-
Sepasang manik kecoklatan milik Renata terlihat melebar, saat gadis itu melihat pemandangan rumah besar yang ada di depan matanya sekarang ini. Sebuah rumah yang didesain seperti rumah-rumah khas eropa, dengan warna chat yang dominan dengan warna putih tulang.
"Rumahmu sangat besar, Kakek. Sepertinya kau bukan berasal dari kalangan orang biasa," ujar gadis itu polos.
Kakek tua yang ada di samping gadis itu pun terlihat terkekeh ringan, setelah mendengar ucapan frontal yang diucapkan oleh gadis muda yang telah membantunya itu.
"Ayo, masuklah ke rumahku, aku akan mengajakmu makan malam sebagai hadiah," ajak Kakek tua itu.
Namun, Renata langsung menggelengkan kepalnya, setelah gadis itu menatap ke arah jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya.
"Maaf, aku tidak bisa masuk, Kakek, aku harus pulang sekarang, karena sudah cukup malam sekarang ini. Jaga dirimu baik-baik dan segeralah panggil dokter ke rumahmu, agar keadaaanmu segera diketahui dan baik-baik saja," tolak gadis itu.
Mendengar itu, Kakek tua itu pun terlihat menganggukan keplaanya mengerti, lalu laki-laki itu terlihat meraih sesuatu di dalam saku jasnya yang panjang.
Dan Renata bisa menebak, kalau apa yang laki-laki itu ambil dalah sebuah kertas berukuran persegi panjang kecil, dengan sebuah nama perusahaan yang tercetak di atasnya.
Kemudian, Kakek tua itu terlihat mengulurkan benda yang dia ambil itu ke arah Renata.
"Jika kau tidak mau masuk ke dalam rumahku, maka terimalah ini. Bukankah kau berkata kalau kau baru saja di pecat dari tempatmu bekerja? Dan ini adalah salah satu perusahaan yang sedang membuka loowngan pekerjaan. Dengan sikapmu yang baik dan telaten, aku yakin perusahaan ini akan menerimamu sebagai pegawai baru di sana. Meskipun kau hanyalah seorang mantan karyawan restauran biasa."
Renata terlihat menautkan kedua alisnya dengan perasan bingung, setelah mendengar kalimat yang dilontarkan oleh laki-laki tua yang ada di depannya. Namun, gadis itu tak urung menerima uluran kertas yang terulur ke arahnya itu.
"Baiklah, terima kasih, Kakek. Aku akan mempertimbangkan bantuanmu ini. Untuk sekarnag, aku izin pamit untuk pergi. Semoga kakimu itu baik-baik saja, Kek."
Dan Kakek tua yang ada di hadapan gadis itu terlihat menganggukan kepalanya sembari tersenyum hangat.
Setelah itu, Renata pun terlihat membalikan tubuhnya dan berjalan keluar dari pelataran rumah besar milik Kakek tua yang sudah dia bantu itu. Melangkahkan kakinya cepat, karena sekarang jam sudah menunjukan bahwa waktu akan semakin malam.
-
Renata sedang merapikan rambutnya, sembari menatap pantulan tubuhnya pada cemrin yang ada di hadapannya sekarang ini. Pagi-pagi ini, gadis cantik itu telah rapi dengan memakai kemeja panjang berwarna merah muda, dengan celana kulot panjang berwarna hitam dan rambut yang diikat kuda ke atas.
Namun, tiba-tiba perhatian Renata teralihkan, saat gadis itu mendengar ponselnya yang sedari tadi berada di atas meja riasnya terdengar berdering. Lalu, dia pun menghentikan kegiatannya dan meraih benda pipih miliknya itu. Dan sebuah nama 'Ana Marrien' langsung terpampang di atas layar ponselnya itu, saat dia memeriksa siapa yang menelpon nomornya.
"Halo, ada apa, Ana?" tanya Renata langsung, setelah gadis itu menerima panggilannya.
'Apakah kau sedang di kontrakanmu sekarang?'
Renata mendudukan dirinya pada kursi yang berhadapan dengan meja rias, lalu gadis itu terlihat mengoleskan sebuah liptint berwarna nude pada bibirnya, menggunakan satu tangannya yang bebas.
"Iya, memangnya ada apa, Ana?"
'Kau tahu? Beberapa hari ini bekerja di sini tanpa kehadiranmu, aku merasa begitu bosan. Karena teman-teman yang ada di sini, tidak sama seperti dirimu. Jika diizinkan, aku pasti akan berusaha untuk meminta dan memaksa Bu Ani agar mau menarikmu kembali dan bekerja lagi di sini,' jawab Ana, dengan hembusan napas kasar yang terdengar setelah gadis itu mengakhiri kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya itu.
Mendengar keluhan dari teman mantan kerjanya itu, Renata pun terkekeh ringan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan, kau tidak perlu susah-susah melakukan semua itu. Setelah aku dipecat oleh Bos Besar, aku langsung mencari lowongan pekerjaan dan mendapatkan beberapa panggilan untuk interview. Meskipun kemarin dan beberapa hari yang lalu ditolak, aku akan tetap berusaha untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dan hari ini aku juga akan melakukan interview lagi, agar bisa mendapatkan pekerjaan baru," ujar Renata panjang lebar.
'Wah? Kau yakin? Kau sudah bergerak cepat dengan melakukan beberapa wawancara selama beberapa hari ini?' tanya Ana, dengan nada suaranya yang terdengar begitu excited.
"Iya, meksipun hasilnya zonk dan tidak ada panggilan apa pun lagi setelahnya. Dan aku merasakan kalau interview tahun sekarang ini, sangat sulit dibandingkan interview kita dulu di restauran Bu Boas. Padahal, jabatan yang aku incar hanya karyawan kafe biasa, buka karyawan perusahaan yang bergelar sarjana," jawab Renata lagi. Dan setelahnya, gadis itu bisa mendengar hembusan napas kasar, dari sosok yang sedang berada di dalam panggilannya sekarnag itu.
'Aku memang belum rela atas kepergianmu dari restauran ini. Tapi aku akan mendoakan yang terbaik untukmu, agar kau bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dan posisi yang bagus.'
Anaa mengatakan kalimat itu dengan nada suara yang terdengar meng-iba dan penuh harap.
Mendengar itu, Renata pun terlihat menganggukan kepalanya dan meng-aminkan doa temannya itu. Kemudian, gadis itu terlihat mengalihkan tatapannya pada sebuah jam kulit yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Dan jarum pendek ada jam itu sudah menunjuk ke angka tujuh lebih.
"Oh tunggu, maaf, Ana. Aku harus berangkat sekarang juga, semoga pekerjaanmu juga bercalan lancar hari ini," pamit Renata.
'Tentu. Semoga interviewmu lancar dan kau bisa lolos kali ini. Hubungi aku setelah kau melakukan interview itu,' balas Ana.
"Baiklah, bye."
Setelah megatakan kalimat itu, Renata pun segera mematikan panggilannya terlebih dahulu, lalu menyiman ponsel miliknya itu ke dalam tote bag yang ada di atas meja rias. Menenteng totebag itu pada lengan kirinya, kemudian segera berjalan menuju pintu kelua kontrakanya itu.
Dalam hatinya, gadis itu terus berdoa dan berharap kalau hari ini bisa menjadi hari keberuntungannya, di mana dia bisa diterima bekerja setelah mendapakan penolakan selama beberapa kali itu.