Di hari yang indah ini semua merasakan kebahagiaan, entah itu yang ditimbulkan oleh semilir angin yang sangat sejuk ataupun karena mood mereka yang bagus. Namun tidak bagi elora yang pagi tadi telah salah paham terhadap ucapan seseorang yang akhir-akhir ini telah mengisi relung hatinya. Dan naya- gadis yang hari ini akan memberikan seseuatu yang membekas di hati elora.
Naya sengaja menunggu di balik pintu agar elora tidak bisa melewatinya saat sudah keluar dari kamar mandi. Teman naya berjaga di luar guna mencegah para mahasiswa untuk masuk ke toilet.
Cklek
Elora memunculkan batang hidungnya.
"Akhirnya keluar juga," ucap naya sengan seringai.
Elora yang mendengar naya bicara seperti itu dan ia melihat di genggamanya terdapat gunting.
"Mau apa dia?" tanyaya di dalam hati.
Perasaan elora sekarang sedang kalut, belum selesai ia sedih akibat mendengarkan ucapan brian, ini ada lagi yang mengganggunya.
Elora mencoba maju namun ternyata naya ikut maju dengan pandangan yang terlihat sangat benci kepadanya.
"Ada apa naya? Ayo kita bicarakan baik-baik," ucap elora dengan tangan gemetar.
"Bodohnya aku malah ke toilet dan bertemu naya, kenza… tolong aku," ucapnya dalam hati.
Naya semakin mendekat dan elora semakin mundur. Ia bertabrakan dengan tembok dan ya… dia sudah terkunci ia tidak bisa mundur kebelakang lagi, sedangkan naya semakin mendekat.
"Bicara baik-baik? Tidak elora! Kamu sudah membuat laki-laki yang mengencaniku tertarik padamu."
"Lalu apa salahku naya?" tanya elora dengan ekspresi yang masih kaget.
Ia tidak menyangka naya akan meperlakukannya seperti ini hanya karena laki-laki.
"Aku juga tidak bermaksud merebut laki-lakimu, bahkan aku tidak mengetahui laki-lakimu menyukaiku, aku hanya menjalani hidupku dengan tenang naya!" ucap elora dengan air mata yang mengalir.
"Hentikan tangisanmu itu!"
Naya semakin mendekat dan jaraknya dengan elora sekarang hanya 5 Cm.
"Ya Tuhan. Tolong aku," ucap elora dalam hati.
"Ya benar! Kamu tidak tau, tapi aku yang merasakan sakit hati itu. mungkin dengan mengubah sedikit kecantikanmu akan membuat laki-laki tidak naksir lagi sama kamu!" Ucap naya kemudian
CRASHH
Rambut panjang elora yang sedang terurai kini di gunting oleh naya.
"Naya!"
Sontak elora menjeritkan nama naya, karena mengetahui rambut yang selama ini ia jaga agar panjang di potong begitu saja olehnya.
PLAK
BUGH
"Awww!" rintih elora.
Tak cukup memotong rambut elora, naya juga menampar dan memukul perutnya dengan sangat keras.
Darah keluar dari hidung dan mulut elora.
"Naya… hentikan," gumam lemah elora.
SRAK
"Aww!"
Naya menjambak rambut elora yang sudah pendek karena ulahnya. Sekarang yang dirasakan elora hanya rasa sakit di sekujur tubuhnya dan rasa pusing serta pipinya yang panas.
"Hentikan katamu!"
PLAK
Tamparan keras kembali terjun ke pipi putih yang sekarang memerah.
Cklak
"Naya! Ayo pergi, ada dosen!" ucap teman naya dari depan toilet.
"Awas saja kau! Ini beum berakhir," ucap naya kemudian dirinya pergi meninggalkan elora yang terbaring tak berdaya.
"Kenza… kak brian… tolong," gumamnya lemah.
Tubuhnya sekarang tak berdaya, ia menangis. Tangisanya menetes ke lantai bercampur darahnya yang mengalir.
"Tuhan… kenapa hidupku seperti ini?" tanyaya dalam hati.
DUG DUG DUG
Dengan samar-samar ia mendengar suara langkah kaki yang ditimbulkan oleh sepatu yang terlihat mahal. Pandangan elora yang buram membuat semuanya terasa kabur.
"Apa ini kak brian?" gumamnya dalam hati.
