-
Renata terduduk kaku di atas kursinya, dengan tatapan yang mengarah lurus dan perasaan tidak percaya atas apa yang baru saja telinganya dengar beberapa saat yang lalu itu.
"Ma—maksudnya, Bos?" tanya gadis itu, masih berharap jika apa yang telinganya dengar tadi, hanyalah sebuah kesalah pahaman.
"Kau dipecat mulai hari ini dan ini uang pesangonmu. Selesaikan pekerjaanmu hari ini dan jangan datang lagi ke sini besok."
Seorang wanita parubaya dengan tubuh tambun, mengatakan kalimat itu sembari mengulurkan sebuah amplop berwarna coklat ke arah Renata.
Renata menggelengkan kepalanya dan mendorong amplop yang terulur ke arahnya itu.
"Tapi kesalahan apa yang aku lakukan, Bos? Aku merasa bekerja dengan baik di sini dan tidak melakuan kesalahan apa pun yang fatal, tapi kenapa kau memecatku secara mendadak seperti ini? Jika menurutmu aku memang salah, tolong katakan saja di mana kesalahanku dan aku akan memperbaikinya, Bos," ujar gadis cantik itu kemudian, dengan tatapan mata penuh pemohonan.
Namun, Bu Ani, pemilik resto pizza dan merupakan ibu kandung dari Dimas itu terlihat menggelengkan kepalanya.
"Kau memang tidak melakukan suatu kesalahan yang fatal, kinerjamu juga baik, Renata, tapi …."
Wanita parubaya itu menggantung ucapannya, dengan tatapan mata yang terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Tapi apa, Bos?"
Bu Ani menghembuskan napasnya kasar, menundukan kepalanya sekilas, lalu kembali menatap ke arah sepasang mata coklat yang ada di depannya sekarang ini.
"Sebenarnya, aku tidak tega jika harus memecatmu dan melakukan ini kepadamu, Renata. Tapi aku harus melakukannya, jika aku tidak melakukannya, maka resto ini akan tutup setelah ini dan bagian paling buruknya, resto ini bisa dihancurkan begitu saja. Dan Dimas, putra tunggalku itu harus menghentikan kuliahnya, karena aku sudah tidak bisa membiayainya lagi, jika resto ini tidak berfungsi lagi. Jadi, aku mohon, keluarlah dari tempat usahaku ini, Renata," ujar wanita parubaya itu kemudian.
Mendengar ucapan itu, Renata pun terlihat menautkan kedua alisnya dengan perasaan bingung. Lalu, gadis cantik itu terlihat sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu serius.
"Maksudmu, ada seseorang yang memintamu untuk mengeluarkanku dari resto ini? Dan jika kau tidak melaukannya, maka ancamannya resto pizza ini akan ditutup, begitu?"
Bu Ani mengangukan kepalanya, membenarkan apa yang diucapkan oleh gadis yang ada di depannya sekarang itu.
"Aku meminta maaf, jika aku menyakitimu karena telah melakukan ini kepadamu, tapi tolong, bekerja samalah denganku, Renata. Aku ingin hidup tenang bersama putar tunggalku, dan aku juga tidak mau membahayakan dirimu."
Renata termenung, dengan kepalanya yang mendadak terasa nyeri. Lalu, gadis itu kembali mendongakan kepalanya dan menatap lurus ke arah sosok wanita parubaya yang merupakan atasannya itu.
"Apakah kau bisa beritahu aku, siapa orang yang melakukan itu kepadamu, Bos? Atau apakah aku mengenal orang itu? Jika kau bisa memberitahukannya kepadaku, mungkin aku bisa berbicara dengannya dan merundingkan semuanya," ujar gadis itu kemudian. Dalam hati, dia masih berharap agar tidak jadi dipecat dan tetap bekerja dalam resto pizza ini, yang sudah menjadi tempatnya bekerja selama empat tahun ke belakang.
Bu Ani menggelengkan kepalanya perlahan, meraih tangan kanan Renata, lalu meletakan amplop yang tadi dia ulurkan ke atas telapak tangan milik gadis itu.
