Chereads / DARK PSYCHE / Chapter 13 - Remon Wongsono

Chapter 13 - Remon Wongsono

Kicauan burung yang selalu memanjakan telinga membuat seseorang yang semula tertidur lelap menjadi bangun. Semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan anaknya yang sudah pindah alam. Remon Wongsono- ayah dari Kinaya itu sangat terpukul akan kematian anaknya. ia mengingat masa-masa saat Kinaya masih kecil.

***

Pagi hari ini adalah pagi yang sangat sejuk, musim semi telah dimulai. Banyak bunga bermekaran , itulah yang membuat lebah dan kupu-kupu keluar dari persembunyiannya. Di taman kota itulah terlihat seorang gadis kecil dan seorang pria paruh baya sedang duduk-duduk di kursi.

"Ayah….!" ucap Kinaya kecil.

Matanya sangat berbinar-binar karena melihat kupu-kupu yang terbang bebas da nada juga yang hinggap di bunga bugenvil.

"Kinaya awas jatuh!" ujar Remon ketika melihat Kinaya berlarian ke arah pepohonan guna menangkap kupu-kupu.

"aayah! Kejar Kinaya dong"

"wah anak ayah nantang ayah nih!" Remon mulai mengejar Kinaya yang semakin jauh.

***

Remon tersenyum ketika mengingat hal itu. ia sangat merindukan senyumanya saat kecil. Remon juga mengingat kapan terakhir kali Kinaya tersenyum kepadanya sebelum semua itu menjadi tangisan dan lirikan mata yang tersirat akan kebencian.

***

Hari itu Kinaya sedang tertidur, tiba-tiba ayahnya memanggilnya untuk segera turun. Ia tidak tau mengapa ayahnya memanggilnya. para pelayan juga menyiapkan gaun dan perhiasaan yang sangat banyak.

"Ada apa ini bi?" tanyanya pada seorang pelayan.

"Maaf, nona Kinaya. Saya tidak bisa jawab."

Setelah semuanya selesai. Ia berdiri di depan cermin yang sedang memantulkan dirinya yang cantik. Dan terpoles make up.

"Apakah hari ini ulang tahunku?" Kinaya mencoba menebak apa yang membuat ayahnya menyiapkan baju dan perhiasan seperti mau pesta.

Dengan lincah Kinaya menuruni tangga dan ia melihat bahwa di sana ada banyak orang yang terlihat tersenyum ada pula sosok laki-laki yang menjadi teman kecilnya sedang duduk seperti menunggu seseorang untuk mengisi kursi kosong disampingnya.

Kinaya mendekat kepada Rmon. "Ayah ada apa ini?"

Remon dengan senyumanya membalas pertanyaan Kinaya. "Hari ini adalah pernikahanmu dengan Vandigo."

"Apa?!"

Kinaya kaget sejadi-jadinya. Kapan ia bertunangan? Kenapa tiba-tiba menikah? Itulah yang saat ini memenuhi otak Kinaya.

"Kamu harus mau Kinaya! Vandigo adalah anak sahabat ayah." ujar Remon dengan memelas.

Kinaya tak kuasa menahan air matanya yang turun. "Semestinya bukan seperti ini ayah!" ucapnya lalu mengambil nafas yang panjang. "Jika ayah ingin menikahkan kami berdua, seharusnya ayah bicarakan dulu sebelum ini. Kinaya tau maksud ayah baik… tapi… Kinaya punya seseorang yang dicintai yah!" ujarnya.

PLAK

Tamparan Keras mendarat di pipi Kinaya yang sudah terpoles dengan make up. Kinaya sangat syok ayahnya yang selama ini ia kira menjadi satu-satunya sumber kebahagiaanya rela memperlakukan dirinya seperti ini.

"Cepat duduk Kinaya. Pernikahan akan segera dimulai. Orang yang kamu cintai itu tidak sederajat dengan kita."

Tiada cara lain. Ia juga tidak mungkin kabur ditengah banyaknya orang yang sudah berkumpul. Ia masih memikirkan ayahnya bila ia kabur, mau ditaruh mana muka keluarga Wongsono nanti.

Remon saat itu memandang wajah dan raut Kinaya yang sangat terpukul. Ia memandang Remon dengan tatapan penuh benci. Senyuman yang dulunya selalu ia lontarkan ke ayahnya kini menjadi tatapan kebencian. Tanpa cinta tanpa kasih sayang mereka berdua dinikahkan dan Elora lah hasil dari pernikahan tersebut.

***

Remon mengusap wajahnya. "Maafkan Ayah Kinaya". Ucapnya setelah mengingat peristiwa masa lalu yang membuat anaknya membencinya.

