Chereads / Dendam Cinta Masa Lalu / Chapter 11 - Kakek Tua

Chapter 11 - Kakek Tua

-

Renata menghembuskan napasnya perlahan, dengan tatapan yang terus terarah lurus pada bangunan sederhana, tapi begitu bermakna baginya yang menjulang tinggi di depannya sekarang ini. Sebuah bangunan restauran yang selama ini menjaditempatnya bekerja, bertemu dengan teman-teman baru yang menyayanginya dan memulai kehidupannya tanpa kehadiran kedua orang tuanya di sisinya.

"Apakah ini adalah akhirnya sekarang? Atau aku memang harus pergi dari sini dan mencari tempat yang baru lagi? Entahlah, aku sendiri juga tidak mengetahuinya. Namun, aku berharap, semoga esok semuanya akan baik-baik saja dan tidak semenyedihkan hari ini," gumam wanita itu lirih, kepada dirinya sendiri.

Dan hari ini adalah hari terakhir dia bekerja di restauran pizza, yang telah menjadi tempatnya bekerja selama empat tahun ke belakang itu. Dipecat langsung oleh Bu Ani, dengan alasan yang masih menurutnya tidak masuk akal. Namun, gadis itu tidak bisa melakukan apa pun, selain membereskan semua barang-barang miliknya yang ada di resto itu dan kembali mencari tempat baru untuk bekerja.

"Sudahlah, lebih baik aku pulang sekarang."

Setelah mengatakan kalimat itu, Renata pun terlihat membalikan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya ke arah jalan setapak yang ada di sisi jalan utama. Dengan pandangan mata yang terus terarah ke depan dan hembusan napas yang terasa tertahan, karena terhimpit rasa sesak dalam dadanya sekarang ini.

Dan dalam setiap langkah yang gadis itu ambil, terdapat banyak pertanyaan yang bermunculan dalam hati dan pikirannya. Entah karena nasibnya yang tiba-tiba bermasalah, kehidupannya yang terasa begitu rumit atau mungkin memang takdirnya yang sudah menakdirkan seperti itu.

Namun, tiba-tiba langkah Renata terhenti, saat gadis itu mendengar ada suara seseorang yang sepertinya sedang meminta tolong. Sampai akhirnya, gadis itu terlihat menolehkan wajahnya ke samping dan menatap seorang laki-laki dengan rambut yang sudah memutih, yang terduduk di pinggiran jalan sembari memijit kakinya sendiri.

"Tolong-tolong aku," rintih laki-laki itu dengan suara yang terdengar begitu menyayat hati.

Dan tanpa banyak kata, Renata pun langsung berlari mendekat ke arah laki-laki tua itu dan membungkukan tubuhnya sejajar, agar bisa menatap sosok renta itu.

"Ada apa? Apakah sesuatu terjadi padamu, Kakek?" tanya Renata, sembari ikut memegang kaki kakek tua yang sepertinya sedang kesakitan.

Mendengar ada suara seseorang mengajaknya berbicara, kakek itu pun terlihat mendongakan kepalanya dan menolehkan wajahnya ke samping.

"Ada motor yang menabrakku tadi, jadi aku terjatuh di sini. Tapi tidak ada yang mau membantu sosok tua yang kesakitan ini," jawab laki-laki tua itu kemudian, dengan nada suara yang bergetar.

"Aku akan membantumu. Aku akan mencari taksi dan membawamu ke rumah sakit," ujar Renata cepat, sembari berusaha untuk bangkit dan berniat untuk mencari taksi atau pun kendaraan umum lainnya, yang bisa membantu kakek tua yang ada di sampingnya itu.

Namun, gerakan gadis itu terhenti, ketika laki-laki berusia lanjut yang sedang terduduk tepat di sampingnya itu meraih telapak tangannya, dengan tangan yang terlihat bergetar.

"Tidak perlu, gadis muda, kau tidak perlu membawaku ke rumah sakit. Aku baik-baik saja, hanya kakiku yang terasa sakit."

Renata kembali membungkukan tubuhnya dan meraih pergelangan tangan renta yang masih menarik pergelangan tangannya itu.

"Apakah kau yakin, kau akan baik-baik saja? Jika kau memang merasa sakit, lebih baik kita pergi ke rumah sakit sekarang. Oh tunggu, ada sebuah klinik terdekat yang ada di sini, apakah kita lebih baik ke sana saja?" tanya gadis itu kemudian.

