ketika elora dengan keputusanya akan menjauhi Brian dan memulai hidup baru, namun di lain sisi berbeda dengan Jerom dan Andira. Mereka berdua seperti ingin memulai hidup baru bukan beralaskan perpisahan namun beralaskan pernikahan. Di dalam hati Andira sekrang sedang sangat senang bukan main, rencana dan tujuanya telah berhasil menghasut Jerom, sosok lelaki yang baik namun mudah tertipu daya oleh sosok imut nan manis Andira. Malam ini dirinya dan juga Jerom akan bertemu. Dirinya sedang merias wajah eloknya, namun di sampingnya terdapat bocah kecil yang terus memandanginya berdandan.
"Kak dila mau kemana?" tanya anak kecil yang dulu pernah menghampiri Jerom saat malam pertemuan pertama mereka.
Adik Andira tersebut memanggilnya dengan nama kak dila karena lidahnya yang belum terlatih untuk mengucapkan huruf 'r' dengan benar.
Dengan berlutut karena menyamakan tingginya dengan tinggi adiknya, Andira mengelus rambut adiknya yang manis.
"Kakak mau ketemu sama calon kakaknya dedek," Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Sekaligus calon kakak yang sudah membunuh ayah dan ibu kita" innernya bergumam dengan sinis namun bibirnya bisa untuk tersenyum dihadapan adeknya.
Andira kembali berkaca guna meneruskan make upnya. Tinggal bibirnya yang belum terpoles lipstick yang ia akan ombre di atas bibir manisnya.
"Kakak keluar dulu ya, kalau sudah jam 7 malam artinya?"
"Halus di kunci, lampu dimatikan telus aku tidur di kamal," ucap adik Andira dengan semangat.
"Pintar… nanti kakak bawakan oleh-oleh ya," ucapnya kemudian mengecup kening adiknya dan pergi meninggalkan adiknya yang sendirian di rumah.
***
"Mau kemana kamu?" tanya Brian ketika melihat kakaknya yang setiap hari malas, namun sore ini terlihat sedang sibuk memilah-milah baju. Banyak kemeja yang ia eluarkan dan celana di atas ranjang besarnya.
"Mau kencan sama calon kakak kamu," ucapnya dengan tangan yang masih memilah baju.
"Waw, akhirnya kakakku yang aneh ini laku juga," ejek Brian dengan wajahnya yang tanpa beban.
Tak lama kemudian dari tangan Jerom sebuah buntalan baju terlempar ke wajah Brian.
"Aww!" ringisnya.
"Jahat sekali kamu hiks," ucap Jerom sambil berpura-pura menangis.
"Dasar aneh."
"Daripada kamu terus mengoceh, sini bantu aku meilih baju yang bagus buat kencan," Ucap Jerom sambil menunjuk ranjangnya yang penuh dengan setelan kemeja dan celana.
"Ogah," ucap Brian dengan acuh tak acuh, namun Brian tetap menghampiri dan duduk di ranjang besar Jerom.
"Siapa calon kakakku yang bisa membuatmu sampai seperti ini?" tanyanya sambil melihat Kasur Jerom yang berantakan.
"Andira, Wanita yang kita temui malam-malam dulu. Kamu masih ingat?"
"Hn."
"Oh ya, ayah tadi malam bilang apa kepadamu?"
"Biasalah, bunuh targetnya," ucap Brian tanpa ekspresi. Ia sangat terpukul ketika tau target ayahnya adalah sosok yang ia sukai meskipun hatinya masih belum yakin dan masih teringat sosok 18 tahun yang lalu.
" Kamu mau?"
"Hn."
"Tumben kamu ambil tawaran ayah."
"Ini berbeda."
Jerom mengangkat alisnya guna menunjukkan bahwa dirinya tidak paham dan heran karena sekian lama Brian mengambil kepuutusan ini.
"Maafkan kakak, kakak tidak bisa membantu. Kalau begini kakak semakin dibenci oleh ibu."
"Tidak kak, aku tidak akan bilang kepada ibu kalau aku menyetujui perkataan si tua bangka itu."
"Tapi kakak merasa bersalah."
"Sudah. Biarkan ini menjadi urusanku, kakak pilihlah baju yang bagus, kemeja hitam sama celana hitam itu sepertinya serasi," ucap Brian sambil menunjuk objek yang ia bicarakan.
Brian berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan Jerom yang sedang mencoba rekomendasi baju yang sudah ia sarankan kepada kakak anehnya itu.
Setelah mentari tenggelam oleh alam dan tergantikan sang bulan sabit yang tengah bersinar menerangi bumi malam, Jerom akhirnya pergi ke mobilnya dengan setelan baju yang disarankan adiknya tersebut. Hem hitam dan celana hitam membuat tubuh putihnya kontras dengan perpaduan warna yang bagus.