"Jika ia, tolonglah aku sekali ini saja, setelah itu jangan muncul lagi," ucapnya dalam hati kemudian.
***
"roby aku mau pulang dulu."
"Iya bro hati-hati di jalan."
Brian mengangguk kemudian pergi meninggalkan roby yang berada di ruang tamu sendirian.
Ia memandangi uang 5 juta di dalam genggamanya. "Elora ya…"
brian melangkahkan kakinya, ia melihat seorang mahasiswi yang sedari tadi beridiri di depan pintu toilet dengan raut wajah yang was-was.
Brian memang ingin ke toilet laki-laki dimana toilet tersebut bersampingan dengan toilet perempuan.
Ia masuk ke toilet dan mulai membasuh wajahnya.
PLAK
"Ha?"
Brian terkejut karena di toilet wanita terdapat suara tmparan. Tak bisa membiarkanya, akhirnya brian memastikan sendiri ke toilet perempuan.
"Kenapa kamu berdiri disini?" tanyaya kepada mahasiswi yang terus berdiri di depan pintu kamar mandi wanita.
"A-anu kak, a-anu."
Dengan wajah yang serius dan terlihat dingin brian mengatakan. "Cepat buka pintunya!"
"Naya! Cepat kembali ada dosen!" ucapnya dengan membuka sedikit pintu tersebut.
Tak lama kemudian naya dengan ekspresi kaget karena melihat brian yang kemarin mengisi perkuliahan tamu di kelasnya.
"Gawat!" ucap naya dalam hati.
"Apa yang kamu lakukan di dalam?" tanya brian dengan wajahnya yang menakutkan.
Mereka berdua tidak menjawab dan berlari meninggalkan toilet.
Kemudian brian mencoba membuka pintu dan ia sangat terkejut.
"Elora!" panggilnya.
Ia melihat sosok elora yang sudah lemas di lantai dengan rambut yang sudah pendek dan darah keliuar dari hidung serta bibirnya.
Brian mendekat dan menggendong elora ke ruang kesehatan dengan panik.
"Ha? Kenapa itu?"
Banyak mahasiswa yang memandang mereka. Karena suara langkah kaki brian yang sangat panik.
"Kumohon bertahanlah elora…," rintihnya dalam hati.
"Setelah ia ke ruangan kesehatan, ternyata tidak ada siapa-siaopa. Lalu ia kembali ke ruang tamu, siapa tau masih ada roby di sana.
"Roby…!" ucap brian.
"Astaga elora?"
Roby terkejut dengan apa yang di bawa brian ditanganya.
"Ayo antar aku ke Rumah sakit," ucapnya dengan panik.
"ayo"
Mereka berdua bergegas ke rumah sakit dengan roby yang menyetir mobil. Sedangkan brian dan elora di jok belakang. Dengan Kepala elora dipangkuan brian.
"Bertahanlah elora," ucapnya.
Roby memandang mereka dan ia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
"Siapa yang melakukan ini di kampus?" ucap roby dalam hati.
Dirinya kesal jika ada tindakan bully seperti ini, apalagi elora dalah murid didikanya. Dan brian adalah sahabatnya. Ia tidak mau mahasiswanya kenapa-kenapa dan ia juga tidak mau sahabatnya itu sedih.
Baru kali ini roby melihat raut wajah brian yang sangat sedih. Biasanya ia bisa mengontrol ekspresinya.
"Roby," panggil brian dengan nada serius.
"Iya?"
"Setelah ini kumpulkan semua mahasiswamu yang ada di kelas kemarin saat aku mengisi kuliah tamu."
"kenapa memangnya?"
"Salah satu dari mereka adalah pelakunya," ucap brian.
Roby terkejut atas ucapan brian.
"kamu tau siapa?"
"Aku tidak tahu namanya, tapi aku tahu wajahnya," ujar brian.
Sebagai jawaban, roby pun mengangguk dan melanjutkan perjalananya menuju rumah sakit.
"Percayalah kepadaku brian, aku akan membuat seseorang yang telah melukai gadis yang kamu sukai, dihukum secara adil. Kalau perlu keluarkan dari kampus. Karena ini sudah sangat parah, sebelumnya tidak ada kejadian seperti ini. Jika ini dibiarkan akan menjadi rutinitasnya menyiksa mahasiwa lain," ucap roby dalam hati dengan nada yang sangat kesal.