Namun, kakek tua yang masih terduduk di atas tepian jalan itu kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, gadis muda. Tapi bisakah kau membantuku bangkit dan mengantarkanku ke rumahku? Sedari tadi aku meminta orang-ornag yang lewat di sini untuk megantarkanku pulang, tapi di antara mereka semua tidak ada yang mau membantuku," jawabnya, dengan ekspresi wajah yang berhasil membuat Renata merasa iba.

Renata menghembuskan napasnya perlahan, kemudian menganggukan kepalanya. Dalam hatinya, gadis itu berpikir, kenapa ada orang yang tidak memiliki simpati, saat melihat kakek tua yang membutuhkan pertolongan seperti ini.

"Baiklah, ayo kita pergi ke rumahmu, tapi apakah kau bisa berdiri dan berjalan?" taya gadis itu. Karena dia merasa tidak tega, jika kakek tua yang baru saja mengalami kecelakaan itu harus berjalan dengan kakinya yang terasa sakit.

Lalu, kakek tua itu terlihat menganggukan kepalanya lemah. "Aku baik-baik saja, tapi bisakah kau menuntunku? Aku membutuhkan pegangan untuk berjalan," jawabnya.

Dan Renata menganggukan kepalanya dengan senyuman tipis yang terlukis dalam wajah cantiknya.

"Baik, Kakek, kita berjalan pelan-pelan saja, agar kau tidak terlalu merasakan sakit."

Setelah mengatakan kalimat itu, Renata pun mulai membantu kakek tua itu bangkit dari duduknya dan mulai berjalan dengan langkah yang begitu pelan. Melangkahkan kakinya satu persatu, menapaiki sebuah jalan setapak yang terlihat begitu sepi, dengan penerangan yang kurang memadai.

Saat melewati jalan setepak itu, sebenarnya pikiran negatif muncul dalam hati dan pikiran Renata. Gadis itu sempat berpikir, kalau bisa saja kakek tua yang ada di sampingnya itu adalah orang jahat, yang berpura-pura sedang sakit, agar bisa memangsa korbannya. Namun, cepat-cepat gadis itu membuang pikiran buruknya dan mencoba untuk membangunkan sisi positif dalam pikiran dan hatinya.

"Apakah kau sedang bekerja sebagai karyawan kafe, gadis muda? Karena pakaian yang kau kenakan saat ini, sama seperti seorang karyawan kafe," tanya kakek tua, mencoa untuk memulai pembicaraan.

Renata menolehkan wajahnya ke arah laki-laki dengan rambut kepala yang hampir semuanya telah memutih itu, lalu menganggukan kepalanya.

"Iya, tapi aku bekerja di sebuah restauran makanan cepat saji, Kakek. Hanya saja, hari ini adalah hari terakhirku bekerja di sana," jawab gadis itu kemudian.

Mendengar itu, kakek tua tua itu pun terlihat menautkan kedua alisnya, dengan perasaan bingung. "Apakah kau dipecat?" tanyanya.

Renata menganggukan kepalanya, sembari berusaha untuk tetap tersenyum.

"Oh yah, rumah kakek di mana, Kek?" tanya Renata, mengalihkan topik pembicaraan dengan laki-laki lanjut usia yang sedang berjalan di sisinya sekarang itu.

Mendengar pertanyaan itu, lalu kakek tua itu terlihat mendongakan kepalanya dan menunjuk ke arah sebuah gang kecil di bagian kiri.

"Ke sana, rumahku ada di sana. Tuntun aku kesana, gadis muda," ujar Kakek tua itu.

Renata langsung menganggukan kepalanya, kemudian kedua orang itu kembali melanjutkan langah mereka diselingi dengan obrolan yang ringan.

Sampai akhirnya, Renata dan Kakek tua itu menghentikan langkah mereka di depan sebuah pagar berwarna hitam yang menjulang tinggi, yang ada di samping jalanan utama yang lebar. Dalam otaknya, Renata bisa menebak, kalau gerbang yang ada di depannya sekarang itu memiliki panjang sekitar tiga meter.

"Ini rumahmu, Kek?" tanya gadis itu, sembari menolehkan kepalanya ke arah laki-laki tua yang ada di smapingnya itu.

Dan Kakek tua itu terlihat menganggukan kepalanya sembari tersenyum tipis. Kemudian, meminta gadis muda yang telah membantunya itu untuk ikut masuk dengannya ke dalam. Meskipun awalnya Renata menolak, tapi kakek tua itu tetap saja memintanya untuk berkunjung sebentar.

-