Wisnu membukakan pintu mobil untuk Ashiqa, bahkan asisten pribadi Rama itu gugup melihat kecantikan Ashiqa. Mobil bergerak membelah jalan membawa Ashiqa ke suatu tempat yang asing, bukan berupa restoran atau tempat yang lazim untuk makan malam.
Wisnu mempersilahkan turun dan Ashiqa tercengang, tempat ini adalah sebuah hanggar dan tak jauh dari mereka ada helikopter yang mulai mempercepat putaran baling-balingnya. Sejenak Ashiqa ragu namun Wisnu kembali mempersilahkannya naik. Helikopter itu akan membawa mereka mendarat di sebuah pulau kecil.
Detak jantung Ashiqa masih tak karuan, dia berharap tidak pingsan sebelum bertemu dengan Rama. Pemandangan kota di malam hari yang dia nikmati dari ketinggian sungguh menakjubkan. Ini merupakan perjalanan makan malam yang tak akan terlupakan bagi Ashiqa. Tak lama helikopter pun mendarat di sebuah pulau kecil yang tampaknya memang dijadikan sebuah resort mewah.
Wisnu dengan sabar menunggu nyonya mudanya untuk memperbaiki sedikit penampilannya yang berantakan. Dia juga masih menemani Ashiqa berjalan ke sebuah dermaga di ujung pulau tak jauh dari helikopter itu mendarat. Mata Ashiqa mencoba berkedip beberapa kali untuk meyakinkan dia tak salah lihat, ada sebuah yacht yang berukuran cukup besar tengah menunggunya di ujung sana.
Cahaya lampu bersinar temaram di sepanjang dermaga itu dan sosok Rama terlihat semakin jelas di ujung dermaga sedang memegang buket mawar yang besar. Ashiqa benar-benar merasa ini adalah kejutan yang luar biasa dari suaminya.
"Selamat datang Sayang, kita akan berjalan-jalan sebentar dengan yacht ini, kamu mau kan?"
'konyol … apa sudah sejauh ini aku akan menolaknya?' Ashiqa hanya bergumam dalam hati kemudian tersenyum lalu mengangguk.
"Terima kasih Wisnu, kau sudah membawa istriku dengan selamat hingga kesini. Aku akan beri bonus yang besar jika istriku menyukai perjalan ini." Rama menepuk bahu asistennya pelan sambil tersenyum lebar.
"Kau cantik sekali Ashiqa, dan kalung itu sangat serasi dengan penampilanmu."
"Syukurnya pilihan pakaianmu tidak buruk, ini … bagus." Puji Ashiqa malu-malu.
Rama membimbing Ashiqa naik ke atas kapal dan tak lama yacht itu pun mulai berlayar dengan tenang. Ashiqa terpukau melihat kerlip lampu perkotaan dari jauh. Senyum Ashiqa terkembang dan membuat Rama lega, mendung yang menggantung di wajah Ashiqa itu mulai hilang perlahan.
"Ashiqa, aku tahu kemarin malam itu kau hanya menjalankan kewajibanmu sebagai istriku. Aku berharap suatu saat nanti kau menyerahkan dirimu kepadaku atas dasar cinta, bukan karena kewajiban semata." Rama menggenggam jemari Ashiqa dan menatap istrinya dalam-dalam.
"Beri aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta Ashiqa, maaf jika karena kehadiranku telah membuatmu terpisah dengan kedua orang tua yang telah membesarkanmu selama ini. Membawamu jauh dari mereka hingga ke kota yang asing bagimu. Maaf jika aku menjadi alasan kesedihanmu. Ijinkan aku memiliki hatimu sepenuhnya."
Ashiqa menatap suaminya yang terdengar sangat tulus berucap, ada kehangatan yang menjalar di dadanya. Ashiqa pun menunduk, dirasakannya bibir hangat Rama mengecup ujung jemarinya.
'Buat aku jatuh cinta Rama … agar tak ada lagi bayangan masa lalu itu tinggal di hatiku.' kalimat itu hanya mampu dicapkan dalam hatinya.
Ashiqa menarik seulas senyum, paling tidak dia harus bersyukur jika suaminya adalah pria yang baik dan sabar meski kadang bertingkah konyol.
"Sebentar yaa … tunggu sebentar." Rama berbalik sebentar memunggungi Ashiqa tampak dia sedang mengetik sesuatu di ponsel pintarnya.
Wisnu, ide makan malam mu ini luar biasa dibandingkan dengan yang ku tanyakan di Google tadi siang. Aku akan memberikanmu bonus liburan akhir tahun!
Kapan bonusnya cair Tuan?
Nanti, kalau Ashiqa hamil !
Wisnu kemudian mengirimkan emotikon yang banyak sebagai balasan chat nya dengan Rama, emotikon yang diartikan bahwa janji Rama itu masih jauh dari harapannya.Jauh di sebuah cafe kecil dekat dermaga Wisnu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap ponselnya dengan gemas.
Kapal berlayar mengarungi laut teluk dengan tenang, angin malam berhembus memainkan anak rambut milik Ashiqa. Rama memandangi istrinya dari seberang meja, mengagumi sosok jelita yang menawan hatinya.
"Rama, apa aku bisa bertanya sesuatu?" tanya Ashiqa yang sudah selesai menyantap makan malamnya.
"Silahkan, tanyakan apa saja yang ingin kau tanyakan tanpa perlu sungkan." Jawab Rama sambil memegang gelas minumannya.
