Meskipun merasakan gugup yang luar biasa karena ini adalah untuk pertama kalinya Nadean mengajar di SMA Oasis, dia berusaha mengendalikan diri agar terlihat sesempurna mungkin di depan murid-muridnya.
Terlebih kehadiran murid laki-laki yang terlambat masuk kelas tadi telah sukses membuat konsentrasi Nadean terpecah.
"Mungkin ... ada yang mau kalian tanyakan?" ucap Nadean grogi.
"Aku!" tunjuk siswa yang terlambat masuk tadi, membuat perhatian Nadean terfokus kepadanya.
"Silakan, nama kamu ...?"
"Dimitri," sahut siswa itu dengan lantang. "Pertanyaan aku adalah ... apa Ibu sudah punya kekasih?"
Beberapa murid tertawa mendengar pertanyaan yang Dimitri lontarkan kepada guru baru mereka.
Nadean memaksakan diri untuk tersenyum, tapi tidak terlalu lama.
"Mungkin ada pertanyaan yang lain?" kata Nadean yang bertekat ingin menguasai keadaan di kelasnya. "Kalau tidak ada, saya ingin langsung ke materi ...."
"Aduh, Bu. Saya baru mau tanya!"
"Seharusnya kita basa-basi dulu, Bu!"
"Hobi Ibu apa?"
"Boleh minta nomor ponselnya?"
Rentetan pertanyaan saling sambar ketika Nadean bersiap memulai pelajarannya.
"Bu, saya Keva. Nama lengkap Ibu siapa?" tanya murid lain yang duduk di samping Dimitri.
"Nadean Svetlana, ada lagi?" sahut Nadean seraya mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. "Saya hanya akan melayani pertanyaan yang umum, bukan pribadi ...."
"Termasuk soal siapa kekasih Ibu?" sela Dimitri lagi, tatapan matanya terpancang lurus ke arah Nadean.
"Di antaranya itu," angguk Nadean tegas.
Dimitri tidak menyahut, tapi dia hanya balas memandang Nadean seraya bertopang dagu.
Setelah menjawab beberapa pertanyaan basa-basi lainnya, Nadean segera menutup sesi perkenalannya dan mulai masuk ke materi pelajaran hari itu.
Dimitri yang biasanya cuek dan tidak terlalu memperhatikan guru yang sedang mengajar di kelas, kali ini seakan tersihir pada sosok Nadean yang kini menerangkan materi dengan pembawaan yang santai, tapi hebatnya perhatian semua murid mampu terfokus kepadanya.
Selesai mengajar, Nadean menutup kelasnya dan kembali ke ruang guru untuk sekadar berkenalan dengan rekan-rekan pengajar yang lainnya.
Paling tidak, hari itu tidak terlalu buruk seperti dugaan Nadean sebelumnya. Meskipun demikian, dia tetap tidak akan memaafkan perbuatan Alexey yang telah menjebaknya hingga dia kehilangan logikanya dan berakhir naas bersama remaja asing yang tidak dikenalnya.
"Ngomong-ngomong, siapa bocah itu?" tanya Nadean dalam hati ketika dia baru saja selesai merapikan mejanya. Sebagian staf pengajar yang belum kembali membuat situasi di kantor guru sedikit lengang dan pikiran Nadean jadi melancong ke mana-mana.
Jelas dari suaranya, laki-laki itu belum sedewasa pria pada umumnya. Nadean sedikit ingat bagaimana suaranya agak pecah karena efek jakun yang dia miliki. Belum lagi gelora yang dia tunjukkan saat membuai Nadean dalam permainan nakal mereka yang tidak semestinya terjadi ....
"Astaga!" pekik Nadean dalam hati sambil menutup wajahnya sendiri dengan tangan. Betapa memalukan seandainya dia bertemu dengan bocah itu lagi di suatu tempat.
Untuk berjaga-jaga, Nadean mampir ke apotek untuk membeli obat setelah jam kerja di SMA Oasis selesai.
Setibanya di apartemen, Nadean baru sempat memeriksa ponselnya untuk melihat siapa saja yang telah berusaha menghubunginya.
"Ayah, Ibu ... bahkan si berengsek ini juga!" gumam Nadean ketika melihat deretan kontak yang sepanjang hari ini menelepon ponselnya.
Untuk meredakan khawatir perasaan kedua orangtuanya, Nadean akhirnya memutuskan untuk menelepon Morgan lebih dulu.
"Nad, kamu ini semalaman tidak pulang itu ke mana?" Suara menggelegar Morgan langsung menyambar gendang telinga Nadean ketika sambungan keduanya terhubung.