Tiba-tiba ia kepikiran dengan satu nama di otaknya yaitu Elora. Ia memeriksa telponnya dan mencari kontak cucunya itu, namun nihil. Kemudian ia mencari nomor telpon yang mungkin bisa membantunya.

"Halo," ucap seseorang diseberang sana.

"Bisa kamu carikan nomor telpon Elora anak dari Kinaya dan vandigo shaneur."

"Bisa."

"Kutunggu 5 menit."

TUT TUT

Remon mengakhiri telponya dan mengusap rambutnya. Ia tidak pernah berhubungan dengan cucunya. Namun sekali berhubungan malah dengan keadaan yang seperti ini.

Sedangkan di lain sisi Elora sedang tertidur namun ia selalu resah dalam tidurnya. Ia bermimpi bertemu dengan ayah dan ibunya kembali dam ia ingin mengajak mereka pulang tapi tidak bisa.

"Elora" panggil Kenza dengan mengguncang-guncang bahu mungilnya.

Namun tidak ada pergerakan mata dari sang pemilik kerusuhan itu.

"Elora!" panggil Kenza dengan keras. Dan akhirnya Elora sadarkan diri juga.

"Apa sih Kenza…"

"Kamu kenapa? Tidurmu sangat resah."

"Mimpi ayah dan ibu," ucapnya dengan air mata yang kembali menetes.

"Maaf Elora."

"Tidak papa Kenza, oh iya kamu tau Hp ku dimana?"

"Di tas."

Dengan keadaan yang masih setengah ngantuk ia mengecek Handphone-nya.

"Buset. 105 panggilan dari nomor baru."

Mata Elora langsung melotot ketika melihat riwayat panggilan di layar hpnya.

DRRRTTT DRRTTT

"Eh siapa ini?"

"Kenapa Elora?"

"Ada nomor baru lagi yang menelpon," ucapnya sambil memandangi layar ponselnya.

"Angkat saja, siapa tau penting."

"Oke."

Elora mengangkat telpon dari nomor yang berbeda dari seseorang yang menelponya tadi malam.

"Halo," ucap Elora.

"Elora…" panggil suara disebrang sana.

"Suaranya berat," gumamnya kepada Kenza.

"Elora aku Remon, kakekmu. Bisakah kita bertemu!" ucap seseorang yang ternyata kakeknya Elora sendiri.

"Ah, kakek… iya kek bisa. Bagaimana kaau nanti sore."

"Baik. Datanglah ke rumah saya," ucap Remon lalu mematikan teleponya.

Dengan tersenyum Elora bicara dengan Kenza yang dari tadi menunjukkan wajah penasaran.

"Kakek."

"Ha! Kakekmu?"

"Iya… dia mau bertemu denganku. Aku sangat senang sekali. Aku ingin memluknya hiks," isak Elora.

Kenza memeluk Elora yang tengah mnangis kembali. Tanpa disadari Elora, kakeknya justru bukan tempat yang bisa ia sandari keluhanya. Kakeknya malah menyalahkan dirinya atas kematian kedua orang yang ia sayangi, anak dan juga menantunya.

KRUYUUK

"Hehehehe."

Kenza terkekeh ketika mendengar suara minta makan yang berasal dari perutnya. Ia kemudian mengajak Elora untuk membeli nasi di warung sebelah kosnya.

Dengan tampang yang masih belekan, mereka menuju warung yang menjual nasi pecel.

"Elora, tau nggak. Ini nasi pecel tersolehot di daerah sini"

"Wah beneran?. Nasi pecel tuh apa?"

"Astaga kamu nggak pernah makan nasi pecel?" tanya Kenza kepada Elora yang kebingungan dan penasaran dengan apa itu nasi pecel.

"Aku nggak pernah makan beginian, kadang makan tuh spageti, pizza gitu hehehe" ucap Elora dengan tampang-tampang tidak peka.

"Iya deh sultan."

"Iya dulu, sekarang tidak lagi."

"Ah, maaf Elora," ucap Kenza ketika menyadari ucapanya yang kelewatan.

"Tidak apa-apa Kenza, aku yang seharusnya berterimakasih kepadamu. Berkatmu aku punya teman dan tidak sendirian lagi," Ujarnya dengan tersenyum tulus.

Kenza membalas senyum Elora dengan tulus pula. Semakin lama mereka semakin dekat. Dan dalam hati Kenza sangat senang,ia berpikir jika mereka semakin dekat maka akan mudah membujuk Elora pergi menemui nenek di tengah hutan.