Jerom menghentikan langkah kakinya karena ada ibunya di depan garasi yang sedang berdiri menikmati angin malam.
"Ibu," panggil Jerom dengan tersenyum. Namun ibunya hanya berwajah datar dan memandang putra sulungnya ini.
"Mau kemana kamu?" tanyanya.
"Keluar sebentar bu."
"Pasti mau kencan," ucap Reina dengan ekspresi sinis.
Jerom hanya pasrah melihat ibunya yang menunjukkan raut wajah tak suka. Jerom sudah kebal atas sikap dingin ibunya yang hanya tertuju pada dirinya.
"Ibu kok tau aja," ucapnya dengan tertawa berharap Reina juga membalas tawanya.
"Jangan sembarangan memilih seseorang untuk dijadikan istri. Ingat kita keluarga Reikh," ucap Reina dengan penekanan pada kalimat 'Reikh'.
"Iya ibu."
"Jika kamu sampai salah memilih seseroang, ibu akan sangat membencimu Jerom," ucapnya dengan dingin.
Jerom hanya menunduk dan meremas kedua tanganya. Ya, ia hanya bisa pasrah.
"Baik bu."
"Belikan aku Pizza, aku ingin makan pizza," ucap Reina yang membuat Jerom memandangnya.
Senang.
Itulah yang sekarang Jerom rasakan, meskipun ibunya membencinya setidaknya ibunya sudah mempercainya untuk membeli pizza.
"Baik bu, akan Jerom belikan."
"Hn."
"Jerom pamit dulu."
"Hn."
Meskipun jawaban Reina terkesan dingin, namun mood Jerom sekarang sedang bagus karena ibunya mau titip pesanan kepadanya.
Jerom melangkahkan kakinya ke garasi dan memiih mobil yang berjejer-jejer rapi, terdapat berbagai merek mobil dengan harga murah sampai yang mahal. Memang kekayaan keluarga reikh sungguh tiada duanya.
Jerom memilih mobil pajero malam ini untuk menjemput Andira kekasihnya yang ia temui beberapa hari lalu.
Setelah beberapa menit akhirnya mobil pajero yang ditumpangi Jerom berhenti di sebuah taman di tengah-tengah kepadatan kota. Ia kesini guna menemui sosok yang ia dambakan, pujaan hatinya. Jerom turun dari mobil dan menuju ke air mancur di tengah-tengah taman. Dan benar saja dugaanya dikursi depan air mancur depat sosok bidadarinya, dengan balutan dress yang terlihat elegan dan bibir yang glossy menambah kesan seksi.
"Andira."
"Ah kak Jerom."
"Kamu cantik sekali malam ini," ucapnya dengan pandangan yang tidak bisa lepas dari paras eloknya.
Seketika itu Andira merona dan pipinya merasakan panas karena malu akan sanjungan Jerom yang notabenenya adalah pacarnya.
"Kamu juga sangat tampan malam ini," ucap Andira dengan malu-malu.
Jerom mendudukan badanya di samping Andira dan memegang tanganya.
"Andira.." ucap Jerom dengan ekspresi serius.
"Ya?"
"Apakah kamu mencintaiku dengan sungguh-sungguh?"
DEG
Andira seketika itu berkeringat dingin, ia sebenarnya mencintai Jerom, namun hatinya belum mengakuinya. Yang ia sadari adalah perasaan balas dendam kepada keluarga Jerom yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Dengan nafas yang tercekat Andira menjawab pertanyaan Jerom.
"Iya. Aku mencintaimu," ucapnya dengan berpura-pura tersenyum.
Jerom pun tersenyum lalu merogo saku celananya dan mengeluarkan kotak berbentuk love.
"Apakah kamu mau menikah denganku?"
Terkejut.
Itulah yang dirasakan Andira, bagaimana tidak ia sangat terkejut rencananya berhasil. Memikat Jerom ternyata suatu hal yang mudah.
Andira mengangguk kemudian diikuti Jerom yang membuka kotak itu, cicin berlian terselip disana. Jerom segera mengambil cicin itu dan memakaikanya di jari manis Andira.
Andira sangat senang sekali, selangkah lagi dirinya akan mengahancurhkan keluarga reikh.
Mungkin semua ini sudah takdir, namun siapa yang tau kedepanya. Apakah Andira masih membalaskan dendam atau maah terjerat cinta dari Jerom yang baik hati dan melupakan semua balas dendamnya. Tiada yang tau soal itu. ya.. kita lihat saja apa yang terjadi setelah mereka berdua masuk ke jenjang kehidupan baru yang beralaskan rumah tangga.