Chereads / TRIO HA / Chapter 30 - Pertengkaran Antar Teman

Chapter 30 - Pertengkaran Antar Teman

Setelah melaksanakan salat subuh berjamaah yang diimami oleh Raka, masing-masing dari mereka kembali melanjutkan aktivitas. Hari ini libur, jadi mungkin aktivitas mereka hanya sebatas di asrama itu saja. Sebenarnya tidak cocok dikatakan asrama walau dulu bangunan itu memang asrama. Karena sekarang kamar yang layak pakai hanya lima atau malah cuma empat.

Raka dan Aji menemani Ani dan Lina karena mereka masih terkejut dan takut. Ros dan Cantika juga ikut menemani. Sarapan instan telah disediakan Hana untuk teman-temannya. Sereal cokelat yang khusus dibawanya banyak dari rumah. Hanan-lah yang membawakan itu untuk adik dan teman-teman adikknya. Sesekali Hanan juga menelepon dan menanyakan kabar sang adik. Atau sekadar meminta Adam dan Yusuf untuk menkaja Hana dan rekan-rekan wanita mereka. Karena sedang di tempat orang, Hanan juga meminta mereka semua untuk berhati-hati.

Adam dan Yusuf memisahkan diri dari semua peserta magang. Mereka berbicara berdua saja di teras bangunan itu. Terlihat rahasia dan penuh pertanyaan.

"Apa yang bapak itu bilang samamu, Dam?" tanya Yusuf tanpa basa-basi.

Adam sudah tahu benar bapak yang dimaksudkan oleh Yusuf. Ia juga sudah memprediksikan bahwa cepat atau lambat temannya itu pasti akan menanyakannya.

Beberapa hari yang lalu, saat mereka sampai di kabupaten ini dan mencari-cari tempat tinggal yang dimaksud oleh dosen pembimbing mereka. Lewatlah beberapa bapak-bapak yang akan melaksanakan salat maghrib di masjid. Nah, bapak-bapak yang terakhir inilah yang tengah mereka bahas dan maksudkan.

Saat itu, mereka diajak ke masjid karena sudah waktunya beribadah. Beliau juga mengatakan bahwa tidak baik dan terlarang jika sudah maghrib masih berada di luar. Setidaknya masuk ke dalam rumah jika memang tidak melaksanakan salat di masjid. Akan tetapi tetap saja, beliau menyarankan untuk ikut salat di masjid.

"Beliau bilang, 'ajak juga dua temanmu yang ada di kamar atas, yang lagi liatin kita. Kayaknya dia marah.' Begitu katanya."

Yusuf terkejut. Ia tak menyangka Adam bisa menyimpan ini sendirian. Tidakkah pemuda itu merasa was-was?

"Kamar itu, kamar Cantika dan Ros." Yusuf menginformasikan.

"Aku tahu." Adam menjawab tenang.

"Menurutmu siapa mereka?"

Adam mengangkat bahu. "Wallahua'lam bishawab."

Yusuf membantah, "Tidak bisa begitu. Kita juga harus cari tahu. Aku yakin dia itu ...,"

"Aku yakin kau enggak mungkin suka kalau kita terancam, 'kan? Setidaknya pikirkan anak cewek. Mereka pasti ketakutan. Pura-pura saja tidak ada apa pun."

"Kediaman orang yang tahu akan menjadi bala. Ingin membiarkan sesuatu yang tak boleh dibiarkan adalah kesalahan besar, Adam." Hana yang sedari tadi mendengar percakapan mereka bersama dengan Hasna, akhirnya ikut menyambung.

"Eh! Sejak kapan kalian di belakang kami?" Yusuf bertanya.

"Sejak tadi," jawab Hana acuh tak acuh.

"Kau diam aja deh, Han. Kau kan gak tau apa-apa. Mending jauhin hal-hal yang gak guna. Di sini kita mau observasi, bukan uji nyali!" ketus Adam.

Hana kesal karena perkataan Adam yang kurang bersahabat itu. "Kalau kau gak mau ya udah sih. Biar aku sama Yusuf aja."

Yusuf mendukung Hana yang tadi sudah lebih dulu mendukungnya. Mereka saling mendukung dalam satu kubu sekarang.

"Jangan bodoh, deh. Aku tau ya kau itu memang bodoh, tapi gak nyangka aja bisa sebodoh ini. Percuma belajar tinggi-tinggi."