"Aku tidak bisa memberitahukannya kepadamu dan kau juga tidak akan mungkin bisa bertemu dengannya atau pun menetangnya, Renata. Mereka terlau berbahaya untuk dihadapi. Jadi, aku mohon, keluarlah dari restoku ini baik-baik dan gunakan uang ini untuk keperluanmu, sebelum kau mendapatkan pekerjaan baru."
-
Renata keluar dari ruangan Bos Besar, sembari menyembunyikan amplop yang diberikan oleh atasannya itu ke dalam saku celananya.
Beberapa karyawan yang sedari tadi menunggu di depan pintu, terlihat langsung berjalan ke arahnya dan menatapnya penuh dengan rasa penasaran.
"Apa yang dikataan Bos Besar kepadamu, Renata?" tanya Ana.
"Iya, apa yang dia katakan, Renata? Dia tidak memecatmu bukan?" timpal Desi.
Renata menghembuskan napasnya perlahan, kemudian mencoba untuk tersenyum kepada para teman-temannya, yang sedang megkhawatirkan keadaannya sekarang itu.
"Setelah hari ini, aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan kalian di sini. Jadi, jaga diri kalian baik-baik," ucap gadis itu kemudian.
Dan semua orang yang ada di sekitarnya langsung melebarkan mata mereka dengan tatapan tidak percaya, atas apa yang baru saja telinga mereka dengar itu.
"Tunggu, Bos Besar benar-benar memecatmu? Bu Ani mengatakan bahwa dia memecatmu langsung?" tanya Ana, sembari menggenggam telapak tangan milik Renata.
Renata menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Deon menghembuskan napasnya berat, lalu berjalan mendekat ke arah Renata. "Apa alasannya? Tidak mungkin Bos Besar memecatmu tanpa alasan bukan? Dia tahu bagaimana kinerjamu, jadi tidak mungkin dia memecatmu hanya karena satu kesalahan yang mungkin kau lakukan," tanya laki-laki itu kemudian.
"Aku juga tidak tahu alasan jelasnya seperti apa, tapi aku harus segera pergi dari resto ini secepatnya. Karena kata Bos Besar, jika aku tidak segera keluar dari tempat ini, maka tempat ini bisa ditutup bahkan lebih parahnya dihancurkan dan rata dengan tanah," jawab Renata, sesuai dengan apa yang Bu Ani katakan kepadanya.
"Siapa yang melakukan itu? Maksudnya, siapa yang meminta Bos Besar memecatmu dan mengancam akan menghancurkan resto ini, Renata?" tanya Ana lagi.
Renata mengangkat kedua bahunya ke atas, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bu Bos tidak memberitahukannya kepadaku. Sepertinya dia memiliki alasan khusus, karena tidak memberitahukannya kepadaku," jawab gadis itu kemudian.
Ana, Deon dan beberapa karyawan lain saling melemparkan tatapan mereka satu sama lain, dengan perasaan bingung.
"Sudah, jangan terlalu memikirkannya. Sekarang, lebih baik kalian kembali lakukan pekerjaan kalian dengan baik dan aku juga akan bekerja sebaik mungkin hari ini, karena hari ini adalah hari terakhirku berada di sni bersama kalian smeua," ucap gadis itu kemudian, dengan senyuman cerah. Dia mencoba untuk membangun suasana ramai seperti biasa, agar para teman kerjanya itu tidak merasa sedih dengan kepergiannya.
Namun, tetap saja, ucapannya itu tidak bisa membuat teman-temannya merasa tenang dan malah bertambah merasa begitu kasihan, dengan apa yang terjadi padanya.
"Tapi itu tidak bisa menjadi alasan yang jelas, sampai Bos Besar memecatmu, Renata. Seharusnya kau membela dirimu dan meminta bukti atas alasan yang Bos katakan kepadamu. Kau tidak bisa mengalah begitu saja," ujar Desi, yang diangguki oleh Ana.
"Iya, Renata. Tolong, datangilah Bu Ani sekali lagi dan minta belas kasihan kepadanya, agar kau tetap di sini. Aku mohon …." ucap Ana, dengan sepasang matanya yang terlihat berkaca-kaca.
Mendengar rengekan teman-temannya itu, Renata pun langsung menggelengkan kepalanya.
"Bekerjalah dengan baik dan doakan aku, agar mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik dari ini," ucap gadis itu kemudian.