"Bagaimana pernikahanmu sebelumnya berakhir?" agak ragu nada suara Ashiqa terdengar menanyakan itu.
Rama sejenak tersenyum simpul lalu meletakkan gelasnya di meja lalu memandang ke arah bulan yang bulat sempurna.
"Dulu di kampus aku punya sahabat, Kania dan Fery. Mereka sepasang kekasih, aku menyayangi Kania dan Fery layaknya saudaraku. Terlebih pada Kania yang tumbuh besar di panti asuhan, tak punya siapa-siapa." Mata Rama berbinar mengenang kedua sahabatnya itu.
"Akhirnya mereka menikah, walau tanpa restu kedua orang tua Fery yang kaya raya. Ajal memang gak ada yang tahu, Kania malang harus menjadi janda saat dia mengandung putrinya. Fery meninggal karena kecelakaan. Hal itu semakin membuat orang tua Fery semakin meradang dan membenci Kania, bahkan mereka tak sudi melihat bayi Kania dan Fery sejenak pun."
Ashiqa terdiam menyimak, cerita Rama tentang Kania dan Fery mengingatkannya pada sosok Arkhana sang mantan kekasih.
"Waktu itu putri Kania masih berusia satu tahun, aku mendengar kabar jika Kania sakit keras. Kania memohon padaku agar mau menerima putrinya sebagai putri angkatku karena dia tidak ingin jika putrinya kelak tumbuh di panti asuhan seperti dirinya."
Rama menunduk ada mendung di wajahnya yang terlihat jelas di sana.
"Akhirnya aku memilih untuk menikahi Kania agar putrinya bisa tercatat sebagai anggota keluargaku yang sah di mata hukum. Aku membawa Kania ke Singapura untuk mendapatkan perawatan kesehatan terbaik di sana tapi takdir mengatakan lain, Kania menyusul Fery hanya berselang tiga bulan kami menikah. Aku sangat merasa kehilangan dua sahabat terbaikku dan putrinya lah sebagai kenangan terindah mereka untukku."
Ashiqa menatap Rama dengan sendu, dia bisa merasakan kesedihan Rama. Laki-laki itu menghela napas berat lalu meraih tangan Ashiqa di atas meja.
"Dengar Sayang, meskipun ini bukan pernikahan pertamaku tapi kau adalah wanita pertama yang aku cintai sepenuh hatiku. Statusku dengan Kania hanya di atas kertas saja, kami bersahabat dan saling menyayangi sebagai saudara. Pernikahan itu hanya untuk melindungi putri Kania yang sekarang sudah berumur enam tahun."
Ashiqa hanya tersenyum kecil, tak bisa dipungkiri jika pria di hadapannya ini memang laki-laki yang baik hati.
"Lalu mengapa kau memilihku Rama?" tanya Ashiqa dengan pelan. Kembali Rama tersenyum dengan simpul khasnya yang menawan.
"Mungkin itu lah cara kerja takdir. Aku hanya melihat fotomu saja dan aku yakin jika kau adalah jodohku. Usia kita memang beda jauh tapi percayalah aku akan berusaha yang terbaik untuk menjadi suami, teman atau apapun yang kau inginkan." Rama mengecup lagi punggung tangan Ashiqa dengan lembut.
Di saat yang sama di langit terdengar suara letusan kembang api yang menyebarkan aneka warna yang terang. Ashiqa memandangnya dengan takjub.
"Wooah … kembang api ! Indah sekali!" seru Ashiqa dengan pandangan yang penuh suka cita. Rama ikut tersenyum melihat ekspresi senang istrinya.
"Malam ini ada perayaan ulang tahun kota, aku ingin membawamu ke sana tapi ku rasa terlalu ramai dan sesak. Jadi aku mengikuti saran Wisnu untuk berlayar di teluk melihat pesta kembang api dari spot yang berbeda."
Rama membimbing Ashiqa untuk naik ke geladak kapal sambil menikmati pemandangan pesta kembang api di udara malam.
"Waaah … indah sekali … lihat!" tunjuk Ashiqa ke arah langit yang berpendar warna-warni sesaat mata Rama tertuju pada langit yang ditunjuk Ashiqa. Merasa diperhatikan Ashiqa menurunkan tangannya namun masih melihat ke arah langit.
Kapal mendadak bergerak karena hempasan gelombang, Ashiqa terkejut dan hampir terjatuh.
"Aaah …!" pekiknya tertahan, jika saja Rama tidak menahan pinggangnya perempuan mungil itu akan terhempas ke lantai kapal.
"I got you." ucap Rama setengah berbisik di telinga Ashiqa dan membuat pipi Ashiqa bersemu merah.
Mereka saling berpandangan dan entah siapa yang memulai kini wajah mereka sudah tak ada jarak dengan nafas yang hangat. Ashiqa melingkarkan lengannya di leher Rama sambil berharap degup jantungnya tak terdengar oleh suaminya. Sementara Rama berkali-kali membujuk jantungnya agar bisa tenang dan membiarkan gelora asmara malam ini terasa syahdu.
Langit malam masih semarak dengan letusan kembang api yang bergantian seperti ledakan di hati Ashiqa yang baru dirasakannya. Dia tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya bahkan dengan Arkhana. Pun Rama merasakan hal yang sama, musim semi yang indah berpindah ke kapalnya sekarang.