Hasna membelalakkan matanya. Adam yang dikenal lembut dan welas asih serta incaran perempuan yang tidak hanya berkalung sorban tetapi juga berkalung zamrud, seperti ini sikapnya pada Hana Sitarani. Lain sekali perbedaannya.

"Jangan biarkan lidahmu menyebut kekurangan orang lain, sebab kau pun punya kekurangan dan orang lain pun punya lidah." Hana membalas tajam. Mengutip salah satu kata-kata imam besar penggagas mazhab.

"Cailah, Imam Syafi'i wanna be nih yee," Yusuf berkata. Niatnya ingin mencairkan suasana yang memanas di antara Adam dan Hana.

"Ya ... sila gunakan lidahmu untuk kembali menyerangku!" Adam makin membalas. Bukannya menggubris kode Yusuf agar berdamai, dia malah terpancing dengan kata-kata Hana.

Lina yang tengah lewat bersama Raka dan memang otaknya lumayan kotor, berpikiran aneh-aneh. "Kalian mainannya udah sampe lidah aja sih."

Raka memelototi Lina yang tidak tahu kondisi. Ia sering kesal pada gadis yang terkenal karena cerewetnya yang luar biasa. Sayangnya, dia pun tertarik pada teman kelompok sekaligus sepupunya itu karena bicaranya yang blak-blakan dan cerewet.

Wajah Hana memerah. Sebagai teman baik, tentu tahu maksud Hana dengan mendebat Adam. Ia juga agak kesal pada Hana tetapi enggan marah karena walau kesal, ia menyayangi sahabat karibnya itu. Kawan sejati ialah orang yang mencintaimu meskipun telah mengenalmu dengan sebenar-benarnya yaitu baik dan burukmu.

"Na!" seru Hasna, memperingatkan sahabat karibnya untuk tak memperlebar masalah.

Hana tersenyum lebar sambil menggaruk pipi kanannya. "Kau pun Na," katanya.

"Hasna, bawa sana temenmu! Ini pembicaraan antar cowok. Gak sopan kalo kalian nguping."

"Kalian aja yang bicaranya kekencengan!" Hasna membalas. Tak mau kalah. "Gak mau kalah pulak. Harusnya kalian minta maaf! Ayo minta maaf sama Hana karena engkau telah berani mengoloknya!"

"Iya, Hasna. Iya! Maaf. Udah sana pergi ya," Adam berkata lembut seperti berbicara pada anak TK.

"Sama Hana juga!" Nah, Hasna pun ternyata masih juga betah memaksa.

"Sorry, Flower."

Untuk sejenak, Hana tertegun. Flowers, yang berarti bunga adalah panggilan dari Adam sebelum kejadian itu. Ia tanpa sadar tersenyum seraya mengangguk. Adam sampai salah tingkah karena senyuman Hana.

Hasna menatap Yusuf. Ia ingin laki-laki itu berkata kalimat yang sama pada Hana dan dirinya. Yusuf menolak karena ia merasa tidak bersalah. Hasna memicing tajam layaknya silet terasah.

Yusuf menghela napas dan dengan terpaksa ia mengalah dan menuruti gadis penyuka warna merah muda dan ungu itu.

"Dasar cewek! Selalu bener deh di muka bumi ini. Kalau pun salah, tetep aja hukum tak pernah salah dipakai!" Yusuf mencibir setelah perginya dua gadis itu.

Adam mendengkus sembari geleng-geleng kepala.

"Kau aneh. Suka sama Hana tapi sikapnya gitu."

Adam melotot. Ia ingin menghancurkan gigi Yusuf jika itu tidak berdosa. Ia marah karena ia mudah dibaca oleh kawan seperjuangannya itu.

"Kau saja yang suka Hana. Jangan bawa-bawa aku lah."

Giliran Yusuf yang melototi Adam. Yang dipelototi tertawa terpingkal-pingkal. Sahabat itu seperti buku yang sering kita baca berulang-ulang hingga bisa menghapalnya.

"Ah, pada dasarnya kita ini sama, Bung." Yusuf membalas.

Tawa Adam terhenti. Yusuf merasa menang. Mereka jadi lupa membahas yang penting tadi karena perempuan.

Benarlah kata salah satu pujangga bahwa perempuan memang makhluk paling berbahaya.

Tanpa dua pemuda itu sadari, ada dua pasang mata yang menyeramkan mengamati mereka dengan tajam. Mata seakan ingin menguliti. Mata itu ada di balik tembok tak jauh dari Yusuf dan Adam yang sedang berkelakar.