"Maaf, Yah ... Tapi akan Ayah tahu kalau aku ada apartemen," sahut Nadean buru-buru sambil menggosok-gosok telinganya.
"Tapi kamu bisa kan kirim kabar ke ibu kamu?" tukas Morgan heran. "Ayah heran Alexey tidak bilang apa-apa sampai membuat ibu kamu memarahinya habis-habisan karena terakhir kalian pergi berdua ...."
Nadean memegangi keningnya sementara sang ayah terus bicara panjang lebar. Sudah untung Alexey nggak cerita soal aku teler itu, batin Nadean dalam hatinya. Kalau sampai cerita, aku juga yang akan menderita.
"Untuk sementara aku tinggal di apartemen dulu saja deh, Yah." Nadean memutuskan. " Aku sudah mulai mengajar di sekolah, jadi aku harus pilih tempat tinggal yang paling dekat."
"Baiklah, ayah mengerti. Jangan lupa, pikirkan jodohmu." Morgan menimpali.
"Yah, aku mengharapkan ucapan penyemangat yang lain!" keluh Nadean yang suasana hatinya bertambah keruh setelah mendengar ucapan terakhir ayahnya.
"Ayah serius, Nad. Setidaknya di sekolah itu pasti ada rekan kerja yang mungkin cocok?"
"Yang benar saja, aku bahkan baru kerja hari ini!" sergah Nadean frustrasi. "Ya sudah, aku tutup dulu ya, Yah?"
Begitu Morgan menyahut salamnya, Nadean segera memutus sambungan kemudian menghela napas berat. Setelah itu dia mengambil segelas air putih untuk menenggak obat yang tadi dia beli di apotek.
Keesokan harinya, Nadean berangkat ke sekolah dengan persiapan yang jauh lebih matang daripada kemarin. Karena dia tidak sempat mengambil mobil di rumah orangtuanya, terpaksa dirinya menumpang taksi untuk sampai di SMA Oasis tempat dia mengajar.
Dimitri baru saja selesai memarkirkan mobilnya ketika dia melihat Nadean turun dari taksi yang ditumpanginya.
"Wah, wah, kekasihnya ke mana, Bu?" sapa Dimitri dengan senyum tersungging menghiasi wajahnya yang rupawan. "Tega benar dia membiarkan Ibu berangkat sendirian naik taksi."
Nadean tersenyum singkat tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Dimitri kepadanya.
"Selamat pagi, Dim!" sapa Nadean seraya meneruskan langkahnya ke arah kantor guru.
Dimitri ikut melangkahkan kakinya tak begitu jauh dari Nadean yang berada di depan, tapi arah tujuan Dimitri adalah ke kelasnya sendiri.
"Hei, Dim!"
Sebuah suara cewek memanggilnya dan dia adalah Susan, murid kelas sebelah yang hobi berpesta dengan teman-teman satu gengnya.
"Hm?" sahut Dimitri singkat.
"Kamu curang deh, masa tiba-tiba hilang saat acara puncak di hotel itu?" tanya Susan dengan penuh selidik. "Padahal waktu itu anak-anak punya permainan seru buat asyik-asyikan ... Sebenarnya saat itu kamu ke mana sih?"
Dimitri terus melangkah dan membiarkan Susan mengikutinya. Dalam pikirannya dia berusaha mengingat-ingat kejadian apa saja yang dia alami hari itu.
"Dengar-dengar Susan sama gengnya mau party di salah satu hotel," kata Keva di saat Dimitri baru saja mengganti seragamnya dengan baju olahraga. "Beberapa murid populer akan dia undang, termasuk kamu."
Dimitri merapikan kaos yang membalut tubuh atletisnya.
"Aku akan ikut kalau kamu ikut," sahut Dimitri datar.
"Tapi kamu harus hati-hati," kata Keva mengingatkan. "Jangan terima minuman atau makanan apa pun dari Susan, bahaya."
Dimitri mengangguk dengan wajah mengisyaratkan terima kasih kepada Keva, sahabatnya sejak kelas satu.
Berdasarkan rumor yang beredar, Susan berambisi untuk mendapatkan hati Dimitri yang terkenal dingin sekaligus keras. Karena itulah selama party berlangsung, Dimitri benar-benar menghindar makanan dan minuman yang dihidangkan Susan untuknya demi menghindari hal yang tidak-tidak karena cewek itu terkenal nekat.
Namun, siapa sangka kalau ternyata Susan bisa tetap melancarkan aksinya menggunakan tangan orang lain?
Bersambung –